• 11 •

11.5K 1.3K 122
                                    

Sejak bertemu Alex di warung, tak sepatah kata pun keluar dari mulut kakaknya. Sikap kakaknya benar-benar aneh. Tidak ada satu pun kata-kata pedas yang mengarah pada Agam.

Yang kakaknya lakukan hanya diam dam menunggu Agam sampai selesai makan.

Bahkan saat Agam membayar makanan dan keluar dari warung, Alex tetap mengikuti layaknya anak ayam.

"Kakak ngapain sih?" tanya Agam dengan raut muka yang jengkel.

Detik itu pula Alex tersadar. Alex menatap sekitarnya lalu beralih pada Agam yang ternyata menatapnya.

Hingga suara perut Alex pertanda bahwa cowok itu lapar pun kini menyita perhatian Agam.

"Kakak lapar?" tanya Agam dengan polos.

Alex memalingkan mukanya karena malu. Sial, pikirnya.

"Mumpung masih disini, lebih baik kakak makan. Agam mau pulang duluan ya" pamit Agam dan hendak menganyunkan tongkatnya berbalik meninggalkan warung.

"G-gue gak biasa makan ditempat kayak begini. Maksudnya gue biasa makan masakan rumah" jelas Alex tanpa sadar yang membuat Agam kembali berbalik dan memberikan senyumnya.

"Yauda, kakak tinggal pulang kerumah kakak. Disana pasti ada banyak makanan"

Alex terdiam. Benar juga. Sebenarnya Alex juga tidak tau apa yang membuatnya begini.

Yang jelas ia seperti merasakan kehadiran mendiang kedua oeang tuanya malam ini. Membuat perasaan Alex menghangat.

Alex merindukan orang tuanya. Sangat. Apalagi saat berbicara dengan Agam. Ntah kenapa Alex seolah kembali ke masa lalu.

Masa dimana ia dan Agam bermain bersama dan suka berebut kue yang dibuat Mama.

Alex lantas menggelengkan kepalanya. Seharusnya ia tidak disini. Alex sudah punya keluarga baru. Yang jelas menyayanginya.

"Kak" panggil Agam yang membuat Alex langsung menoleh pada Agam.

"Kakak mau ikut Agam ke makam Ayah sama Mama?" tanya Agam pelan.

Alex terdiam. Tiba-tiba ingatannya terputar pada kejadian dimana ia harus kehilangan kedua orang tuanya.

Tanpa sadar Alex tersenyum sinis.
"Emangnya Mama sama Papa sudi dijenguk sama anak cacat seperti lo?" tanya Alex dengan seringainya.

Detik itu juga Agam sadar. Kakaknya masih sama. Masih memnbencinya.

Tanpa sadar Agam tersenyum paksa. Lantas berbalik bersamaan dengan air matanya yang jatuh. Cacat? Agam juga tidak mau cacat. Agam juga ingin seperti dulu.

Ingin berjalan normal tanpa harus memakai tongkat.

"Besok Agam tunggu ditempat Papa sama Mama ya kak. Terus pulangnya nanti kerumah Agam. Kakak belum pernah kan main-main kerumah Agam? Besok jangan telat ya kak" ujar Agam panjang lebar.

Setelahnya tanpa mau mendengar jawaban apapun dari Alex, Agam langsung mengayunkan tongkatnya dengan pelan meninggalkan warung dan Alex yang terdiam.

Di setiap ketukan tongkatnya, air mata Agam menetes semakin deras.

"Emangnya Mama sama Papa sudi dijenguk sama anak cacat seperti lo?"

Kata-kata kakaknya berhasil membuat Agam merasa sakit. Siapa sih di dunia ini yang mau cacat? Agam juga tidak mau.

Tapi takdir sudah berkata demikian. Agam tidak bisa mengelak.

Kakak hanya tidak tau bagaimana hidup yang Agam jalani setelah kakak pergi dari panti.

AGAM (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang