1 || Don't Cry

156 36 35
                                    

"kau tidak tahu bagaimana rasanya menahan rindu yang teramat"

-Jerniati-

•••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
.

Aku menahan agar tidak lagi menangis. Tapi tetap saja. Air mataku tidak bisa diajak kompromi. Ia terus berhasil lolos dari bendungan air mataku.

Sore itu, aku terlihat seperti pria berumur 5 tahun yang cengeng. Tapi kenyataannya, aku adalah seorang pria berumur 29 tahun yang baru ditinggal seseorang yang amat aku cintai.

Aku duduk menatap batu nisan bertuliskan nama Mira Putri Wingsi. Semua orang yang tadi ikut menghadiri pemakamannya sudah pergi. Hanya aku tersisa. Yah,dan satu temanku,Faris.

"Ayo,pulang Fal,udah jam 4 sore. Sampai kapan kau mau disini?"

Aku tak menghiraukan ucapannya. Dia temanku yang paling cerewet.

"Ck,kau ini cowok atau bukan enggak sih? Kau kayak banci,"

Aku meraih cepat kerah bajunya. Lalu kucengkram kuat,dan kutatap tajam matanya.

"Kau gak tau apa-apa,ris. Apa kau tau gimana rasanya saat ditinggal orang yang kita cintai?!"

Faris menunduk. "Sorry,Fal. Tapi nangis selama 3 jam juga gak bakalan hidupin Mira lagi,"

Aku melepas kerah bajunya. Lalu ia merapikan kemeja hitam yang kusut karena ulahku.

Aku mengacuhkannya,lalu kembali duduk di samping kuburan Mira. Mira adalah tunanganku. Dia baru dikubur 4 jam lalu. Kematiannya karenaku. Karenaku. Kalau saja--

Ah,sudahlah.

Kau tidak akan mengerti perasaanku. Kau hanya akan mengatakan kalau aku pria cengeng atau banci seperti ucapan Faris tadi.


"Pulang,bro. Mau sampai kapan kau nangis disini?" dia mengulang kembali kalimat itu untuk membujukku pulang.

Tapi aku tidak mau. Kakiku sangat berat meninggalkan pemakaman ini. Sungguh aku merindukannya. Aku merindukannya walau dia belum lama meninggalkanku.

Terserah kalian menyebutku pria cengeng atau banci. Tapi saat ini aku ingin disini. Memeluk batu nisan Mira.

"Faldo," panggil Faris.

"Kau pulang deluan,ris. Aku bakal pulang pakai bis," jawabku.

"Oke," aku menatap kepergiannya. Sekarang tinggal aku dipemakaman ini. Yeah, dengan seorang wanita paruh baya dalam radius 10 meter dariku dan pria tua pengurus pemakaman umum.

"Sorry udah ngelanggar janjiku buat nikahin kamu. Sorry karena aku gagal jadi sosok yang akan selalu jaga kamu. Sorry karena udah ngerusak kepercayaan Tante Sari dan Om Veri buat jagain kamu. Sorry kalau kamu belum bahagia selama disisiku. Sorry Mir..." ujarku lirih. Aku memeluk batu nisan. Lagi. Kali ini aku berhasil menahan untuk tidak menangis.

Aku menghela nafas. Lalu berdiri. Bersiap meninggalkan pemakaman walau rasanya berat. Sudah cukup. Aku gak boleh menangis karena Mira benci melihatku menangis.

Dear HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang