4. Soon

2.2K 262 47
                                    

Lucass berbaring di atas kasur dalam kamarnya. Kedua tangannya dibiarkan terlentang disisi kanan dan kiri tubuhnya. Tatapannya tajam menyorot ke langit-langit kamar yang bewarna hitam.

Dia menggerakkan tangan kanannya, lalu dia ulurkan ke depan mata. Cahaya samar bewarna ungu perlahan muncul dari setiap ujung jarinya, semakin lama semakin jelas, lalu berputar seperti pusaran air.

Lucass menatapnya datar. Dia melepaskan mananya, memancarkan aliran sihir itu kesegala arah, hingga ruangan yang awalnya gelap kini berpendar hingga keluar jendela menara. Lucass memejamkan mata, rasa hangat tiba-tiba menyusup kehatinya.

Setelah berminggu-minggu dia berlatih sihir, berkali-kali gagal dan terluka, kini Lucass puas dengan pencapaiannya. Sihir yang dia butuhkan untuk menemui Athanasia, semua telah dia kuasai.

Yang dia perlukan adalah rehat sejanak memulihkan tenaga yang terkuras setiap harinya. Setelah itu, dia datang menjemput Athanasia secepatnya.

Lucass mengubah posisinya menjadi miring ke kanan, menatap ruang kosong disisi lain tempat tidurnya. Tempat dimana Athanasia pernah tertidur saat dia membawa gadis itu kemenaranya.

Bibirnya menyunggingkan senyum, membayangkan wajah Athanasia yang terlelap disampingnya.

***

Lucas menatap Athanasia yang fokus pada pekerjaannya di atas sofa di dalam kamar dari atas kasur. Matanya menatap serius pada sesuatu digenggaman tangannya, beberapa kali gadis itu sempat mengaduh kala jarinya tidak sengaja tertusuk jarum.

Kain kecil bewarna merah sepanjang enam puluh centimeter itu ada di genggaman tangan Athanasia. Gadis itu sedang melakukan sesuatu yang tidak Lucas ketahui pada bagian ujung kainnya.

Entah bagaimana, gadis itu tertarik dengan apa yang dilakukan Lilian kemarin. Dia melihat Lilian membuat bordiran bunga mawar indah disapu tangan putih miliknya. Tidak usah ragukan dia, Lilian memang sudah terampil dengan jarum dan benang, tidak seperti Athanasia.

"Ow," Untuk kesekian kalinya, gadis itu tertusuk lagi.

Lucas hanya berdecih, lalu kembali mengeluarkan sihirnya dari jauh untuk menutup luka dijari Athanasia.

"Terimakasih Lucas," untuk kesekian kalinya juga Athanasia mengucapkan kata yang sama.

"Apa sih yang kau lakukan itu? tidak berguna." ucapnya sarkas.

"Kalau tidak bisa tidak usah dipaksa. Buang-buang tenaga."

"Kau tidak kasihan pada ulat yang sudah mengorbankan nyawanya untuk membuat benang? sia-sia saja usahanya hanya untuk kau buang."

"Mereka pasti menangis di alam baka."

"Tanganmu memang tidak berseni, hentikan saja."

Lucas sialan! bajin*an! bren*sek!

Athanasia menjentikkan jari, lalu suara musik tiba-tiba muncul entah darimana. Athanasia kesal sendiri mendengar ucapan Lucas, benar-benar tidak ada kata penyemangat sama sekali.

Lucas menatap Athanasia tidak percaya. Gadis itu tidak mendengarkannya dan malah mendengarkan musik dengan suara kencang seperti ini. Lucas mendengus, lalu meraih bantal guling di sampingnya. Memeluknya.

Sebenarnya musik yang Athanasia putar dengan sihirnya hanya suara instrument piano klasik. Tidak mengganggu sama sekali, justru ini mampu membuat tenang pikiran. Lucas hanya tidak suka diabaikan oleh Athanasia, tapi gadis itu malah fokus dengan kegiatannya sendiri.

Menatap Athanasia, lama-lama Lucas jadi mengantuk. Dia memejamkan mata, tidak lama kemudian, dia sudah jatuh tertidur.

Athanasia yang tidak mendengar suara berisik Lucas mengalihkan pandangannya pada pekerjaannya, lalu dia tersenyum kecil mendapati laki-laki itu tertidur. Bukan tidak mengerti, Athanasia tahu Lucas hanya bosan dan dia tidak suka diabaikan.

Center Of Gravity (END)Where stories live. Discover now