part 4

4.1K 363 27
                                    

Lanjut gaiss. Gass terus Gus jangan kasih kendor. Nafaisnya dipepet terus sampe dapet. Aku dukung.

🥀🥀

Malam masih panjang, tapi kelopak mataku sama sekali tidak mahu terpejam. Aku termenung memandang langit-langit berwarna putih dan terus memikirkan ucapan Gus Atha tadi siang.

"Nggak bisa tidur?"

"Aku membangunkan kamu?"

Suara bantal Santi membangunkanku yang sedang diterpa kebingungan. Kukira aku membangunkannya.

"Haruskah aku menghidupkan lampu?" tawarnya.

"Nggak usah. Begini lebih baik."

Suasana kembali hening. Aku tidak tahu bagaimana me-manage perasaanku sendiri. Sejujurnya, tawaran Gus Atha sangat membuatku kebingungan.

"Apa yang terjadi?" tanyanya dengan nada khawatir. Dalam gelap, hanya suaranya yang bisa kudengar.

"Berapa usiamu tahun ini?" Aku balas bertanya.

Santi menjawab tanpa jeda, "23 tahun. Seharusnya kita seumuran, bukan?"

"Ya, kamu benar. Kita seumuran. Di umur segini, apa yang akan kita lakukan ke depan? Pernahkah kamu berpikir tentang masa depan kita? Sepertinya, kita tidak bisa hidup seperti ini terus. Setiap hari, yang kita pikirkan adalah tentang bermain dan bermain. Setidaknya, pikirkan satu pertanyaan ini sebelum terlambat. Apa yang yang harus kita lakukan di masa depan?"

Banyak hal yang terus berputar di pikiranku setelah bertemu Gus Atha siang tadi.

Santi tidak bergeming. Hanya suara detak jantung dan jam yang terus berputar dari waktu ke waktu bak melodi suram yang terdengar jelas.

"Aku tidak tau. Masa depan selalu tidak pasti. Sebanyak apapun rencanamu, pada akhirnya semua sudah ditentukan. Sisakan sedikit ridha jika rencana tidak berjalan sesuai dengan keinginanmu. Sejak dulu, aku hidup seperti air yang mengalir tanpa hambatan. Aku ingin bebas dan tidak terikat. Namun, aku juga tidak ingin melanggar batas yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Impianku hanya hidup sederhana dan bahagia. Hanya itu."

"Kurasa itu tidak semuanya. Hidup tenang adalah tujuan semua orang. Namun, dunia ini hanyalah tempat ujian. Lulus ujian, kita pulang dan menunggu hasilnya. Sampai pada hari ini, aku menyadari satu hal bahwa yang kita lakukan sejauh ini adalah untuk diri sendiri. Kita adalah orang-orang egois yang tidak pernah keluar dari cangkang kenyamanan. Sekarang, aku ingin keluar dari cangkang keras ini. Ada banyak hal yang ingin ku lakukan di dunia luar. Setidaknya, aku ingin menjadi bermanfaat untuk orang lain."

"Maksudmu, kamu ingin keluar dari pesantren?" Nada suara Santi terdengar sedikit tidak percaya saat bertanya.

"Ya."

Satu hal yang kusadari, aku tidak ingin terjebak selamanya di zona nyaman ini.

"Kemana tujuan mu? Aku akan ikut kemanapun kamu pergi." Santi berbicara lebih gelisah dari sebelumnya. Mungkin dia menyadarinya, aku benar-benar tidak main-main di setiap keputusan yang kuambil.

"Turki. Aku sudah memikirkannya sepanjang sore."

"Apakah kamu yakin? Lalu, bagaimana dengan orang tuamu? Mereka tau?"

"Ayo kita bicarakan besok. Aku juga sedikit tidak yakin dengan tanggapan mereka."

Pada akhirnya, tiket izin masih tertahan di tangan orang tuaku.

Aku turun ranjang dengan cepat saat memikirkan sebuah rencana.

"Aku akan minta izin untuk keluar besok. Kamu ikut?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 10, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Cinderella Sandal Jepit (Gus Atha)Where stories live. Discover now