one.

16 3 0
                                    

g o o d  y o u.

.

.

"Sampai disini dulu, ya. Jangan lupa kerja latihan soal yang ibu berikan tadi. Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Tutup Ibu Devi yang diketahui membimbing olimpiade kimia.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."

Lima orang yang terdiri dari tiga laki-laki dan dua perempuan menjawab salam, lesu setelah tiga jam lebih nonstop menerima materi dan sejam mengerjakan soal-soal—bahkan ditambah dengan latihan soal sebagai pekerjaan rumah, besok dikumpul dan dibahas bersama.

Fathur menepuk meja di belakangnya agak keras. "Den, makan kuy. Tapi lo yang traktir." Fathur mengajak, Dena menimpuk dengan buku bank soal. Terdengar tawa mengejek.

"Enak aja lo. Nggak, gue mau ke perpus."

"Lo rajin banget elah, yakin nih gak mau?" Dena mengangguk, matanya membulat tajam berusaha terlihat tak main-main.

"Yasudah, gue duluan." Laki-laki itu melambaikan tangan, meninggalkan kelas. Laki-laki yang biasa dikenal Fathur itu lumayan dekat dengan Dena karena sekelas dan se-mapel olimpiade. Teman se-mapel yang lain pun sudah keluar kelas. Setelah membereskan tas, Dena menuju perpustakaan.

Perpustakaan ternyata ramai, lebih ramai dari biasanya. Mungkin karena dua minggu lagi menuju olimpiade. Beberapa siswa yang ditunjuk sedang dikarantina, namun tetap datang ke sekolah untuk menerima bimbingan dari guru mata pelajaran olimpiade, dan menghabiskan waktu di perpustakaan. Lebih enak belajar disini, AC-nya dingin dan buku-buku lengkap.

Sebenarnya setelah bimbingan diperbolehkan untuk pulang, namun Dena menguatkan diri untuk harus latihan beberapa soal lagi, baru istirahat setelahnya. Dena menyusuri rak bagian kimia, mencari buku berisi materi yang lebih lengkap dan terperinci. Menemukan buku yang pas, lalu mencari meja kosong.

Meja-meja penuh. Terlihat banyak siswa namun tetap senyap, jika ribut bakal kena semprot Ibu Lina, penjaga perpustakaan—yang katanya galak. Dena berjalan, menyusuri setiap sisi perpustakaan, berharap menemukan salah satu kursi kosong.

Dapat, akhirnya. "Boleh saya duduk di sini?" Tanyanya pada laki-laki itu. Ada kursi kosong, namun Dena mengomel dalam hati karena, lihat. Meja untuk dua orang, saling berhadapan dan satu laki-laki telah mengisi kursi. Seharusnya perpustakaan menyediakan meja yang besar dan untuk satu orang saja, tak perlu ada yang dua seperti ini.

Laki-laki berkacamata itu mengangguk tanpa mengalihkan atensinya dari buku. Setelah duduk, Dena sedikit mencuri pandang, sepertinya ia salah satu anak matematika—karena rumus dan gaya soal matematika yang amat kompleks—mata Dena bergeser ke papan nama pada seragam putih, Abdi Adli Rizal.

Alih-alih bertanya atau basa-basi, Dena membuka buku kimia. Menyelesaikan beberapa soal yang diberikan Ibu Devi tadi.

Sekitar duapuluh menit berjalan, beruntung karena buku kimia yang lengkap atau telah lihai mengerjakan soal, Dena sudah mengerjakan lima soal. Itu sudah lumayan, karena soal yang diberikan levelnya lebih tinggi dari biasa.

"Lo anak kimia?" Dena mengerjap, mengalihkan fokus ke laki-laki di hadapannya. Abdi, eh atau mungkin dipanggil Adli tetap fokus ke bukunya, akan tetapi Dena yakin suara berat itu berasal darinya.

"Iya." Dena jeda menulis, mencari bahan bicara. Memperhatikan laki-laki kacamata itu. "Lo kelas mana sih? Nggak pernah keliatan." Tanya Dena.

Laki-laki itu sekilas melirik Dena. "Sebelas ipa satu. Gak keliatan mungkin karena lebih sering di kelas. Lo ipa dua atau tiga?"

"Ipa dua," jawab Dena lalu berdeham, ia penasaran dan lanjut bertanya, "Abdi atau Adli, btw?"

"Abdi aja. Lo?"

Dena pikir laki-laki dihadapannya ini segan untuk membuka topik atau mengobrol dengan orang lain, ternyata Abdi cerewet dari yang ia kira. Dena lega, setidaknya merasa lebih nyaman untuk belajar. Dan siapa tahu bisa menjadi teman.

"Dena."

Saling menanyakan nama, tanpa ada jabat tangan—secara, pulpen dan pensil di tangan masing-masing. Hanya senyum singkat dan kembali fokus pada kerjaan.

.

.

.

Oke kayaknya ini aneh banget ya. Gataulah enjoy aja ya.

Karena ini b aja bahkan jelek, kritik sarannya ya, uwu.

Vote dan komen juga oke:)

good you.Where stories live. Discover now