Another Me.O1

15 2 0
                                    

By : Rahee'Queen



.





.










Berlin, 27 November 2018

Hidup di era ketidakadilan, manusia merasa kuat dan berlomba memenuhi kriteria untuk bertahan di puncak piramida. Dunia seolah tidak peduli oleh takdir kejam yang diterima manusia tanpa kuasa. Sebagian orang menikmati hidup, pesta ditemani cairan pekat yang menari dalam cawan berlapis emas sedangkan sebagian yang lain melakukan banyak hal untuk bertahan hidup.

Seorang gadis terus berlari tanpa arah menghiraukan semilir angin malam yang mengusik sampai ke tulang. Gaun tipis yang membalut tubuh ringkihnya terlihat berantakan dengan beberapa bercak darah segar ditambah rambut brunette tak tertata menambah kesan gila untuk sang gadis.

Berlari tanpa menghiraukan sekelilingnya, sekuat tenaga menjauh entah dari apa. Langkah letihnya terhenti ketika sepasang obsidian terang menatap sebuah gerbang tinggi berdiri tangguh menjaga bangunan tua di dalamnya dari dunia luar yang menghalangi jalannya. Terbesit pikiran untuk bersembunyi disana, benar, ia harus sembunyi, tak boleh hanya terus berlari tanpa arah seperti ini. Dengan segenap keberanian ia mulai membuka gerbang itu perlahan, syukurlah tidak terkunci.

Ia mencoba duduk di samping pagar, cukup aman karena ada tembok yang mengahalangi tubuhnya terlihat dari luar. Ia sangat ketakutan, gadis itu hanya meringkuk memeluk lutut dan menenggelamkan kepala di antara lutut untuk menangis lirih mengingat takdir rumit yang harus ia jalani karena seorang jalang yang harus ia panggil ibu.

Lama keheningan menyelimuti, membiarkan sang gadis larut akan kesedihan hingga ia merasakan sebuah kehangatan. Merasa bingung, ia mengangkat kepala. Tubuhnya membeku melihat sosok lelaki tampan tersenyum menenangkan tepat di hadapannya.
"Sst, jangan menangis lagi," ucap lelaki itu lalu dengan lancang menghapus air mata yang membasahi wajah ayu gadis tersebut. Mereka hanya saling menatap hingga sebuah suara menginterupsi.



═══════════════════════════

.

.

"Jadi, sudah bisa jelaskan apa yang sebenarnya terjadi?"
Tanya pria tua berseragam Dokter lengkap dengan kacamata baca yang bertengger dengan anggun di hidung mancungnya. Tanpa menatap gadis itu pun Dokter tersebut bisa merasakan ketakutan yang sangat kentara dari dalam diri sang gadis.

"Baiklah, Anda pasti merasa sangat canggung. Bagaimana jika kita mulai dari nama? Saya Dr. James, direktur utama Rumah Sakit ini,"   ramah pria tua itu memberi penjelasan.

"S-saya Ed- hah, Eden,"     jawabnya dengan gugup. Ia benar-benar tak habis pikir kenapa bisa ia berakhir di ruangan ini bersama sosok lelaki tua perusak kegiatan mari saling menatap bersama pria tampan yang telah memberinya selimut.

"Sebenarnya kenapa Nona bisa sampai disini?"    ucap Dr. James menimpali jawaban Eden.

Tidak ada jawaban, Eden benar-benar takut sekarang. Bayangan akan kejadian yang baru saja ia alami berebut merasuki pikiran, membuat pola acak yang memuakkan. Dokter menatap khawatir gadis di depannya,

"Nona tenaglah! Tidak perlu dijawab jika membuat Anda tertekan. Saya akan memberi resep obat sementara untuk mengatasi stres pasca suatu kejadian yang membuat anda tertekan akhir-akhir ini setelah itu Nona bisa pulang ke Rumah."

THIS JOURNALWhere stories live. Discover now