eps 。 II : oh, temannya galar

2.3K 263 47
                                    

       laksana karbon dioksida yang semerbak, sketsa serta-merta tersedak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

       laksana karbon dioksida yang semerbak, sketsa serta-merta tersedak. napasnya mendadak sesak. sedang dadanya tampak tengah berbalap sorak.

       hari kelima suryabara adalah hari tanpa noda. seragam olahraga biru muda sempat jadi syuhada, perihal sketsa yang berkelaluan mengirai hasta. mripatnya jadi berma yang ujungnya dihuni tirta. grananya pun sama, sekedik lebih kronis saja. entah bagaimana warta si diafragma.

       "debunya banyak banget, ema. kalau aku nggak ikut bersih-bersih, nggak papa?"

       skema yang semula membasuh kain perca kini bersulih raga, menatap sketsa dengan gamam rasa. "nggak papa sa. nanti aku bilangin ke yang lain kalau memang kamu alergi debu. daripada kamu batuk-batuk sama bersin-bersin terus. mata kamu juga merah tuh, mending ke uks saja."

       "iya, makasih ya."

       jeda antara mipa dua dengan ruang lara sedikit aksa. gapura coklat tua itu separuh terbuka. sepasang sepatu putih yang entah milik siapa tergelintang dengan malangnya. "udah disediakan rak sepatu, masih saja sembarangan naruhnya."

       sketsa dengan baik hati turut membenahi. kendati dalam nurani mengomentari : apa susahnya sih mematuhi?  pasti si praktisi adalah jenis manusia yang selalu kena marah pertiwi.

       "kamu?"

       wah, nestapa memberi kejutan. biotik rupawan kembali dia suai dengan kebetulan. hanya saja, durja yang kerap diidam-idamkan terlihat menyilukan. jangatnya terhias koyak, lebamnya nila nampak. kalau dia, pasti sudah membunyikan isak.

       skala menjeda acara memoles jejek luka. ditatapnya sketsa, raganya pun beranjak dari amben dengan segera. "demam?" ujarnya seraya menyinggahkan hasta di kening milik sketsa. barangkali, pemuda ini tak berkawan dengan tata krama.

       pemudi itu antap membatu. dua sukunya benar kaku. nyatanya, skala sepetaka itu. "e-enggak."

       biotik rupawan lantas membentang satu senyuman. ganal didekap kebahagiaan. tak lena memberi yojana ringkas agar tak berhimpitan. "aku kira demam."

       sketsa menghela napas lega. lagak pendahuluan tadi amat tak prasaja. memangnya siapa skala? pemuda yang dengan sedap hati mengibarkan bendera rasa miliknya? cih, bahagia, yang benar saja.

       "eum itu, dahi kamu kenapa? apa nggak sakit?" tanyanya sembari merujuk sang dahi. tak lupa unjuk gigi, memberi ekspresi.

       skala kontan meraba sang luka. "oh ini, kena pukul waktu berantem, baru aja. sakit, tapi karena udah biasa jadi nggak sakit."

       sirep. skala kembali ripuh menyeka hias abu. sedang sketsa bersila di amben yang tersekat kelambu. mripatnya jatuh merayap, menatap pemuda yang tampak serupa dengan lukisan tanpa warna dari balik sekat membuatnya tersenyum semu.

       terserempak sekat tersirap ayal. cemperalah semua khayal yang terbit tak normal. "boleh minta tolong? plesterin lukaku, ya? nggak ada cermin. susah jadinya."

       sketsa mengangguk, sedang skala ancap sepadi merunduk. "kamu anak ips?" tanya sketsa agar tampak kikuk.

       "iya."

       "kalau gitu, kenapa kemarin bisa ada di kelas saya?"

      "lagi nunggu teman. si galar, kamu kenal 'kan? terus nggak sengaja lihat bukumu."

       "oh, temannya galar," gumam sang hati.

       plester coklat tua tamat tersemat. hastanya hendak merujuk sekat. baginya ihwal ini terlampau dekat. hanya saja, zat panas bak merambat, kala skala membendung lengannya sekelebat.

       "kalau kamu lupa, kemarin kita belum resmi berkanalan, sketsa."

sisipan pesan :hati masih aman?multimedianya janganlupa didengarkan!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

sisipan pesan :
hati masih aman?
multimedianya jangan
lupa didengarkan!

-pinguin

Dekat yang BersekatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang