°Love Destiny 18°

318 27 19
                                    

Love Destiny

•••

Zifa yang terduduk di pinggir jalan terlihat tengah melepas ikat rambut pun membenarkan tatanannya. Dia memijat-mijat kedua kaki yang diluruskan. Tubuh terasa sangat lelah padahal jarak tempuh belum terlalu jauh.

Andai saja Riza tidak memaksa untuk ikut jogging, pasti dirinya sekarang sedang rebahan di rumah. Dengan terpaksa dia menuruti kemauan Riza sebab tanpa sepengetahuan, pagi buta gadis itu dan April sudah berada di rumahnya.

"Kaki gue pegel banget sumpah!" keluh Zifa pada kedua temannya itu. "Berasa mau patah."

"Ya, kalo patah tinggal disambung lagi. Ribet amat," balas Riza ngarang.

Gadis bertubuh mungil itu berulang kali menyeka keringat di pelipis. Tangan kiri bergerak mengipas-ngipas area wajah, berharap dapat mengurangi hawa gerah.

"Pinter banget lo, Riz. Jadi gemes, deh!" Zifa mencubit gemas pipi Riza lalu menjitak kepalanya, membuat si gadis berkaos putih mengaduh.

April yang masih sibuk melakukan gerakan pemanasan hanya geleng-geleng kepala memperhatikan tingkah mereka berdua. Beberapa hari ini memang tubuhnya cepat sekali mengalami pegal-pegal. Mungkin karena seharian penuh dia dituntut mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri.

"Nggak usah pada ribut. Mending kita lanjut jogging aja. keburu panas." April menarik tangan Zifa dan Riza, membantu mereka berdiri. "Gih, Riza yang mimpin di depan."

Riza tidak membantah. Dia mengangguk lalu lari ke paling depan mendahului April dan Zifa.

April sengaja meminta, dia ingin membicarakan suatu hal kepada Zifa. Bukan maksud April berniat merahasiakan terhadap Riza, hanya saja dia belum mau menceritakan panjang lebar.

"Semalam Andra nggak ada ngomong apa-apa sama, lo?" tanya April dengan suara rendah. "Lo pasti ngerti arah pembicaraan gue ke mana."

Zifa menoleh ke samping, mengedikkan bahu tak acuh. "Kayanya, sih, nggak. Lupa gue. Tapi, keknya dia bakal ngadu sama bebeb lo tersayang, deh."

Zifa tersenyum geli. Mana mungkin jika seorang adik melihat kekasih dari sang kakak jalan bersama lelaki lain dia akan diam saja?

"Udalah. Mau ngadu atau nggak bodo amat," ujar April terdengar kesal.

"Ya, lo tinggal jelasinlah sama dia. Pasti dia bakal ngerti," usul Zifa. "Btw, cowok yang sama lo itu emang gans, sih." Lalu mengedipkan sebelah mata diselangi kikikan pelan membuat April memutar bola mata malas.

Cuaca pagi ini lama-kelamaan bertambah terik. Padahal jarum jam baru menunjukan pukul 06.35 WIB. Keringat yang membanjiri dahi hingga leher Zifa, efek sorot sinar matahari menciptakan kerisihan tubuh.

"Eh, itu si Riza lagi ngobrol sama siapa?" Zifa memicingkan mata, memperjelas pandangan.

Di depan sebuah rumah, Riza tampak berbincang dengan beberapa cowok dan seorang gadis. Dari postur tubuh mereka, Zifa seakan tak asing lagi.

"Kita puter balik aja." April menarik sebelah tangan Zifa, membawanya ke jalur yang mereka lewati barusan. Namun, terlambat. Riza lebih dulu memanggil, meminta mereka supaya mendekat.

Love Destiny : Sebatas Luka [Selesai]Where stories live. Discover now