Tomboy Punya Teman Jenius

46 12 1
                                    

Karawang, 04 Juni 2020

Tepat seminggu yang lalu di hari ulang tahunku, ketika itu kalender berukuran tidak terlalu besar menunjukan tanggal 12 Oktober. Mataku telah terbelalak dan bangun dari tidur terlihat jendela sudah terbuka dan memancarkan sinarnya mentari pagi. Ku dengar sedikit perbincangan ayah dan ibu yang sedang membincangkan perihal pekerjaan ayah, katanya Ayah akan di pindah tugaskan. Apa boleh buat, hari itu juga kami harus segera meninggalkan rumah yang bertahun-tahun telah kami tempati. Aku akan kembali dengan suasana yang asing. Semula aku yang tinggal di kota hujan yang di kelilingi suasana yang syahdu ini kini akan berubah menjadi kota yang di kelilingi suasana kebisingan kendaraan, kota Metropolitan.


Mentari pagi sudah menyapa dan seperti biasanya Ibu sudah bangun lebih awal masuk dan membuka jendela kamarku. Aku sedikit kesiangan pagi ini, pagi sudah menunjukan pukul 06.00 padahal kelasku akan di mulai pukul 06.30. Aku segera bergegas bersiap untuk mandi dan memulai hari yang baru pagi ini. Karena aku baru saja pindah sekolah, kebetulan sekolah ku itu dekat dengan kantor Ayah. Aku sangat mengenal bagaimana kota Metropolitan ini di penuhi kendaraan, macet dan tentunya aku akan semakin terlambat datang ke sekolah.

Setelah mandi Ibu menyapa
“Pagi Syil, kamu hari ini kesiangan. Padahal hari ini hari pertamamu di sekolah yang baru.”
Aku hanya menjawab, “Iya maaf Bu, Syila kesiangan hari ini.”

Aku Rasyila gadis berumur 17 tahun yang akrab di sapa Syila, belum lama ini menduduki jenjang sekolah menengah atas dan duduk di bangku kelas 2. Perempuan seperti diriku ini tidak menyukai gaya dan fashion yang terlalu mewah dan terlalu seperti perempuan, aneh bukan. Aku lebih senang yang sederhana, yang biasa saja tapi elegan. Teman-teman di sekolah lama ku dulu mengenalku sebagai seorang gadis yang tomboy, tapi aku dengan keseharianku yang senang berpakaian syar’I hijab yang menutupi. Tak jarang teman-teman ku heran karena caraku berfashion. Bagaimana tidak aku lebih senang dengan gaya seperti anak laki-laki. Baju berwarna gelap pekat, sepatu yang serba hitam, sepatu sport ketika bersepeda dan aksesoris gelang yang selalu tak luput untuk di pakai.

Aku juga terkadang tak suka memperhatikan orang di sekelilingku yang belum ku kenal. Tak jarang saja aku suka lupa, siapa orang yang hari itu pernah ku temui. Kalau aku belum berkenalan dengannya. Orang yang belum mengenalku akan menilai ku sebagai orang yang nggak pedulian dan cuek banget. Aku suka menulis puisi-puisi yang bermakna dalam, walau aku tomboy aku masih punya jiwa wanita. Ya itulah diriku.

Selepas sarapan aku segera berangkat ke sekolah diantar Ayah karena akan sekaligus pergi ke kantornya yang tak jauh dari sekolahku itu.
Setelah sampai aku pamit pada Ayah,
“Syila sekolah dulu yaa.”, sambil pamit mencium tangan Ayah.
Lalu Ayah bergegas pergi. Pukul 06.30 tepat aku baru sampai ke sekolah. Ya, hiruk pikuk kota Jakarta, seperti inilah. Sedikit terlambat saja, kacau semuanya.

“Mati aku…sekolah baru, hukuman baru….”, bergegas aku berlari menuju kelas ku.
Bahkan aku pun tak tau dimana kelas tempat ku akan belajar.

Kepala sekolahku kemarin yang menelpon Ibuku itu bilang kalau aku ditempatkan di kelas 2 MIPA3, tapi aku bingung dimana kelas MIPA3 itu bisa ku temui. Di tengah kebingunganku ini, ada seorang anak laki-laki berdiri tidak jauh dariku malah hanya melihatku, tak menyapa bahkan tak sedikitpun mempunyai niat untuk bertanya sedang apa aku berdiri. Gayanya seperti orang kaya yang sok keren.
Bel sudah mulai berbunyi,

“Payah dirimu ini Syil, hari pertamamu sekolah, pada bel pertamamu kamu harus di hukum untuk keterlambatan ini sepertinya.”, sambil bergumam dan gemetar aku memegang erat tas ku.

Antologi Cerpen (Lingkup Yang Tak Usai) Where stories live. Discover now