Three

1.7K 242 296
                                    

No... It's awful since I can't control myself to keep my promise to update it on Wednesday. Dear whoever love Noah'a Papa... Happy reading :')

____

Dara terdiam di tempatnya. Masih bingung dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Bahkan setelah berhari-hari dan mendapati Rafael sudah kembali ke rumah. Potret cantik yang terpajang di ruang kerja Rafa yang dilihatnya beberapa hari lalu masih membayanginya hingga saat ini. Membuat gadis itu hanya akan terdiam jika tidak sedang berkepentingan.

Perempuan dalam bingkai itu tampak luar biasa cantik bahkan hanya dari sebelah sisinya. Tidak ada yang mencolok dari penampilannya selain eksistensi dirinya sendiri. Perempuan itu mengenakan two pieces hitam yang membungkus tubuh kurus semampainya. Rambut gelap sekelam malam terurai bebas melewati punggungnya yang sedikit terbuka. Perempuan itu bahkan tidak melakukan apa-apa selain berdiam diri menatap ke angkasa namun tetap terlihat begitu indah. Bagaikan karya seni yang tak ternilai harganya. Sungguh demi apapun juga perempuan itu begitu cantik mempesona.

Tak ada yang salah dengan potret diri itu. Kecuali garis matanya yang begitu mirip dengan kepunyaan Andara. Kecuali hidung mancung kecilnya yang hampir serupa dengan miliknya. Kecuali perawakan kurusnya yang sama persis dengan tubuhnya. Dara tidak akan sebingung ini jika memang potret dirinya yang berada di sana. Ini bukan tentang perasaan senang tatkala orang yang kita sukai menyimpan foto kita secara diam-diam. Bahkan memajangnya di tempat yang tidak boleh dijamah orang. Dara tidak merasakan euphoria itu. Yang ia rasakan tidak lebih ke perasaan ngeri hingga membuat bulu kuduknya berdiri.

Who's that beautiful lady?

"kak Dara...." Panggil Noah tahu-tahu sudah berlarian ke arahnya. Anak laki-laki itu muncul dengan kepingan CD tua yang entah darimana berhasil ditemukannya.

"kak kita main dansa-dansaan yang kayak dulu itu lagi yuk." Ajak Noah sudah lebih dulu memasang perlengkapan tempurnya. Anak laki-laki itu lantas menarik pemutar music tua milik ayahnya yang dijadikan hiasan di ruang tengah.

"gak mau... kamu kalo main dansa-dansaan sukanya ngerepotin kak Dara. Mana gak mau berdiri sendiri lagi. Kaki kak Dara sakit tahu." tolak Dara menekuk muka.

"kan Noah cuma ngikutin kata Kakak Tante. Dulu loh Kakak Tante yang nyuruh Noah berdirinya di atas kakinya Kakak Tante."

Dara merutuki kebodohannya. Ya iya sih, memang dia yang mengajarkan dansa sesat itu kepada bocah ingusan ini, tapi kan itu dulu.

"ya waktu itu kan kamu masih kecil. Lah sekarang kamu udah gede banget. Ini dikit lagi tingginya juga udah ngelewatin kak Dara." Ujar Dara tetap mengikuti kemauan Noah bermain dansa-dansaan dengan merelakan kakinya digunakan pijakan setan ciliknya yang kini jauh lebih besar dari terakhir kali Dara dapat mengingatnya.

Dara bertemu dengan Noah sekitar 4 tahun lalu. Saat anak kecil itu tampak begitu menyedihkan di pinggir warung yang dilewatinya. Anak laki-laki itu tidak melakukan apa-apa selain diam memandangi jajanan bersama anak-anak lainnya. Noah tampak berbeda. Tidak seperti anak biasa yang tinggal di gang sempit di tengah perkampungan padat penduduk di pinggiran Jakarta. Perawakan bersih dan logo globe yang terbordir di salah satu lengan bajunya seolah memberi tahu Dara bahwa lingkungan ini bukanlah tempatnya.

"harusnya papih yang jemput Noah. Tapi gak tahu... papih dimana." jawab anak itu santai menghabiskan eskrimnya entah sudah yang ke berapa.

Dara hanya mengangguk sedikit merutuk. Ini yang tidak begitu Dara sukai dari kebiasaan orang kaya, yang gemar menelantarkan anaknya dengan alasan sibuk bekerja. Sibuk bekerja apanya. Mereka itu hanya tidak mau repot-repot mengurusi hal kecil semacam menyiapkan kebutuhan anaknya ataupun menjemput mereka. Lihat saja anak-anak seperti Noah lebih mirip seperti anak pengasuhnya ketimbang anak kandung orang tuanya.

Noah's Papa [COMPLETED]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora