03. Keong kain

3.4K 663 51
                                    

Cukup memalukan ketika sadar dia sempat jatuh pingsan setelah tahu minum susu kambing. Astaga, bisa-bisanya semaput di depan banyak orang.

Malu-maluin!

Lagian salahnya juga, ngapain pingsan segala setelah tahu minuman enak itu berasal dari susu kambing betina. Apa masalahnya, sih?

Masalahnya karena Josie belum pernah minum susu binatang lain, selain sapi, dan sekarang mau mual gara-gara terpikirkan susu kambing kendati rasanya enak.

Ah, jadi bimbang, kan.

Mengesampingkan tentang susu kambing betina, dia mulai tertarik melihat-lihat isi rumah yang akan dihuninya nanti. Sebuah rumah sederhana terbuat dari bambu dengan anyaman daun kelapa sebagai atapnya.

Ukurannya barangkali seperti gudang milik kakek. Tanpa daun pintu ataupun jendela, hanya ada selambu sebagai penutupnya. Josie menyimbaknya, tetapi tidak melihat siapa-siapa, kecuali sebuah lentera, kendi-kendi dari tanah liat yang tertata rapi, dan selambu di ujung sana menutupi sebuah ruangan lain.

Dia mengamati ruangan tersebut, ada keinginan untuk melihatnya langsung sebelum sosok lelaki itu menyibakkan selambu dan muncul di baliknya.

Lelaki itu menghampirinya. Josie kontan bersikap waspada kemudian teringatkan bahwa dialah yang telah menyelamatkannya sehingga kewaspadaannya terhadap lelaki itu sedikit mengendur.

"Ngomong-ngomong ... ini rumah?" Sebuah pertanyaan bodoh keluar dari mulutnya.

Iya, iyalah, ini rumah. Tolol kamu, Josie.

Syukur, lelaki itu tidak merespon pertanyaan bodohnya. Membuatnya tak perlu menanggung malu. Sudah cukup mempermalukan diri saat pingsan lalu, jangan sampai ada kemaluan yang terulang lagi.

Karena agak bingung dengan kondisinya sekarang, Josie cuma memandang lelaki yang kini kelihatan sibuk dengan kendi-kendinya. Mendadak kendi-kendi tersebut menarik perhatiannya. Mengingatkan dia pada seseorang yang dikenalnya hobi mengoleksi kendi di rumahnya.

Ya, kendi di sini berbeda dari kendi-kendi mewah yang dimiliki Logan.

Ih, bisa-bisanya keingat mantan.

Tanpa sadar dia mendengus disertai gerakan bola mata berputar, yang ternyata ditangkap oleh lelaki itu. Syukurnya, dia tidak berkomentar. Telanjur fokus menuangkan minuman ke wadah yang terbuat dari bamboo—lagi—sebelum diberikan padanya.

"Sebelumnya kamu bilang butuh air. Ini," ucapnya sopan sekali.

Josie menerimanya dengan senang hati. Namun, tiba-tiba dibuat jengkel olehnya. Lelaki ini jelas tahu kebutuhannya sewaktu merengek membutuhkan air, tapi dia sengaja mengabaikannya. Padahal, dia satu-satunya yang mengerti bahasanya.

Huh! Pengen aku cekik lehernya.

Mengesampingkan niatan jeleknya, Josie meneguk habis air minumnya lalu meminta lagi sampai kerongkongannya puas. Setelah tiga hari terlewatkan, akhirnya tenggorokannya dialiri air yang benar-benar air minum. Biarpun air hujan telah menolong kehidupannya tiga hari lalu, dan susu kambing baru-baru ini—oke, lupakan bagian ini—tapi air minum ini lebih menyegarkan ketimbang dua minuman tersebut.

"Makasih," ujarnya tak kunjung mendapatkan balasan. Membuat keningnya mengernyit hingga dia mendongak untuk menatapnya.

"Ngomong-ngomong, ini di mana?"

Dia tidak membalas juga, justru meninggalkan dirinya begitu saja. Sikap membisunya itu membuat Josie merengut sedikit sebal pada sikapnya. Hendak memaki, lalu urung sebab dia muncul lagi. Kali ini lelaki itu membawakan sebuah kain berwarna putih.

Samora [✔]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant