14

1.7K 199 50
                                    

"Kau memang anak yang terbaik."

"Kau tahu, kami hanya menyayangimu, tidak ada yang lain."

"Kau memang anak yang terbaik."

"Kau tahu, kami hanya menyayangimu, tidak ada yang lain."

Ia menatap miris bayangan buram seseorang yang berulang kali mengatakan dua kalimat itu. Hingga kalimat itu terus terngiang-ngiang di kepalanya. Itulah kenapa orang yang mengatakannya memburam, karena dua kalimat itu yang terus diingatnya. Lalu ketika matanya menangkap beberapa orang yang sama-sama buram, senyumnya berubah sinis.
Apakah ia harus bersama mereka lagi?

Itulah hal yang kini dipikirnya. Namun, ketika ia hendak mendekati mereka, tiba-tiba kepalanya didera rasa sakit yang cukup membuatnya mengerutkan dahi. Dengan rasa sakit yang dirasakannya, ditatapnya lagi orang-orang itu yang terasa mengabur. Dalam sekejap pandangannya menghitam.

Seketika tubuhnya terasa sakit, terlebih wajahnya. Rasa sakit itu membuat kelopak matanya membuka dengan perlahan. Tetapi ketika matanya menangkap cahaya putih, dengan reflek indra penglihatannya itu kembali memejam. Lalu dibukanya lagi dengan perlahan hingga matanya menangkap atap berwarna putih yang lurus dalam pandangannya.

"Hye Sang-a, kau sudah sadar?"

Pandangannya segera beralih pada Jung Soo Ri yang menatapnya dengan khawatir.

"Soo--" Ia belum selesai mengucap sepatah kata pun ketika tiba-tiba mendapat sengatan nyeri pada bibir dan wajahnya. Sepertinya ada bagian bibirnya yang pecah.

"Jangan berbicara dulu. Wajahmu pasti sakit karena lebam," ujar Soo Ri dengan nada khawatir yang terdengar jelas dalam kalimatnya. "Aku akan panggilkan dokter dulu."

Shin Hye Sang hanya terdiam menatap Soo Ri yang berlalu pergi. Kemudian ia memejamkan matanya. Jadi ia berhasil tertolong. Dan kini ia berada di salah satu ruangan yang selalu dimasukinya dengan tujuan untuk memeriksa pasien, tetapi sekarang ia yang menjadi pasien. Ia tak menduga akan berada di sini lagi setelah sekian tahun. Padahal ia sama sekali tak berniat menginap di sini malam ini. Dengan tambahan wajah memar, perut terasa sakit, dan tangan diinfus.

Jung Soo Ri kembali tak lama kemudian dengan salah satu rekan kerjanya, Han-sonsaengnim, Dokter Umum. Tanpa kata, rekan kerjanya itu segera memeriksanya. Dari mulai detak jantungnya, perutnya yang terasa sedikit nyeri, dan juga wajahnya.

"Syukurlah. Tidak ada hal serius yang terjadi. Pukulan pada perut Anda tidak membuat organ dalam Anda terganggu, sepertinya pukulannya tidak terlalu keras." Tutur Han-sonsaengnim.

Memang dibandingkan pukulan di wajah, pukulan di perut tidak terlalu sakit, dan ia hanya menerima dua kali pukulan di sana.

"Tetapi wajah Anda harus terus dikompres untuk meredakan lebam. Perut Anda terasa nyeri, Lee-sonsaengnim?"

Hye Sang menggerakkan kepalanya dengan pelan untuk menjawab, meski selanjutnya ia harus tahan dengan rasa nyeri yang segera terasa.

"Itu juga disebabkan karena Anda telat makan. Mungkin sekarang Anda belum bisa membuka mulut lebih lebar, tetapi kalau terus dikompres, lebamnya pasti akan sembuh. Nanti saya akan meresepkan obat untuk Anda. Untuk sementara Anda hanya bisa memakan bubur. Nanti akan ada perawat yang datang membawa makanan dan obat untuk Anda. Cepat sembuh, Lee-sonsaengnim, saya pamit dulu." Han-sonsaengnim melangkah keluar setelah meenganggukkan kepala padanya dan pada Soo Ri.

That Day [Mark Lee]Where stories live. Discover now