Eleven : Bye

97 18 3
                                    

Gue jalan di koridor dengan orang yang menatap ke arah gue, ada yang sinis dan ada juga yang menatap biasa saja. Gue heran, ini orang di koridor pada kenapa. Kalau ada Eunha pasti dia udah ngomel karena ditatap begini, tapi karena gue cuma sendiri jadi gue lanjutin jalan gue dan sebisa mungkin gue gak mikirin tatapan orang.

"Ju," Gue noleh dan menatapi teman kelas gue.

"Kenapa?"

"Lo gak merasa aneh sama tatapan orang ke lo?" gue mengernyit, gimana teman kelas gue tau kalau gue di tatap sinis sama orang-orang.

"Berita lo sama Dokyeom udah ke sebar satu universitas kita." Ucapan teman gue langsung membuat gue terdiam. Ternyata secepat itu info menyebar, bahkan baru berapa hari gue pasang Snapgram sama Dokyeom kemarin, bahkan teman Instagram gue gak sebanyak Eunha, bisa dibilang followers gue ya cuma teman-teman gue juga.

"Beritanya gimana?"

"Lo pacaran sama Dokyeom. Bener ju?" Tanpa menjawab pertanyaan temen gue, gue langsung ke tempat duduk gue.

Sekarang gue mikir Eunha gimana. Gue takut Eunha marah saat dia mendengar berita ini. Gue gak mau kehilangan Eunha, dan gue juga gak mau lepas Dokyeom. Gue bakal jujur sama perasaan gue, gue udah mulai suka atau bisa dibilang sayang?— sama Dokyeom walau dia sering jahilin gue. Tapi dengan Dokyeom begitu, dia gak bisa pergi dari pikiran gue, setiap gue melakukan kegiatan, gue selalu mikirin Dokyeom. Secepat itu memang Dokyeom masuk ke hati gue. Dokyeom yang humoris dan receh masuk dalam hati gue segampang itu.

Tapi sekarang gue gak bisa mikirin diri gue dulu, gue juga harus mikirin perasaan teman gue. Gue harus mutar balik otak gue buat mikir gimana caranya menjalani ini tanpa ada yang dilepaskan. Padahal gue sudah tau, kalau Eunha lah yang harus mengalah karena gue gak bakal lepasin Dokyeom begitu aja.

Maaf Na, gue milih egois kali ini.

"Yuju," Gue mengangkat kepala gue dengan lemah, Eunha ada di depan gue dengan tatapan yang menahan amarah. Ternyata Eunha udah tau beritanya.

Eunha langsung menarik kursi dan duduk di sebelah gue, "Ju, pasti lo udah dengar beritanya kan?" Pertanyaan Eunha membuat gue mematung. Gue sama sekali membisu, gak bisa memberi tahu yang sebenarnya dan gak bisa memberi alasan kepada Eunha. Padahal baru kemaren gue sama dia kumpul bareng bareng, rasa nya secepat ini waktu menunjukkan.

"Ju!" Bahkan Eunha membentak gue. Tapi saat gue ingin menjawab pertanyaan Eunha, dosen gue masuk jadi Eunha kembali menarik kursinya menjauhi gue. Gue langsung menghela nafas gusar.

Gue selalu takut ini terjadi, tapi waktu terus bertambah. Tandanya sekarang waktunya gue berbicara kejujuran entah tentang perasaan dan entah tentang apapun itu. Mungkin ini bisa dibilang bukan waktu yang tepat, tapi karena dengan semuanya tau berarti gue harus jujur. Pikiran gue hanya bagaimana perasaan Eunha kalau gue bilang gue tetap harus sama Dokyeom, sedangkan gue tau perasaan suka Eunha ke Dokyeom dari jaman ospek dan sampai sekarang pun belum berkurang. Tapi gue juga mikir perasaan Dokyeom, bagaimana cara memberi alasan ke Dokyeom kalau gue nyerah dengan hubungan kita. Tapi gue juga mikir bagaimana kecewanya Orang Tua gue dan Orang Tuanya Dokyeom nanti. Padahal gue bisa saja memberi alasan ke Eunha ini dijodohin, karena ini memang dijodohin. Tapi entah kenapa berat banget mulut gue memberi alasan ke Eunha.

Ting!

Acara melamun gue terhenti ketika merasakan getaran di kantung celana gue,

Dokyeom

|Ju
|Yuju
|Juuuuuuu

Apa?|

|Lo gak papa?

Bye!✓Where stories live. Discover now