Part 36

14 3 0
                                    

Happy reading ......

"Habis kemana aja sih? Aku telpon dari tadi siang ngga bisa-bisa?" Sewot Bathari, setelah Jenar menelponnya.

"Aaa diem Lo. Jangan marah-marah dulu, hari ini tuh hari yang berat buat Gue, Bathari." Ujar Jenar.

"Aishh. Lo kira hari Lo doang yang berat. Gue juga." Jenar mendengus diseberang sana.

"Aaa Gue sebel banget Bathar." Ujar Jenar.

"Sama siapa?,"

"Sama dia." Kesal Jenar

"Pak Abay maksud Lo?" Jenar bergumam mengiyakan.

"Ayss kalau sama dia Gue juga sebel, maen pecat orang aja, Gue kan ngga buat kesalahan." Bathari kembali cemberut mengingat Abay.

"Jadi lo dipecat sama si Abay?"
Bathari pun bergumam mengiyakan.

"Dasar emang ngga punya hati." Dumel Jenar semakin dibuat kesal. Dasar pria kurang ajar! Ngga punya hati, umpat Jenar.

"Lo dimana, Thar?" Jenar pun kembali bersuar. Bathari menghela nafas mendengar pertanyaan Jenar.

"Ngga tau." Ujarnya tak bersemangat. Entah kenapa sekarang nasibnya malah tak tentu seperti ini.

"Aishh, yang bener?"

"Gue ada ditempat orang. Lo sendiri dimana? ditelpon ngga bisa-bisa."

"Ditempat orang juga." Balas Jenar, keduanya pun sama-sama menghela nafas.

"Kenapa kita samaan sih." Ujar Bathari

"Ngga tahu."

Setelahnya hanya keheningan yang menerpa, keduanya sama-sama memikirkan hal yang terjadi pada mereka.

"Thar, udah dulu ya. Entar aku telpon lagi." Ujar Jenar saat melihat Radit diambang pintu.

"Oke. Kamu hati-hati. Apapun yang lagi terjadi sama kamu, kamu harus tetep semangat. Oke?"

"Kamu juga, bye." Ujar Jenar.

"Bye," Sambungan telpon pun terputus.

Jenar menghela nafas, dia pun melihat kearah pintu yang terbuka itu.

"Aku udah siapin makanan, aku tunggu di pantri." Ujar Radit yang menyembul dari balik pintu. Begitu melihat Jenar mengangguk, dia pun menutup pintu kamar kembali. Jenar menarik nafas pelan, sebelum turun dari ranjang. Dia pun melangkah ke pantri dan duduk di kursi yang bersebrangan dengan Radit. Pria itu sedang menyiapkan makanan untuknya.

"Makan lah." Radit menyodorkan semangkok mie yang baru saja dia buat, Jenar pun menerimanya.

"Thanks," Radit mengangguk lalu mulai memakan miliknya sendiri, begitu juga Jenar.

"Maaf udah ngerepoton Lo." Ujar Jenar disela mereka makan, Radit mengangguk.

"Ngga masalah, Gue juga seneng kok." Radit menatap jenar yang sedang memakan dengan lahap itu.

"Btw, Lo nangis karena apa?" Radit menatap Jenar, gadis itu pun balik menatap sekilas Radit. Lalu memilih memakan makanannya, mengabaikan pertanyaan Radit. Radit yang diabaikan pun kembali menghela nafas.

Mungkin Jenar tidak ingin bercerita kepadanya, dan dia juga tidak punya hak apa apa untuk bertanya, seharusnya.

Sedangkan di tempat lain Bathari mulai meringkung diatas ranjang. Tubuh dan pikirannya begitu lelah memikirkan semua masalah yang muncul karena menolong pria arogan dan pemaksa, yang paling menyebalkan lagi, justru pria itu lah yang sangat dia cintai.

Sacrifice in Love ( SIL )Where stories live. Discover now