Part 2

67 22 5
                                    


"Maafkan aku, kuharap dirimu baik-baik saja. Tolong lawan rasa sakitnya, bertahanlah."

*****

Steve sangat syok mendapatkan kabar kecelakaan dari Benn. Firasat buruknya sedari tadi terjawab sudah. Tidak ada gunanya lagi untuk menyesal. Yang menjadi permasalahan adalah ketika orang asing yang menjadi korban kecerobohan Benn. Bagaimanapun juga Steve merasa bersalah telah menyuruh Benn datang ke Club tadi. Andai saja dirinya tidak memberitahu pada Benn sudah pasti hal ini tidak akan terjadi. Steve mendengus napasnya pelan sambil memunguti kertas-kertas juga map yang berserakan dan tas selempang hitam didepan mobil Benn yang akan ditebaknya pasti itu punya korban Benn. Setelah menyuruh orang suruhannya mengamankan mobil Benn akhirnya Steve memutuskan untuk ke rumah sakit memastikan keadaan Benn dan korbannya.

Benn memijit kepalanya sambil menunggu pemeriksaan di saat ini diruang UGD. Saat ini dirinya juga sedang menunggu Steve yang sudah disuruhnya membawakan tas dan barang gadis yang menjadi korban kebodohannya. Benn menghela napas kasar, "Sial kepala gue pusing banget."

Benn mendongakkan kepala saat merasakan tepukan di bahunya.

"Gimana keadaan lo?" Tanya Steve kemudian.

"Enggak begitu baik karena kepala gue berat banget dan pusing juga." Benn kembali memijit kepalanya karena terasa sangat berat.

Steve menganggukkan kepalanya seolah mengerti lalu duduk dan menyerahkan tas juga barang-barang gadis itu kepada Benn. Sedari tadi Benn khawatir dengan keadaan gadis itu dan ingin mengabari pihak keluarga gadis itu secepatnya.

Benn menerima tas dan barang-barang yang lain disimpan dalam map biru, "Thanks."

"Lo mau telpon keluarganya?" Tanya Steve ketika melihat Benn mendapatkan ponsel dari tas selempang hitam itu. Benn mengangguk sebagai jawaban, bagaimana pun keluarganya harus tau bagaimana keadaan gadis ini supaya dirinya bisa merasa lebih tenang. Benn berdecak sebal saat mendapati ponsel gadis itu dikunci dan sudah pasti dia tidak akan bisa menebak apa password nya.

"Shit!" umpatnya sangat kesal.

"Benn mendingan lo istirahat aja, jangan nyiksa diri lo. Gue bisa bantu jagain kok." ujar Steve tak mengerti entah setan apa yang merasuki dirinya bisa sebaik itu.

Benn menggeleng lemah, "Gue hanya bisa tenang kalau udah tau gimana keadaan gadis itu."

*****

Benn berdiri dari tempat duduknya saat melihat seorang perawat keluar dari ruang UGD kemudian diikuti seorang dokter dibelakangnya. Melihat Benn, sang dokter berhenti dan mengerutkan keningnya.

"Bukannya malam ini kau tidak punya shift malam?" Tanya dokter bernama lengkap Jesio Gerald Tyler saat baru keluar dari ruang UGD.

"Yo, gimana keadaan gadis itu?" Tanya Benn khawatir bahkan dirinya tidak sadar telah mengabaikan pertanyaan dokter Jesio sebelumnya. Jujur saat ini dirinya sangat susah fokus karena kepalanya sangat berat.

"Pasien mengalami patah tulang ringan, kondisi tangan dan kakinya masih harus di gips untuk menopang tulang yang patah dan mencegah pergerakan sementara luka yang ada di sekujur tubuhnya akibat terpental ke aspal sudah diperban"

Benn mengusap wajahnya kasar mendengar jawaban itu, "Tapi tunggu dulu, gadis itu korban tabrakan dan kau disini bertanya keadaannya, apa jangan-jangan?" ujar dokter Jesio sambil menatap dokter ganteng dihadapannya curiga.

Benn mengangguk sebagai jawaban lalu mengusap wajahnya dengan kasar lagi. Entah mengapa hari ini dirinya sangat sial. Sudahlah tidak ada artinya saat ini menyesal, yang harus dipikirkannya saat ini adalah mencari solusi. Sadarlah Benn, pikirkan baik-baik dengan otak pintarmu!

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 16, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

My Stubborn AutumnWhere stories live. Discover now