His Dad!

34.1K 927 57
                                    


Happy Reading.

*

Yang Aliya tau ayah Jiya tampan, sangat tampan. Lebih cocok disebut Oppa dari pada Daddy. Manis walaupun dengan tatapan sangat tajam.

Dia Ko Jimin.

Kesan pertama Aliya melihat Jimin, datar dan dingin. Tidak ada senyum pada bibir kissable itu. Jelas Aliya salah tingkah. Ayah Jiya sangat tampan tidak bicara sama sekali. Hanya tersenyum pada Jiya dan tidak melihatnya sama sekali. Hello memang Aliya siapa harus dilihat.

Sadar Aliya!

"Jaga Jiya baik-baik" Aliya hanya mengangguk kaku, tidak ada yang bisa dirinya katakan lagi.

"Daddy tenang saja. Jiya baik-baik saja dengan Nenek Sihir ini" Aliya hanya mendengus samar. Memang Jiya itu imut tapi mulutnya tidak bisa distop untuk memaki orang. Benar-benar.

"Baby tidak baik bicara seperti itu" Aliya tersenyum kala Jimin menasehati Jiya, oke Jimin memang cocok disebut Daddy.

"Aliya-shi?"

"Ya Tuan?"

"Jika ada kata-kata Jiya yang menyinggungmu maklum. Dia tidak punya ibu" Aliya mengerjap beberapa kali dan akhirnya mengangguk.

"Eith Daddy bicara apa? Aliya akan jadi Mama Jiya. Iyakan?"

"Aku mau Jiya, meskipun harus tua dulu karena punya anak nakal sepertimu. Aku mau" monolog Aliya setuju.

"Baby tidak boleh seperti itu. Ah sudah ayo tidur dengan Daddy" Aliya diam saat melihat Jimin membawa Jiya kekamar, sedikit sendu karena Jimin menolak apa yang dikatakan Jiya, Aliya berharap jadi istri Jimin. Walaupun Tidak akan mungkin.

"Baik Aliya jangan terlalu berharap. Lebih baik kau tidur"

*

Pagi yang sempurna, dimana semua pelayan libur dihari Sabtu dan Aliya tidak termasuk. Aliya masih masuk dan minggu baru libur, Jiya yang mengatur semua Schedule-nya. Aliya hanya menurut saja.

Karena tidak ada yang bisa diandalkan untuk masak akhirnya Aliya turun dapur. Masak seadanya karena tidak ada persiapan apapun. Terlihat seperti keluarga bahagia, dimana anak dan ayah menunggu dimeja makan dan sang ibu masak, memang manis hanya saja itu bayangan Aliya saja. Mana mau Jimin dengan dirinya.

"Mama?" Aliya menatap Jiya aneh, bocah ini berada tepat disampingnya, wajahnya lucu karena belum mandi. Aliya sempat akan memandikan Jiya tapi bocah itu tidak mau karena sudah mengeluh lapar.

"Mama? Kau memanggil aku Mama? Yakin?" Pasalnya jarang Jiya bersikap manis. Selalu saling mengumpat satu sama lain dan tumben Jiya jadi seperti ini.

"Memang. Kau terlihat seperti Mama-ku. Masak untuk aku dan Daddy. Sama seperti yang diceritakan temanku" Aliya mematikan kompornya dan menunduk, menyamakan tingginya dengan Jiya.

"Kau cukup manis sih tapi nakal. Kurang-kurangi sikap menyebalkan mu" Aliya memang tidak bisa bohong. Aliya selalu jujur meskipun menyakitkan.

"Aku tidak nakal. Hanya berekspresi dengan baik, kadar kenakalan anak itu menentukan kecerdasannya" Aliya tersenyum dan mengusap rambut tipis Jiya, Aliya tau jika Jiya anak yang manis hanya saja bersembunyi dengan ketusnya, sekarang terjawab karena Jiya tidak punya ibu. Tidak ada sosok yang mendidik dan mendampingi Jiya.

"Baik-baik anak pintar sekarang cuci tangan, sarapanmu akan sampai dalam waktu 5 menit. Ayo" Jiya melesat menuju Kamar mandi dekat dapur dan Aliya jelas menuju meja makan. Dimana ada Jimin yang tengah memainkan ponselnya. Hanya baju tidur

My Daddy! 18+ ✔Where stories live. Discover now