Spoiler 4

15 0 0
                                    

  Alea yang baru saja terbangun dari tidurnya. Nampak begitu lesu dengan kantong mata yang terlihat begitu jelas. Sambil memicingkan mata. Dia berusaha untuk melihat jam yang bertengger cantik di dinding kamarnya. Setelah melihat jam yang masih sangat larut. Dia kembali menjatuhkan tubuh ke kasur empuknya. Tapi tidak dengan menutup matanya. Alea terlihat menerawang jauh tentang sosok laki-laki yang baru di kenalnya tadi pagi.

"Tadi dia nyebutin nama nggak ya?" Tanyanya pada diri sendiri.

Tap,i kemudian langsung dia tepis dengan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia benar-benar tak ingin terus menghadirkan bayangan Felix yang seolah terus menghantui dirinya. Saat ia hendak kembali memejamkan matanya. Suara ponsel menginterupsi nya dengan kasar. Tanpa mau melihat siapa yang menelfon nya. Alea pun mengangkatnya dengan acuh.

"Hallo !"

"Kakak ganggu kamu, dek?"

Alea yang sadar jika itu suara Katharina. Sedikit menjauhkan ponselnya untuk melihat lagi. Jika benar nama Katharina yang tertera disana. "Nggak kak, kakak nangis?" Suara Parau Katharina sangat jelas di dengar oleh Alea saat ini.

Katharina yang saat ini tengah berada di sebuah Taman seorang diri. Nampak begitu lusuh dengan lelehan air mata dari sudut matanya yang enggan berhenti mengalir. mendengar suara lembut Alea membuatnya semaki tak bisa menahan air matanya. Namun. ia tak ingin semalam ini menghubunginya hanya untuk membuat dia khawatir. Katharina pun mencoba untuk tersnyum. Meskipun dia tahu, jika mata Alea saat ini tak bisa menatapnya secara langsung.

"Nggak kok. Kakak cuma mau bilang mimpi indah ya. Jangan tidur terlalu malam. Nanti kamu sakit lagi." Ucapnya singkat.

"Kakak jangan berbohong." Timpal Alea yang membuat Katharina tertawa dalam tangisnya.

"Bohong apalagi sih. Udah ah Kakak mau kerja lagi. Ingat jangan tidur terlalu malam. Dan semoga besok pagi ketemu sama Devil kamu kemarin ya. Kakak sayang kamu."

Dari semua ini. Takkan ada yang menyadari bagaimana Katharina seolah memiliki dua sisi yang sangat berbeda saat berhadapan dengan Felix dan juga Alea. Dia bisa menjadi wanita yang bringas dan juga egois saat bersama Felix. Bahkan lebih tepatnya, tak memiliki malu sedikitpun. asal Felix bisa menjadi miliknya. Namun, hal lain berbeda disaat ia tengah bersama Alea.

Dalam rintikan hujan yang gerimis itu. Tak serta merta membuat Felix meninggalkan Katharina seorang diri di Taman. Yah, tanpa sepengetahuan Katharina. Felix sudah mengikutinya sejak dia pergi dari apartementnya beberapa jam yang lalu.

Setelah cukup lama mengawasi Katharina. Felix pun keluar dari mobil dengan angkuhnya. Walau bagaimanapun dia takkan tega membiarkan Katharina kedinginan seperti saat ini.

"Ikut gue!" Ajak Felix setelah menyelimuti tubuh Katharina dengan jacketnya.

Katharina tak lantas menuruti keinginan Felix. Karena dia lebih memilih untuk mendiamkannya.

"Kalau lo masih mau diem kayak orang bego disini terserah. Gue akan ninggalin lo." Ucap Felix dingin.

"Gue cinta sama lo." Sambung Katharina sambil menggigil.

Terdengar hembusan nafas Felix begitu berat.

"Cinta bukan alasan untuk membuat lo terlihat bodoh di depan gue. Lo cantik.. tapi jangan sampai gue anggap lo kosong dengan sikap bodoh lo. Jangan cintai gue!"

Tanpa mau berdebat lebih panjang lagi. Felix langsung menyeret tangan Katharina yang terasa dingin.

'Gue tahu kenapa lo ngelarang gue untuk mencintai lo. Karena gue tahu sudah ada cinta yang menanti di hati lo. Dan sayangnya cinta itu bukan untuk gue.' Batin Katharina.

Sambil mengikuti langkah Felix. Air mata Katharina sedikitpun tak mau berhenti mengalir. Dengan tulus dia memperhatikan tubuh Felix dari belakang dengan getaran cinta yang juga semakin besar di hatinya.

