two.

12 3 0
                                    

g o o d  y o u.

.

.

.

Lima belas soal telah selesai, Dena membereskan buku-buku dan perlengkapan tulisnya. Ia melirik Abdi—ternyata laki-laki itu tertidur, Dena tidak sadar. Menimang dalam hati, membangunkan laki-laki itu atau tidak.

"Em, Abdi, bangun. Udah jam satu ini." Tidak ada sahutan, Abdi tertidur pulas.

"Abdi. Bangun, Abdi." Dena memukul bahunya menggunakan buku kimia perpustakaan. Abdi terbangun setengah kaget, membenarkan kacamatanya. "Eh, sori. Makasih udah bangunin."

"Iya, gue duluan ya. Jangan tidur lagi lo."

.

.

.

Fathur

Dena
Oi
p

Apaan
20.03 | Read

Lo udah kerjain soal nggak?

Udah dong
Nggak ada contak contek
20.05 | Read

Hilih
Sapa yg mau contek juga
dah selesai kali
Gue kan pinter

masih untung lu pinter beneran
:)
20.06 | Read

"Untung sabar gue." Dena tersenyum lebar—paksa, menahan kesal kepada laki-laki yang sayangnya memang paling pintar antar anak olimpiade kimia. Tapi orang seperti itu malah terlihat lebih santai, selalu begitu.

Setelah makan malam dan sholat Isya, Dena kembali berkutat dengan materi dan latihan soal. Tidak mau kalah dengan Fathur, Dena membayangkan wajah mengejeknya. Perempuan itu sangat berambisi jika menyangkut kompetisi.

Kini pun matanya terasa berat, mengantuk. Ia menutup buku dan membersihkan meja belajar. Kemudian menjatuhkan badannya ke tempat tidur.

.

.

.

Perempuan itu lincah turun dari tangga. Menuju meja makan, bersiap sarapan. Mama menaruh roti bakar berisikan selai coklat kacang ke tiga piring. Susu coklat milik Dena telah siap sebelum roti, Dena meneguk hingga setengah gelas.

"Abang belum turun, ma?" Dena memakan rotinya. Hanya Dena yang mengisi meja makan, abang dan papanya belum sarapan.

Papa Dena seorang dosen di universitas negeri, Mamanya merupakan pengusaha—memiliki kedai kue, Dena suka membantu Mama dan dua pegawainya, membuat kue atau mengantar pesanan orang ke meja. Dena pun memiliki seorang kakak, hanya beda setahun darinya.

"Belum tuh, telat bangun kali," Mama mengaduk teh yang biasanya untuk Papa, "De, liatin abangmu dulu sana."

Dena mengangguk patuh, segera naik ke lantai dua. Kaki-kakinya berisik menginjak lantai dengan keras dan terlampau cepat, dia bakal telat bimbingan. Abangnya juga bisa terlambat.

good you.Where stories live. Discover now