Semakin Jatuh

7.1K 1K 63
                                    

"Minum dulu."

Aku mendongak, mendapati sang pemilik mata coklat hangat tengah menunduk di depanku, mengulurkan segelas air mineral padaku.

Melihatku yang tak kunjung menerimanya membuatnya meraih tanganku untuk menerimanya.

"Kamu perlu ini buat nenangin diri." ucapnya sembari mengangguk meyakinkanku, perlahan, aku menurutinya, meneguk tetesan bening itu melewati tenggorokanku, dan benar, detak jantungku yang seakan tidak normal kini berangsur mulai bekerja selayaknya.

Sandika tersenyum kecil melihat nafasku yang mulai teratur menandakan jika aku mulai tenang, dan ini kali pertama aku melihat senyumannya, senyuman tulus yang Sandika berikan padaku tanpa aku berbuat apapun.

Kini jantungku yang mulai normal kembali memberontak, efek Sandika Malik terlalu besar untukku, bagaimana aku bisa memposisikan diriku dengan benar jika pada akhirnya Sandika selalu bisa menarikku untuk tetap jatuh padanya.

"Kemana Sarach, harusnya..."

Sandika menggeleng, menghentikan pertanyaanku yang sebenarnya bentuk pengalihan rasa salah tingkahku karena harus berdua dengannya di Taman Hotel ini.

"Sarach baik baik saja, ada Ale sama Sengkala." Sandika menepuk punggung tanganku perlahan, menyalurkan sentakan aliran listrik yang membuat perutku melilit seketika.

"Harusnya aku yang nanya ke kamu, kamu baik-baik saja?"

Aku menatap Sandika tidak percaya dia menanyakan keadaanku, sedikit rasa panas kurasakan lagi di pipi ku mendapatkan perhatian dari Ayahnya Sarach ini.

Aku mengangkat bahuku, "Sedikit terkejut, lucu jika dipikirkan karena hanya kalimat tanggapan Sarach, mereka menuduhku orang ketiga di rumah tanggamu."

Sandika menunduk, memainkan air mineral ditangannya mendengar jawabanku

"Apapun yang kamu dengar tadi, lupakan. Itu respon semua orang yang tidak mengenal Rachel dengan sepenuhnya." ucapnya lirih, matanya menerawang jauh kedepan, seakan ada hal berat yang menghalangi pandangannya kini.

"Aku juga nggak mau dengar kalimat menyakitkan mereka, semua yang mereka katakan sama sekali tidak ada kebenarannya." balasku lirih, sudut hatiku merasa sakit saat mengingat kata kata mereka yang mengatakan jika aku bukanlah apa apa dibandingkan Rachel Arumi, sosok yang dicintai bukan hanya oleh Sandika, tapi oleh seluruh Negeri, gosip tentang perselingkuhannya dengan Sengkala Malik yang tak lain adalah iparnya sendiri sama sekali tidak merubah penilaian mereka terhadap perempuan bak boneka barbie tersebut.

Dan sekarang melihat betapa Sandika begitu rapat menyembunyikan borok mantan Istrinya, membuatku tahu, jika cinta Sandika terlalu besar untuk terhalang oleh Perceraian belaka.

"Mereka sama seperti aku dulunya, begitu mempercayai istriku sampai nyaris menjadi keledai bodoh, buta dengan fakta yang kulihat dan tuli dengan kenyataan yang kudengar."

Aku menatap dengan seksama laki-laki yang kini duduk di sebelahku, tidak menyangka jika Sandika akan berbagi rahasia setelah baru saja aku memikirkan betapa dia masih mencintai istrinya.

Berulangkali dia mengingatkanku tentang hal ini, dan setelah apa yang terjadi padaku tadi, ternyata mengikis jarak yang diciptakannya sendiri diantara kami.

Helaan nafas berat Sandika terdengar sebelum dia kembali bersuara, seakan akan melalui hembusan nafas tersebut dia ingin mengurangi beban berat dari dalam dadanya.

Sandika kembali menatapku, tatapan sarat luka yang membuatku terasa perih hanya karena Melihatnya, aku tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakit sebesar itu bisa menghantam laki laki setangguh Sandika.

Jelita dan Sandika Tersedia EbookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang