One Bird Two Elemen. Day 3

7 2 0
                                    

WFantasyClubSmallTown_
shianacaa
Sesampai di toko Gristalgial, kami bertiga segera memasuki toko itu. Oh, bukan bertiga, namun berenam karena 3 hantu itu hanya dapat dilihat oleh kami bertiga. Keren bukan?

Saat pintu coklat ini terbuka, kami masuk dan disambut pandangan yang gelap. Ruangan yang begitu gelap membuat aku segela mendekatkan diri ke Tiya.
Pintu tertutup membuat aku semakin tidak dapat bergerak. Sampai akhirnya cahaya mulai muncul secara perlahan di sisi kanan dan kiriku.

"Selamat datang di Gristalgial. Aku bernama Algial, pemilik tokoh ini yang telah berumur 10.000 tahun? Ada kali ya?" tanyanya yang membuat aku kebingungan.

"Hahaha ..., lupakan saja. Itu tidak penting. Kalian ingin mengetahui elemen kalian bukan?" tanyanya yang membuat aku menatap Tiya bingung. "Jawab saja Rev," ucapnya. "Iya, tuan." ucap Aland.

"Baiklah. Nama kalian Aland Linklybert, Fredrick Linklybert dan Reviana Calinvylea. Apa kalian bersaudara? Atau kembar?" ucap Algial yang membuat aku bingung.

"Jawab saja kalian bersaudara," ucap Jeff yang membuat aku menatapnya. "Iya tuan, kami bersaudara namun bukan kembar," ucap Fredrick. "Dan wanita ini ...?" tanya Algial. "Jawab kalau Rev adalah pacar salah satu dari kalian," ucap Tiya yang membuat aku terbatuk sebentar.

"Dia pacarku," ucap Aland dan Fredrick kompak yang membuat aku menatap mereka bingung begitu pula tiga hantu itu. Kaget? Of course ....

"Aku tidak salah mendengarkan? Aku memang buta, namun pendengaran aku begitu jelas," ucap Algial.

"Aku pacarnya," ucap Aland yang membuat aku menatapnya tajam.

"Hm ... dari pada basa-basi, lebih baik kalian bertiga ikuti aku," ucap Algial.

Kami mengikutinya sampai akhirnya kami sampai di sebuah tepatnya yang hanya memiliki cahaya di sisi kiri kanan.

Dapat aku lihat, Algial yang awalnya berada di depanku langsung berteleport di ujung sana. "Lewati ini, maka dari itu kalian akan mengetahui apa elemen kalian." ucapnya sambil duduk santai sambil meminum teh.

Tanpa mempedulikan dua pria itu, aku jalan duluan sampai akhirnya Fredrick menarik tanganku.

"Kenapa?" tanyaku. "Perhatikan ..., sisi atas di setiap bagian kiri dan kanan kita terdapat patung berbentuk ular, bahkan mata mereka terlihat hidup. Lalu kita juga pasti tidak akan semudah itu melewati ini, sudah pasti penuh dengan jebakan." ucap Aland.

"Kamu pintar juga, Aland," ucap Algial.

"Kalau begitu kita coba dulu, tidak mencoba mana kita tau?" ucapku masa bodo. "Reviana, jangan gegabah." ucapnya sambil mengeluarkan sebuah pedang yang berada di pinggangnya itu. "Bagaimana kalian berdua bisa memiliki pedang? Sedangkan aku?" tanyaku bingung sambil nenatap pedang di tangan mereka masing-masing.

"Kamu juga bisa, Reviana. Namun, kau harus melewati tempat ini dulu  untuk mendapatkan senjatamu itu," ucap Algial.

Mendengar itu, kami mulai berjalan sambil perlahan. Sampai akhirnya semburan api di belakang kami membuat kami terkaget dan segera menghindar.
"Patung ini di buat secara zig zag, seperti patung di bagian kiri, lalu aman, lalu kanan, dan balik lahi ke kiri. Wuahh ..., seperti bermain game." ucap Fredrick dan maju selangkah. Bersamaan dengan itu, terdengar suara bunyi yang membuat Fredrick menatap kakinya yang menginjak sebuah balok.

