#12 Fakta Menyakitkan

166 40 3
                                    

Sakit, teramat sakit, sungguh

🏃‍♀️🏃‍♀️🏃‍♀️

Empat jam berlalu, lampu ruangan operasi seketika mati, menandakan operasi telah selesai dilaksanakan. Tak lama dokter dan Bayu yang membantu operasi mereka keluar dari ruangan, disambut oleh Seira, Raga, Bian dan Bima.

"Operasinya berjalan lancar," ucap dokter setelah membuka maskernya.

Irash yang tadi pergi sebentar baru saja kembali dan hendak bergabung di ruang tunggu dengan yang lain. Namun dari kejauhan ia dapat melihat pintu yang terbuka serta dokter dan Bayu yang berjalan keluar. Irash menghentikan langkahnya dan menyandarkan punggungnya pada dinding yang tak terlalu jauh dari sana agar ia masih tetap bisa mendengar omongan mereka.

Satu kalimat yang dilontarkan dokter barusan bak sambaran petir di siang bolong, Irash hampir kehilangan keseimbangannya jika tangannya tak berpegangan pada ujung dinding tersebut. Irash mundur perlahan dan berlari keluar dari Rumah Sakit, terus berlari tak tentu arah hingga ia berada cukup jauh dari sana. Irash tak mampu menangis lagi, ia terlalu sedih dan sakit dengan semua yang terjadi.

Esok paginya pemakaman Iresh dilaksanakan dengan lancar. Semalam, setelah berlari tanpa tujuan, Irash akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah. Namun ia tak banyak bicara, sama seperti saat ini. Setelah pemakaman selesai, Irash menuju Rumah Sakit, melihat Irish dari luar pintu kamarnya. Irash tak sanggup menghadapi Irish setelah ini. Ia tak tau bagaimana harus memberikan penjelasan pada Irish.

Irish siuman keesokan harinya. Kondisinya terus membaik sehingga ia diperbolehkan pulang beberapa hari kemudian. Irish pulang dijemput oleh Irash, Seira dan Raga. Absennya Iresh membuat Irish bertanya-tanya.

"Mas Iresh mana sih? Di Rumah Sakit gaada, di rumah juga gaada," tanya Irish setelah kembali dari kamar Iresh.

Irash yang tak sanggup berbohong pada adiknya berjalan ke kamarnya.

"Ke Jakarta sayang, ada training gitu kata dia buat tes gambarnya. Kalo gasalah Irash bilang cuma diadain di Jakarta," ucap Seira sedikit gugup.

"Iya om yang anter kemaren," sambung Raga.

"Kok ga nungguin sampe Irish pulang sih?"

"Om juga udah bilang gitu Rish, tapi Iresh bilang dia udah bolos 2 pertemuan, kalo ga dateng lagi bisa-bisa pendaftarannya dibatalin"

"Berapa lama om?"

"2 minggu"

Irish kemudian berlalu menuju kamarnya sambil mendumel, hendak membuat perhitungan pada Iresh saat nanti ia sudah kembali ke rumah karena Iresh yang tidak pamit sama sekali. Sepertinya Irish mempercayai perkataan om dan tantenya, tak ada sedikit pun kecurigaan dari raut wajah Irish. Iresh memang terkadang begitu, suka pergi tiba-tiba dan nanti akan kembali dengan sendirinya sehingga membuat Irish percaya dengan mudahnya.

Seira terhuyung lemas saat Irish sudah hilang dari pandangannya. Raga mendekap Seira yang mulai menangis tanpa suara. Jawaban-jawaban yang keluar dari mulut mereka sebenarnya sudah direncanakan, tapi nyatanya sangat berat diucapkan di depan Irish.

Mereka sepakat akan memberitahu Irish yang sebenarnya saat Bayu sudah selesai mengontrol kondisi Irish. Meskipun jantung Iresh cocok untuk Irish, namun Bayu bilang Irish harus tetap dipantau selama beberapa hari kedepan, mengantisipasi adanya efek pasca operasi atau mungkin penolakan dari tubuh Irish.

Hari-hari berlalu seperti biasa, Irish tak lagi menanyakan keberadaan Iresh. Irash dan Irish disibukkan dengan persiapan tes masuk Perguruan Tinggi. Irish bahkan diberi kesempatan untuk mengulang ujian yang ia tinggalkan akibat kondisinya.

IRISHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang