10. Berpikir untuk mengakhiri?[Bonus 2]

3.3K 306 17
                                    


"Lagi lagi Lo nanggung masalah sendirian."

Perlahan lalisa mengangkat kepalanya. Lagi lagi tetesan bening itu tak bisa ia tahan, ia menangis di dalam pelukan seorang gadis, yang selama bertahun tahun berada di sisinya, Jisoo salah satu dari sahabat nya.

"Hiks...hiks...kenapa lagi lagi harus gue?" Ujar Lalisa di sela sela isak kan pilunya.

"Kenapa harus gue lagi yang menderita Soo?" Ucap Lalisa lagi.

"Apa gue emang pantes buat menderita?apa gue gak pantes buat bahagia? Gue pengan bahagia Soo...gue lengan bahagia, tapi bukan sekali aja, gue pengen bahagia untuk seterusnya...kenapa gak pernah bisa?...hiks...hiks...apa salah gue sebenernya?" Ujar Lalisa. Jisoo menggelengkan kepalanya, tak ada sedikitpun kesalahan yang lalisa perbuat, ia yakin itu, meskipun ia tak tahu apa permasalahannya tapi ia bisa melihat bagaimana hancurnya sahabatnya itu.

"...apa salah gue?apa salah gue sampe sampe takdir ngehukum gue seberat ini?" Lanjut Lalisa kali ini dengan lirih, tak ada emosi yang menggebu yang ada hanya kepiluan.

"Gue cuma pengen bahagia sama orang yang gue sayang, apa itu gak bisa?" Ucap Lalisa sambil melepaskan pelukannya dan menatap Jisoo.

Jisoo gak sanggup mengatakan apa pun lagi pada gadis rapuh di hadapannya itu. Ia hanya dapat merengkuhnya dan mengelus punggung gadis itu berusaha menyalurkan kekuatan agar gadis itu tak terlalu terpuruk.

"Dia berfikir gue gak serius..." Lanjut Lalisa dalam dekapan Jisoo. Jisoo gak berniat untuk menyahuti perkataan gadis itu ia lebih memilih untuk membiarkannya saja hingga gadis itu menyelesaikan seluruh kalimatnya.

"Dia berfikir kalo gue gak pengen hubungan di antara kita jadi lebih dari kata pacaran..."

Jisoo masih diam, ia menjadi pendengar yang baik kali ini.

"Dia berfikir gue gak sependapat sama dia--salah gue pengen serius, gue pengen lebih dari pacaran, gue pengen punya ikatan lebih sama dia...gue pengen semuanya, tapi ini bukan saat yang tepat Soo...kita masih muda, kita masih sama sama membangun kepribadian kita, dan kita masih sama sama berusaha memperbaiki diri kita masing masing....tapi dia berfikir kalo gue gak serius sama dia...dia salah Soo!dia salah!" Lirih Lalisa, suaranya bergetar, dan mungkin nyaris kembali menangis jika saja ia tak menggigit bibir bagian bawahnya.

"Dan dia juga berfikir buat ngakhirin hubungan kita...." Ucapan lalisa begitu tercekal, ia menahan dirinya agar tak kembali menangis dengan lagi lagi bibir bawahnya lah yang menjadi sasaran agar suara isakan itu tak meluncur.

"Jangan di tahan Lis, keluarin semuanya, keluarin keluh kesah yang Lo rasain saat ini...jangan pernah berfikir buat nyimpen semuanya sendirian--karena gue akan selalu ada dan selalu setia jadi pendengar terbaik Lo." Ucap Jisoo begitu lembut, ia mengelus punggung Lisa dan mempererat pelukannya pada gadis itu.

Akhirnya lalisa melepaskan tangisannya. Tangisannya begitu memecah keheningan di ruangan kelas yang masih sepi itu, ya di sana hanya ada mereka berdua.

Tapi di luar kelas itu ada seseorang di sana, mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, berusaha menahan dirinya agar tak lepas kendali dan berakhir merebut lalisa dari dekapan Jisoo. Dia jeon Jungkook, kekasih Lisa. Sudah sedari tadi ia di sana menyaksikan segalanya, menyaksikan bagaimana pilunya tangisan sang gadis, menyaksikan bagaimana keegoisannya yang hanya mementingkan perasaan dan keinginannya sendiri tanpa mau melihat jika keinginan dari gadisnya itu tak sedikitpun salah, gadisnya hanya ingin lebih dewasa ketika menjalani hubungan yang lebih serius itu, kenyataannya gadisnya tak menolak keinginannya semalam, gadisnya hanya tak ingin terjadi sesuatu di kemudian hari. Dan di sini dirinyalah yang keliru, Jungkook lah yang keliru. Dia keliru karena terlampau tak ingin kehilangan gadisnya untuk kedua kalinya.

🥀🥀🥀

Di jam istirahat. Seharusnya ia pergi ke kantin bersama ketiga sahabatnya, seharusnya ia mengisi perutnya, seharusnya ia tak melewati itu, tapi nyatanya ia melewati itu semua hanya demi menenangkan dirinya.

Menenangkan dirinya di bawah langit biru yang selalu mengejeknya dikala seperti ini. Ya ia menganggap jika langit biru itu memang tengah mengejeknya, ia juga menganggap jika langit biru itu adalah rivalnya. Tapi justru ia salah, langit biru adalah temannya, teman yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, teman yang selalu mendengarkan tangisnya, teman yang selalu menerima makian darinya, teman yang tak pernah menolaknya untuk mendengarkan segalanya, teman yang tak pernah mengeluh jika dirinya menjadikan dirinya sebagai tempat pelariannya, dan teman yang senantiasa setia pada dirinya--hingga saat ini.

Kepala lalisa mendongak menatap langit biru itu, sudah lama semenjak hubungan dirinya membaik dengan Jungkook ia tak lagi mengunjungi balkon sekolah.

"Gue malu rasanya sama diri gue sendiri, selalu berprasangka buruk, padahal Lo baik--lo terlampau baik buat gue." Ujar Lalisa sambil tertawa miris masih dengan kepala yang mendongak dan manik bulat yang menatap langit biru itu.

"Waktu itu gue pernah bilang kan sama Lo? Kalo gue pengen kaya Lo, yang terus cerah, gak pernah nunjukin sisi lemah Lo. Lo selalu keliatan cerah, keliatan ceria, dan keliatan bahagia--sedangkan gue?Selalu keliatan menyedihkan." Ujar Lalisa. Miris memang, jika kita kembali membuka lembaran lama dari kisah lalisa dia begitu menyedihkan. Mendapatkan masalah yang mengakibatkan luka yang begitu panjang, mendapatkan kebahagiaan yang begitu singkat, kemudian mendapatkan kembali luka itu.
Dan ya ia juga selalu terikat dengan kesalah pahaman sialan itu.

Greb

Sebuah tangan melingkar begitu saja di perut rata lalisa. Lalisa tersentak, kemudian memejamkan kedua matanya ketika merasakan hembusan nafas di telinganya.

"Maafin gue..." Dengan suara lirih dan hembusan nafas yang mampu mengundang air mata lalisa.


















































































































18'05'2020

Stay[LK]✓Where stories live. Discover now