"Diam di sana," ucapku. "Itu jebakan." lanjutku.

"Maaf," balas Fredrick. "It's oke, coba lepasin dulu dan kita liat apa yang terjadi. Lagi pula kalau jebakan, kita punya posisi aman yang memiliki panjang 2 meter dan lebar sekitar 1 meter. Lalu kita juga mafia bukan? Aku yakin kita bisa," ucap Aland percaya diri.

Di saat Fredrick mengangkat kakinya api tersebut semakin besar, beberapa balok dinding terbuka dan keluarlah panah yang membuat aku terus menghindar.

Karena lelah aku terdiam sebentar sampai akhirnya sebuah panah mengarah ke diriku namun aku sangat bersyukur, Aland menolongku menggunakan pedangnya.

Tanpa sadar aku menginjak tombol itu yang membuat lobang itu tertutup kembali tergantikan sebuah balok yang menyatu dengan dinding.

"Aman?" tanyaku. "Tau gitu dari tadi injak," ucapku dan berjalan ke arah lain. Baru saja jalan beberapa langkah, panah-panah tersebut muncul lagi yang membuat aku mau gak mau menginjak tombol itu lagi.

Menyebalkan!!!

"Tidak semudah itu anak muda, kalau semudah itu kalian melewati ini, mungkin kekuatan kalian tidak akan terpancing." ucap Algial yang membuat aku menatapnya tajam.

Dasar kakek-kakek!

Aku menutup mataku sampai akhirnya aku merasakan sesuatu yang memberontak keluar dari tubuhku. Tatoku bersinar yang membuat aku berteriak. Sakit. Itu sangat sakit. Panasnya layaknya sebuah api yang membakar kulitku.

Teriakanku semakin keras yang membuat tubuhku merasa lemah seketika.

"Reviana!" seru Aland. "Apa yang anda lakukan, tuan Algial?!" seru Aland. "Kekuatannya akan keluar, tunggulah kalian," ucap Algial.

Aku terus berteriak sampai akhirnya aku terduduk dengan kaki yang masih menahan tombol itu. Sampai akhirnya aku merasakan sesuatu yang mengendalikan tubuhku.

Badanku terangkat ke atas, yang membuat panah datang lagi namun, Aland menahannya. Melihat Aland aku tersenyum dan segera mengerakan kedua tanganku dan membentuk X dengan telapak tangan terangkat.

Aku sadar rambutku berubah menjadi panjang, berwarna putih begitu pula pakaianku yang berubah menjadi putih, biru, merah.

Namun, tanpa sadar aku mengucapkan sesuatu, "[[Ahkrefierda Two Elemen]]" yang membuat aku merasakan panad di tangan kanan dan dingin di tangan kiri.

Aku mendongakkan kepalaku, dapat kulihat seekor burung dengan badan separuh merah api dan dingin es yang membuat aku kagum akan diriku sendiri.

Hanya beberapa menit, aku langsung mengarahkan burung itu ke satu patung ular yang mengeluarkan api dan membuat patung tersebut hancur seketika.
Menarik. Dengan tangan kanan dan kiri aku menggerakkan burung itu ke segala arah yang membuat patung ular tersebut hancur. Melihat semua patung yang hancur, namun, tidak dengan lobang panah yang sekarang tertutup oleh balok, aku menurunkan diriku dengan tubuh yang lelah karena energi terkuras.

Baru saja aku ingin meraih pecahan batu yang hancur, pandanganku mengelap seketika sampai akhirnya aku merasakan pelukan dari seseorang dan memanggil-manggil namaku.


Pulled Into Another World : WFC'S 30 DAY CHALLANGEOù les histoires vivent. Découvrez maintenant