BAB IV- BERJUMPA

291 49 1
                                    

Aku tidak suka semua tentang dia karena semua tentang dia mampu menambah rasa ketertarikan yang berlebih

-THEO DAN MILA-

-----

Gemuruh suara manusia, tapak kaki manusia berjalan, serta kebisingan-kebisingan lainnya kurang lebih mampu mengusik telingaku.

Aku jalan tepat dibelakang Tara, memilih barisan paling terakhir sambil sesekali aku menengok kanan dan kiri.

Tidak ada yang menarik. Sama saja menurutku. Mall tidak pernah berubah. Tempat ini selalu ramai dan berisik. Oh tidak, atau mungkin ada dua tempat yang tidak pernah luntur menariknya untuk seorang Mila. Toko buku dan rest food. Terutama aroma roti yang di panggang selalu mampu membuat aku tergiur.

"Jadi nonton apa?" Tanya Zia, temanku yang paling setia untuk jalan di sampingku. Alasannya karena hanya aku dan Zia yang tidak membawa pacar.

Aku mengangkat bahu acuh. Selama ini nonton di bioskop tidak pernah menjadi hobbyku. Aku lebih suka menonton dirumah, dalam kamar sendiri. Saat aku ketinggalan menonton bagian dari film masih bisa ku replay. Itu kenyamanan yang tidak bisa ku temui di bioskop.

Aku ikut sekedar ikut. Paham maksudku? Sebuah ajakan yang tidak bisa ku tolak. Aku sudah terlalu sering menolak ajakan teman-temanku, jadi saat libur begini tidak ada lagi alasan aku untuk menolak mereka.

Aku memilih duduk pada kursi tunggu dalam area bioskop. Mendengarkan diskusi Tara, Freya, Zia, Sila, dan Ilmi mendebatkan film apa yang akan kami nonton. Untukku apa saja selama itu bukan genre horor.

"Danur"

"Ngak!" Bantahku cepat saat mendengar Zia menyebut judul itu.

Temanku satu itu memang paling gila dalam film horor. Ia punya nyali tanpa batas untuk menonton.

Zia langsung tertawa. Ayolah, menonton melalui laptop saja aku tidak bakalan sanggup apalagi menonton di bioskop dengan audio suara yang tidak perlu di ragukan. Seorang Mila tidak akan pernah sanggup.

"Iya, Mil. Ngak kok" kata Zia meralat kemauannya menonton film tersebut.

Aku kembali bermain ponsel sembari menunggu keputusan mereka. Di depanku juga duduk Ibnu, Hairi, Ben, dan Damar. Semenjak keempat pria itu menggandengkan hubungan pacaran dengan temanku kami jadi sering bertemu. Hanya bertemu, durasi dan banyak kali bicara dapat di hitung jari.

"Tara" suara seseorang memanggil Tara.

Aku mendongak mencari pemilik suara. Keningku mengerut dan merasa dunia begitu sempit. Kenapa ada Randi disini?.

Tara berbalik. Ia menyambut Randi dengan heboh. Seperti biasa Randi langsung membuat story instagram untuk mengabadikan pertemuan tidak terencana kami.

"Ngapain lo kesini?"

"Emang bioskop punya lo larang gue datang?"

"Yah, bukan sih" basa basi Tara dan Randi.

Temanku yang lain juga ikut mendekat kearah Randi. Keempat pacar temanku paling bahagia dengan datangnya Randi.

"Lo mau nonton apa?" Tanya Sila.

"Belum tau, nunggu Theo dulu" jawab Randi.

Batin ku langsung bertanya-tanya. "Theo ada disini?"

Dan benar, karena tidak lebih dari satu menit sosok Theo dan Reza hadir. Dunia memang sempit, atau takdir kami yang membuat dunia ini serasa sempit? Aku tidak tau. Yang ku tau aku tidak suka dengan adanya Theo di sini.

THEO DAN MILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang