I

1.9K 104 5
                                    

Malam itu ....

Aku paling benci ketika aku teringat pada malam hari itu.

Malam ketika mimpi buruk di dalam hidupku terjadi dan tidak akan pernah bisa diulang kembali.

Seandainya ... kata-kata yang paling ingin ku ganti, kata yang ingin ku miliki untuk ku buat jadi kenyataan.

Seandainya ... seandainya!

Seandainya aku dapat mengubah waktu.

Membuat pilihan dan menentukan yang terbaik.

Aku akan memilih tidak datang pada malam itu.

***

Saat sinar matahari pagi mulai masuk dari sisi timur, menerobos sela-sela kaca jendela dan jatuh di wajah tampan pemuda berambut cokelat. Menerangi sudut-sudut kamar milik pemuda yang sekarang menarik selimut semakin menutupi wajahnya. Terusik dengan cahaya matahari.

Ketukan pintu yang terdengar pelan, membuat si pemuda mengerutkan kening jengkel. Semakin lama suara ketukan semakin cepat. Bisa ia bayangkan siapa yang mengetuk pertama dan siapa yang sekarang sedang mengetuk pintu kamarnya. Si pemuda lebih mengeratkan selimut dan menutup telinganya dengan bantal, meredam bunyi ketukan di pintu. Masa bodoh, ia masih mengantuk.

Belum berselang semenit setelah ketukan di pintu berhenti, terdengar nada dering handphone miliknya. Setelah panggilan kedua, akhirnya tangan putih terulur mengambil handphone yang terletak di meja sebelah tempat tidur. Nama Ai-chan yang terpampang di layar membuatnya mengerang.

"Kudo-kun, ini sudah jam 6! Bangun kau atau aku akan--"

"Iya, tidak perlu menggunakan kunci cadangan. Aku sudah bangun," sahut si pemuda bernama lengkap Kudo Shinichi. Ia mematikan sambungan telepon dan merenggangkan tubuhnya. Shinichi menghela napas pelan dan menuju kamar mandi.

Bersiap memulai aktivitasnya hari ini. Jika ia masih belum keluar dalam sepuluh menit, bisa dipastikan si penelpon tidak akan bercanda dengan ucapannya dan siapa yang akan tahu apa yang akan menimpa dirinya jika sampai sungguhan terjadi.

***

Shinichi Kudo, siswa kelas 3 SMU yang telah menghilang selama dua tahun, akhirnya kembali. Teman-temannya tidak tahu apa yang sudah pemuda jenius kesayangan kepolisian Jepang itu lakukan hingga dua tahun ia cuti dari sekolah.

Sebenarnya mereka tidak begitu heran dengan kemunculannya yang sesekali saja di sekolah dan lebih banyak cuti. Shinichi termasuk siswa terbaik di angkatannya, tanpa duduk belajar di kelas juga anak itu sudah lebih paham dibandingkan guru-guru yang mengajar. Sangat banyak kasus dan misteri yang sulit telah dia pecahkan, sehingga mendapatkan julukan sebagai penyelamat polisi di Jepang. Karena sekolah juga longgar dengan murid hebat yang membuat nama SMU Teitan terkenal, jadi tidak ada yang mempermasalahkan ketidakhadiran Shinichi.

Namun, karena teman-temannya yang lain sudah menyelesaikan ujian akhir dan sekarang bersiap untuk masuk ke universitas. Mau tidak mau Shinichi harus mengejar ketertinggalannya dan mengulang kembali pelajaran-pelajaran yang dua tahun tidak ia ikuti. Seminggu ke depan Shinichi akan menghadapi ujian akhir sebelum ia bisa dinyatakan lulus sebagai murid SMU Teitan.

"Sudah tahu ujianmu minggu ini bakal dimulai, kenapa masih saja malas-malasan seperti itu?" ucapan pedas datang dari gadis muda yang meletakkan sepiring roti dan segelas susu ke atas meja makan saat ia melangkah masuk ke dapur.

Shinichi menatap profesor gemuk yang duduk tenang di meja makan, profesor membalas dirinya dengan mengangkat kedua bahu, tanda tidak akan mengatakan apa pun karena gadis kecil di hadapannya mereka sangat mengerikan kalau sedang marah.

Profesor gemuk bernama Hiroshi Agasa ini adalah tetangga sebelah rumahnya dan gadis kecil yang sedang ngomel itu adalah Ai Haibara. Mereka sudah pagi-pagi berada di kediamannya sesungguhnya bukan hanya karena ia akan mulai ujian. Namun, lebih tepatnya karena dia berada di bawah pengawasan sang gadis kecil. Gadis itu sedang mengobservasi keadaan dirinya dan mencegah kemungkinan terburuk yang akan menimpa dirinya.

Haibara, gadis kecil yang sebenarnya memiliki nama asli Shiho Miyano sedang meneliti efek samping dari obat penawar yang dia temukan. Sejauh ini tidak ada masalah dan pengawasan Ai telah berjalan lebih dari satu bulan. Namun, gadis yang masih mengomel di hadapannya ini terus saja merasa khawatir. Bisa saja ia kan berakhir terikat di atas tempat tidur sebagai kelinci percobaan. Loh, bukankah saat ini ia memang menjadi kelinci percobaan, Shinichi menepuk keningnya.

"Ya! Cepat duduk," ucapan Ai belum selesai saat bel kediaman Kudo berbunyi. Ai langsung terdiam tidak lagi melanjutkan menuang susu ke dalam gelas, ia bisa menduga siapa tamu yang berkunjung pagi-pagi seperti ini. Ai langsung meletakkan gelas yang sedang ia pegang dan menarik tangan Profesor Agasa. Dia berjalan ke pintu belakang yang akan menghubungkan dengan jalan pintas ke rumah profesor. Sebelum Shinichi bisa mengatakan sesuatu, gadis kecil itu sudah menghilang dari balik pintu dan tatapan maklum dari Profesor Agasa adalah yang terakhir dia lihat sebelumnya keduanya pergi.

***

"Ran? Ada apa pagi-pagi?" ucap Shinichi. Dia lumayan terkejut dengan teman masa kecilnya ini. Jarak rumah mereka lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Namun, gadis berambut panjang ini sudah ada di depan pintu rumahnya. Sebenarnya tidak ada masalah jika Ran berkunjung, tetapi sedikit membuat dirinya nostalgia dengan kehadiran gadis ini pagi-pagi. Rok mini, kaki putih mulus. Plak, hentikan hayalan kotor ini.

"Kamu akan mulai ujian kan? Hanya ingin menemanimu, tidak apa-apa, kan?" tanya Ran. Gadis itu dengan santai membuka sepatunya dan melangkah ke dalam terlebih dahulu. Meninggalkan Shinichi menutup pintu rumahnya.

Ran berbelok ke arah dapur dan ia mencium aroma roti panggang, alisnya berkerut bingung. Seingat Ran, Shinichi termasuk orang yang sangat sulit untuk bangun pagi. Apalagi sampai menyiapkan sarapan seperti ini rasanya sedikit sulit diterima. Jika dulu, dia yang menyiapkan sarapan lelaki ini sebelum mereka berangkat sekolah. Siapa yang menyiapkan sarapan? Apa memang telah banyak perubahan yang dialami oleh Shinichi? Apa aku sudah tidak dia butuhkan lagi. Ran mengepalkan tangan kirinya dan ia terus melangkah ke meja makan. Tidak akan dia biarkan posisi yang sudah lama dia pegang terenggut begitu saja.

"Aku tidak ingat sudah bercerita denganmu?" gumam Shinichi menyusul Ran ke dapur. Ia meringis kecil saat Ran mengeluarkan tas tangan yang ternyata juga berisi sarapan. Untung saja Ai tidak di sini, bisa Shinichi bayangkan akan ada kilatan imajiner saat kedua tatapan gadis itu beradu jika kondisinya bersaing seperti ini.

"Sudah lama tidak mampir ke sini. Ada, kan, kemarin kamu bercerita sebentar lagi akan mengikuti ujian susulan. Jadwal ujian susulan bisa dilihat di pengumuman sekolah, kan, tentu saja aku tahu," jawab Ran. Dia membuka kotak bekal dan menatanya di atas meja.

"Jangan pasang wajah bersalah seperti itu, aku hanya memasak lebih banyak hari ini dan kebetulan ingat kamu biasanya tidak sarapan sebelum berangkat. Jadi aku membawanya, tidak tahu jika kamu sudah membaut sarapan sendiri," kata Ran, sama sekali tidak melirik sosok Shinichi yang berdiri tidak jauh dari meja makan, ia mengambil piring dan bertindak seolah dua tahun jarak di antara mereka tidaklah pernah ada.

"Cepat makan, nanti kamu terlambat," seru Ran. Ia sudah mulai makan dan mengisyaratkan Shinichi untuk cepat-cepat karena waktu sudah menunjukkan jam tujuh lewat. Mereka bisa terlambat ke sekolah.

Shinichi terbayang tindakan Ai tadi, ia menghela napas kecil dan menarik kursi yang berhadapan dengan Ran. Untuk saat ini mari isi perut terlebih dahulu lalu pikiran hal lain saat perut kenyang.

Termasuk kemungkinan dua gadis di dalam hidupnya berebut menyiapkan sarapan untuk penghuni kediaman Kudo.

***

Drive Me CrazyWhere stories live. Discover now