[55] : |Sah|

442 17 4
                                    

Hari Senin. Kali ini upacara bendera terakhir yang aku lakukan selama SMA. Pasalnya minggu depan aku sudah berperang dengan soal-soal ujian. Tentunya aku tak akan menyia-nyiakan waktu ini. Berangkat pukul enam pagi dan membawa topi.

Acaranya berlangsung sangat khitmat dan mendapat amanat dari pembina upacara tentang kelulusan. Setelahnya satu angkatan melakukan salam-salam dengan para guru dan teman satu angkatan. Bermaaf-maafan sesekali diikuti tangisan. Saling mendoakan agar ujian berjalan lancar dan hasilnya memuaskan.

Three Seven. Itulah nama angkatanku. Nama itu dicomot karena kami berada di angkatan ke-37. Tiga puluh tujuh sendiri memiliki makna besar bagi kami. Tiga yang artinya tiga tahun bersama. Sedangkan tujuh yang memiliki arti tujuan kita sukses semua.

Semua kembali ke kelas masing-masing ketika sudah selesai. Termasuk aku dan juga Prisma.

"Mir, gue boleh pinjam catetan lo? Mau gue fotokopi." Ucap Prisma yang duduk di bangku sampingku sambil tersenyum.

Aku mengangguk dan membalas senyumannya. Ah!! Ingin sekali aku mengumpat kasar pada diriku. Setiap kali melihat bibirnya aku langsung teringat kala ia menciumku. Bukan ciuman hanya kecupan singkat yang melambungkan hatiku. Tiga detik tapi membuat nyawaku serasa diambil malaikat. Pikiran apa ini?? Hentikan, Mira!! Hentikan!!

"Hentikan!" jeritku sambil memukul kepalaku dengan kedua tanganku. Semua pasang mata menatapku keheranan. Aku membuka mata dan mendongak. Kutemukan Prisma dengan tampang terkejutnya.

"Lo kenapa, Mir?" tanyanya sambil memegang kedua tanganku yang sempat aku pukulkan pada kepalaku.

"Ha?"

"Lo kenapa pukul kepala lo sendiri?"

"Gapapa. Iya gapapa." Ucapku agak gugup kemudian memalingkan muka.

"Kog nggak apa-apa?"

"Iya. Karena banyak hal yang harus dinggak apa-apain." Jawabku ngelantur.

"Maksudnya gimana sih, Mir? Lo kenapa? Kepala lo sakit? Yang mana?"

"Gue nggak apa-apa, Pris." Jawabku dengan muka yang masih memalingkan muka dari Prisma.

"Gak jelas nih pacar." Ucapnya pelan namun telingaku mampu mendengarnya dengan baik. Sangat baik malah.

"Kita... pacaran?" bisikku pelan agar tidak didengar murid lain.

Prisma menatapku keheranan. Ia terdiam dengan wajah yang nampak terkejut. Apa pertanyaanku salah? Apa kurang sopan? Atau kepedean? Bagaimana mungkin ia sudah menyatakan cinta padaku tapi tak membahas pacaran sama sekali. Bahkan ia sudah merenggut ciuman pertamaku.

Melihat Prisma tak memberikan respon apapun, aku mengatupkan bibir rapat-rapat dan kembali menghadap ke depan.

"Lupakan deh, Pris." Ucapku pelan.

Cup

Aku menganga tak percaya. Bahkan mataku hampir terlepas dari tempatnya. Prisma mengecup pipi kananku. Untung saja tak ada siswa yang melihat karena asyik dengan aktifitas mereka masing-masing.

Aku menghadap ke  samping dan menemukan Prisma dengan posisinya. Hidung kami bersentuhan bahkan napas kami berbaur jadi satu. Mata elangnya begitu teduh setiap kali aku melihatnya. Ibarat rumah yang selalu melindungi penghuninya. Kami saling pandang hingga suara Endah membuyarkan lamunan.

"Kalo mau mesum jangan di sini! Ini bangku gue!" aku dan Prisma saling menjauh dan gelagapan sendiri.

"Siapa yang mesum! Pikiran lo tuh yang mesum!" balas Prisma kemudian bangkit dari bangku dan menuju bangkunya yang berada di belakang.

"Dasar! Bucin! Halu! Mesum juga!" tambah Endah sambil mendorong bahu Prisma agar berjalan agak cepat. Prisma hanya menjulurkan lidah membuat Endah semakin kesal.

Tak lama kemudian Pak Samhudi datang. Sebelum Pak Samhudi memulai bimbel intensif yang sudah dilakukan sebulan terakhir ini, Prisma menyenggol pundakku pelan. Saat Pak Samhudi sibuk menata buku di meja, aku sempatkan berbalik ke belakang sebentar. Prisma berbisik di telingaku.

"Iya. Kita sah pacaran kalo boleh."

Mataku berbinar dan kemudian aku mengangguk kuat-kuat.

"Boleh, Pris. Boleh."

Prisma tersenyum lebar kemudian memutar kepalaku agar kasar ke depan ketika Pak Samhudi memergokiku berbincang dengan Prisma.

***********

Titik adalah tanda baca akhir kalimat. Kamu adalah teman hidup hingga akhir hayat.

—JAM

KEJORA |Completed| ✔️Where stories live. Discover now