5.

628 195 189
                                    

Hari ini Rachel tidak memiliki jadwal kuliah apapun. Sebagai mahasiswa tingkat akhir, kuliah tatap muka dengan berbagai macam teori tidaklah menumpuk seperti saat menjadi mahasiwa baru. Ia hanya perlu memfokuskan pada tugas akhir sebagai ujung dari pendidikannya.

Rachel sudah berada di toko bunga sejak pagi. Bagaimanapun untuk mengisi waktu luang di antara tugas dan kuliah, ia lebih memilih bekerja, sekaligus untuk mengurangi beban ayahnya.

Yuna berjalan menuruni tangga, rambutnya yang sedikit basah menandakan bahwa gadis itu baru saja mandi.

Di tangannya juga sudah ada cangkir berukuran sedang berisi kopi.

"Cih, akhirnya kau turun juga tuan putri," sindir Rachel dengan tangan yang sibuk merapikan pot-pot bunga.

"Kalau ibuku tidak mengomel, aku akan kembali ke kamarku." Yuna duduk di salah satu kursi dengan meja yang mengarah ke jalan.

Perlahan Yuna menyesap kopi yang dibawanya. Ia sangat menikmati paginya meskipun dengan awal yang buruk. Ibunya memarahi serta memukulnya.

Rachel mengelap keringat yang mulai menetes di pelipisnya. "Astaga, enak sekali tuan putri, di pagi yang cerah ini meminum kopi dengan memandangi jalan yang sepi."

Yuna yang mendengar ocehan dari Rachel hanya tersenyum dengan mata tertutup. Ia menghirup asap yang mengepul keluar dari dalam cangkir.

"Kalau saja kau bukan pemilik toko bunga ini, sudah aku lempar kau dengan pupuk berisi kotoran."

Yuna meneguk sedikit kopinya. "Sebentar." Rachel menghentikan aktivitasnya sejenak dan membelakangi bunga-bunga yang sedang dirapihkannya.

"Semalam kau ingin cerita apa?"

Rachel baru ingat, jika semalam dirinya ingin cerita pada Yuna melalui telepon. Tetapi karena ponsel Rachel yang mati, ia mengurungkan niatnya tersebut.

Sebenarnya Rachel bingung memulai darimana. Akhirnya ia menceritakan seluruh kejadian dimana ia mengembalikan gelang pada pria bernama Park Jimin. Termasuk ketika dirinya ditawari pekerjaan yang menjanjikan dari Jung Hoseok.

"Apa? Aku tidak salah dengar kan?" tanya Yuna dengan mata membesar. "Mengapa kau baru memberitahuku?"

"Untuk apa aku berbohong tentang cerita seperti itu?"

"Apa kau akan menerimanya?" Rachel menaikkan kedua bahunya. Pertanyaan itu membuatnya dilema akhir-akhir ini.

"Lupakan saja, kau akan tetap bekerja disini," sahut Yuna tegas.

"Tapi bagaimana jika salah satu di antara mereka menagih jawaban dariku?"

Rachel ingat dengan pria yang menawarinya pekerjaan. Meskipun wajahnya terlihat ia adalah seseorang yang murah senyum, tetapi Rachel juga bisa merasakan aura yang kuat dari pria itu.

Yuna menghela nafasnya yang berat, ia jadi ikut merasakan beban yang sedang dialami temannya ini. Ditatapnya sejenak cangkir di hadapannya, kopinya tinggal setengah. Tapi bukan itu yang ada di pikirannya.

Ponsel di dalam saku celemek Rachel berbunyi. Bunyi nada deringnya mebunjukkan bahwa ada telepon yang masuk. Dengan segera ia menghentikan aktivitasnya sejenak untuk menjawab telepon.

"Hallo?"

Yuna menoleh pada Rachel yang sedang menerima telepon dari seseorang. Seketika, matanya menangkap perubahan raut wajah Rachel yang kini terkejut. Tangan kirinya bahkan sampai menutup mulutnya yang sedikit terbuka.

"Hari ini juga aku akan pulang," jawab Rachel untuk seseorang diseberang sana.

Panggilan berakhir. Rachel menggenggam ponselnya erat-erat seraya menjauhkannya dari telinga.

Serendipity - [Park Jimin] ✔Where stories live. Discover now