'Gue tak meminta lebih. Hanya cintai gue semampu lo. Maka gue akan menjaga lo dalam hidup gue.'

***

Suara riuh dari alarm yang dipasang oleh Alea semalam. Sudah terdengar begitu nyaring memekakan telinga. Bahkan sang Mama yang berada di luar kamar untuk membangunkannya saja. Sudah nampak begitu terganggu dengan suara alarm itu. Tapi sialnya sang pemilik sama sekali tak mendengarnya.

Dengan susah payah sang Mama mencoba untuk membangunkannya. Tapi nahas lagi tak ada yang bisa dia lakukan. Andai saja Alea semalam tak bilang kalau ada kuliah pagi. Tak mungkin sang Mama akan seheboh ini. Karena biasanya Alea akan dibebaskan bangun jam berapapun oleh sang Mama. Setelah cukup bingung dengan apa yang harus dilakukan. Akhirnya teriakan sang Mama pun ikut meramaikan suasana pagi yang seharusnya damai.

"Ini gimana cara ngebaguninnya. Papa !! Bantuin Mama dong." Teriak Mama Alea frustasi.

Louis yang baru saja keluar dari kamarnya. Terlihat sudah rapi dengan menenteng jas dan tas kerja di tangannya. Keningnya mengkerut saat melihat sang Mama nampak begitu cemas di depan kamar adiknya.

"Mama ngapain disini?" Tanya Louis dengan suara baritonenya.

"Lagi bangunin Alea. Tapi ini malah nggak bangun dari tadi. Mama takut dia telat kuliahnya."

Louis tertawa kecil sambil meletakkan tas dan juga jasnya dimeja.

"Akan jauh lebih baik Mama kembali ke dapur untuk menyiapkan Papa sarapan. Biar Alea jadi urusan Louis."

"Ya sudah kalau begitu. Tapi ingat jangan sampai buat adek kamu marah ok!"

"Iya."

Setelah memastikan sang Mama kembali ke dapur Louis nampak kembali ke kamar. Dan tak berapa lama dia sudah kembali keluar sambil membawa kunci berbandul hati di tangannya. Ceklek! Louis pun berhasil membuka pintu kamar Alea dengan mudah. Seketika senyum Louis tergambar saat melihat Aleana masih telungkup dibalik selimutnya.

"Alea." Panggil Louis sambil menggoyang tubuh mungilnya.

"Hmmm... jangan ganggu deh kak. Gue masih ngantuk." Jawab Alea malas sambil kembali masuk dalam selimutnya.

"Yakin nggak mau bangun.. ? Sudah jam 7 lewat li..."

"Whaatt ?? Jam berapa tadi kakak bilang? Ih kebiasaan kalau bangunin mesti sudah lewat jamnya . Lo mau gue kena omel dosen gue kan. Sudah sana keluar lo, gue mau mandi." Cerocos Alea sambil berlari ke kamar mandi.

Louis paham betul bagaimana dengan sikap adiknya itu. Dia pun berniat meninggalkan kamar Alea dan membiarkan adiknya itu untuk bersiap. Tapi langkahnya terhenti saat melihat bingkai foto yang ada di atas nakas Alea. Senyum simpul yang sarat akan luka nampak jelas terukir di bibirnya.

"Bahkan dia masih menyimpan foto ini."

***

"Hari ini kan lo nganterin gue kak? Kalau begitu lo juga yang harus jemput gue." Ucap Alea sesaat setelah Louis melajukan mobilnya.

"Enak aja. Nanti lo pulang naik taksi aja. Gue sibuk banget hari ini."

"Kebiaaaan. Lagian gue bangun kesiangan juga karena lo. Coba aja lo semalem mau nemenin gue tidur. Pasti gue nggak akan kesiangan kayak gini."

"Iihhh... udah besar juga masihhh aja."

Alea menepis tangan Louis dari kepalanya. Karena dia tak ingin rambut panjangnya berantakan karena ulah sang kakak.

Ditengah keributan kecil yang terjadi antara Aleana dan Louis. Tanpa mereka sadaei, ada sepasang mata bengis yang tengah mengincar mereka dari kejauhan. Felix, yah! Dia sengaja mengikuti mereka bahkan. Dia berniat untuk membuntutinya sampai ajal menghampirinya.

"Manjain sepuasnya adek lo. Karena setelah ini yang berhak untuk nyentuh dia hanya gue. Felix Abraham dan bukan abang brengsek kayak lo, Luois!"

***

***Jangan lupa untuk kasih vote dan comment ya. Terima kasih.***

The Pink Roses! (Spoiler)Where stories live. Discover now