Prolog

1.6K 119 21
                                    

Air panas dituangkan kedalam gelas berisi mie instan, aroma bumbu mie yang khas menyeruak. Gelas cokelat diangkat dan dibawa menuju ruang tengah yang menampilkan berita aktual, pembawa acara terlihat menggebu-gebu membicarakan ekonomi negara ini.

Krist Perawat Sangpotirat mengaduk mie yang sudah mulai mengembang, meniupnya perlahan sebelum memasukkannya kedalam mulut. Didapur, wanita paruh baya mencuci piring dengan kekuatan selusin kuda liar. Suara piring yang diletakkan dengan tidak sabar, panci yang digosok hingga terlampau mengkilap, dan spons pencuci piring yang seolah menampar perkakas tak bersalah.

Krist meringis dan mencibir kelakuan ibunya, tapi tidak berani berucap terlampau keras. Menelannya dalam tenggorokkan dan kembali fokus pada makan siangnya.

"Katakan, sekolah itu menolakmu lagi? Demi Tuhan ibu sudah menghitung, kau kesekolah itu untuk ketiga kalinya!"

Krist mengangguk saja dengan ketidak perdulian yang kentara. "Kepala sekolahnya sampai hapal padaku."

"Dan kau masih tetap ditolak?!"

"Pengalamanku mengajar belum ada, jadi mereka ragu menerimaku."

Wanita itu selesai mencuci piring, ia duduk dihadapan putra satu-satunya dan memandang wajah sang putra dengan gusar.

"Berhentilah menjadi guru Krist, pamanmu menawarkan kau bekerja di bank tempatnya bekerja. Pamanmu punya reputasi yang bagus dan posisi tinggi dibank itu." Pleng tidak sanggup melihat putranya hidup terlunta-lunta, lulus dari universitas dua tahun yang lalu dan Krist belum juga bekerja. Banyak yang menggunjing bahwa Krist tertimpa kesialan atau memiliki nasib yang buruk.

"Aku sarjana dari jurusan pendidikan, mana bisa bekerja dibank." Balas Krist tak acuh, mengaduk mie instan miliknya dengan tekun.

Pleng mendengus keras. "Siapa yang perduli? Kau sarjana pendidikan tapi menjadi penulis artikel lepas! Bahkan uangmu tidak bisa membuat kita bertahan hidup selama satu bulan!"

Krist berhenti mengaduk mienya, ia mendongak dan bertemu tatap dengan iris kelam yang diwariskan padanya. "Aku ingin seperti ayah, menjadi guru."

"Menjadi guru? Seperti ayahmu?" Pleng tertawa pahit. "Lihat apa yang dirasakan ayahmu ketika menjadi guru! Dia mati karena tertekan! Semua orang menyalahkannya atas kesalahan yang dibuat muridnya. Tapi ayahmu yang bertanggungjawab! Sudah ibu bilang, jangan mengambil jurusan pendidikan! Jangan seperti ayahmu!"

Krist memahami perasaan ibunya, ia mengerti rasa kehilangan dan kepedihan yang dipendam ibunya selama sepuluh tahun ini. Ayahnya dulu adalah seorang guru, namun karena suatu hal ayahnya dipecat dan disalahkan hingga stress kemudian meninggal dunia. Usia Krist baru tujuh belas tahun saat itu, ia bertanya-tanya sebenarnya apa yang salah? Kenapa ayahnya dipecat dan diperlakukan seperti itu?

Menjadi seorang guru adalah keinginan Krist sejak kecil, setelah kematian ayahnya sang ibu sangat menentang keinginan Krist ini. Namun, Tuhan berkata lain Krist mendapat beasiswa dijurusan pendidikan saat kuliah. Ibunya yang sadar bahwa ia tidak bisa menyekolahkan Krist dengan gajinya sebagai penjahit akhirnya angkat tangan dan membiarkan Krist melanjutkan pendidikan di universitas pendidikan.

Jadi setelah dua tahun ini Krist selalu melamar dan berakhir ditolak, Pleng mulai memaksa Krist melupakan mimpinya dan bekerja dibank atau apapun itu selain menjadi guru.

"Aku akan segera mendapat pekerjaan." Krist berusaha menenangkan kegundahan ibunya.

Pleng ingin membuka mulut lagi namun ponsel Krist diatas meja berdering, Krist menaikkan salah satu alisnya dan menjawab panggilan masuk. Wajah pemuda berambut hitam menjadi sangat sumringah, ia berulangkali mengucapkan terima kasih dan kesulitan menyembunyikan senyum bahagianya.

"Sudah kubilangkan! Aku akan dapat pekerjaan!" Krist meletakkan ponselnya setelah panggilan berakhir.

"Apa?"

"Aku diundang interview disekolah Phan!"

Mata Pleng melebar mendengar nama sekolah itu, Phan Senior High School adalah sekolah bergengsi di Thailand. Baik murid atau gurunya disleksi masuk dengan ketat disekolah ini, Krist yang dua tahun menganggur jelas sangat kecil kemungkinan bisa diterima disekolah ini.

"Kau serius?!"

"Tentu saja, sepertinya sekarang Dewi Fortuna menyukaiku."

Krist tidak sabar menunggu hari esok tiba.

TBC
Um, long time no see ya! Sudah lama aku ga menulis difandom ini. Aku kangen masa sekolahku dan muncul ide menulis cerita ini. Mungkin bagi pembaca lama, temanya sangat familiar dengan karya pertamaku difandom ini yaitu Signal. Anggap saja kalian sedang nostalgia dengan karya kesayanganku itu haha~

A Well Mind [Singto x Krist]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang