26. New And Hurt

488 77 5
                                    

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Rasanya sudah hampir gila. Kekehan kecil tergumam di mulut tebal seorang gadis bertopi, belum lagi masker hitam juga tudung jaket menutupi wajah sepenuhnya. Langkah cepat berderak, menggema di sekitar lorong rumah sakit. Ia bahkan menertawakan dirinya sendiri saat otaknya secara tak langsung sadar bila tak ada satupun hari terlewati tanpa kegelisahan.

Joy sudah menduga hal ini. Baru tiga hari Ia benar - benar meninggalkan Irene karena kesibukannya, sekarang Ia harus dipaksa kembali pada kehidupan keluarga dimana anggota yang Ia anggap hanyalah Irene.

Perempuan 30 tahun itu tidak ada dimanapun. Lebih mengerikan bagi Joy karena panggilan - panggilan dari ponselnya selalu dihantarkan cepat kepada voicemail.

Ya. Artinya ponsel Irene tidak menyala.

Memaki dalam hati, Ia sungguh menyalahkan Irene habis - habisan. Bisa - bisanya perempuan itu mengingkari ucapannya nan menjanjikan akan terus memberi kabar melalui telefon selama Joy kembali dihajar oleh tumpukan schedule. Joy bahkan sampai harus berkeras kepala pada manager sendiri supaya Ia bisa meluangkan 2 jam sebelum pemotretan majalahnya untuk mencari keberadaan Irene.

Sedikit bersyukur karena tahu dirinya memiliki kecerdasan cukup tinggi, senyum puas terbentuk kala matanya menangkap dari balik jendela; sosok mungil kakaknya tengah berhadapan dengan adik dari ibu kandungnya, Lee Jiyeon, masih dengan tangan kanan tersangga armsling.

Tapi senyum itu perlahan pudar saat syaraf di kepala bekerja lebih keras, menyadari ekspresi Irene maupun tantenya sedang dalam pembicaraan cukup serius.

Berpikir mendekat adalah pilihan bagus, Joy memerintahkan manager sekaligus supirnya untuk parkir di dekat pagar semak tinggi depan rumah klasik sang kerabat.

Joy bersemangat untuk ikut masuk ke pembahasan mereka. Tapi kakinya mendadak berhenti tepat di depan pintu kayu bercat hijau terang ketika mendengar suara Irene.

Bukan. Bukan hanya sekedar ucapan namun lebih terkesan layaknya teriakan.

"Bagaimana bisa kau tidak memberitahuku soal ini, Imo?! Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang?! Aku bahkan tidak mengerti perasaanku saat ini!!"

Sedikit mengurungkan setengah niat, Joy agak lebih maju lantas mendekatkan telinga pada permukaan mengkilap di hadapan. Wajahnya menegang. Jujur, Joy ketakutan saat ini. Semua yang terjadi beberapa tahun terakhir tidak pernah baik dan hanya menimbulkan luka baru di sisi lain hati saat sebuah kenyataan satu persatu terkuak. Tangannya bergetar hebat; tidak jauh berbeda dengan tubuh nan perlahan mengeluarkan butiran peluh tanda gugup.

"Maafkan Imo, Joohyun–ah. Tapi inilah alasan kenapa Imo tidak memberitahumu. Sooyoung tidak punya siapapun kalau kau ikut membencinya."

Deg.

Mendengar namanya disebut, semakin menjadikan jantung Joy berdegup cepat. Kepala terasa berdenyut dan kaki mendadak lemas. Namun semua Ia tahan. Malahan kini Joy memberanikan diri mengintip dari jendela dekat pintu hanya untuk disuguhi pemandangan Irene tengah menjambak rambut sendiri. Terlihat begitu... rapuh.

Lalu semua semakin jelas saat Irene mendadak jatuh diatas lututnya diikuti wanita nan lebih tua ikut berjongkok seraya mengusap bahu Irene yang bergetar.

Irene menangis.

Itu hal baru bagi Joy.

Dan hal selanjutnya lebih dari sekedar 'baru'.

"Bagaimana bisa dia bukan adik kandungku, Imo?! Bagaimana bisa?! Selama ini aku menetapkan dia sebagai separuh dari nyawaku yang harus kujaga sepanjang hayat. Bagaimana bisa darah yang mengalir dalam tubuhnya berbeda denganku?! Ini... ini sungguh kejam!"

Detik selanjutnya, ketidak–sengajaan atas dompet kecil nan jatuh dari genggaman menjadi reflek si gadis semampai. Mulutnya ditutup oleh telapak tangan kanan serta mata membulat lebar seolah sukarela memberi jalan bagi bendungan air mata untuk membanjiri wajah.

Mundur perlahan, tubuhnya terhuyung; hampir jatuh bila tak ada sebuah tiang kayu disekitar untuk dijadikan sangga tubuh. Matanya menatap kosong ke objek tak tentu bahkan setelah Irene serta Jiyeon keluar lepas mendengar suara kecil benda jatuh di depan rumah.

"Sooyoung–ah."

Hanya itu yang bisa lolos dari mulut Irene tepat ketika matanya bertabrakan dengan milik Joy. Hatinya lebur. Terbakar menjadi abu seluruhnya; tak menyisakan satu potong pun perasaan saat melihat seberapa kacau wajah familiar di hadapan yang terus mundur ketika Irene mengambil langkah mendekat.

"Unnie,"

"Sooyoung, aku —"

Sama seperti Irene, hati Joy tak kalah mencelos memandang setiap tetes cairan keluar dari sudut mata Irene bertepatan dengan langkah yang diambil. Selama 20 tahun lebih tinggal bersama kakaknya, Joy baru sadar bahwa Ia tak pernah melihat Irene menangis didepannya satu kalipun.

"Kumohon. Aku mohon sekali padamu, Unnie. Katakan bahwa apa yang aku pikirkan adalah kesalahan. Meski hanya sebuah dusta, kumohon katakan bahwa simpulan yang aku ambil salah."

Tangan kecil pendek yang tadinya terulur, seakan ingin meraih sesuatu nan terasa amat jauh, perlahan turun dan berhenti di sisi tubuh. Tak berniat sekalipun beralih, Irene menjawab hanya dengan sebuah tatapan nanar.

"Bertahun - tahun kita hidup bersama. Aku masih dan akan terus menyayangimu, Sooyoung–ah. Kau tidak perlu takut."

Gelengan keras Joy sudah menjadi penjabaran jelas bagi Irene bahwa kedepannya, keadaan akan lebih rumit dari apa yang telah mereka alami bersama sejauh ini.

"Justru itu yang membuatku takut, Unnie. Kau tidak boleh lagi menyayangiku. Kau harus membenciku seperti yang aku lakukan pada mereka. Aku hanya akan terus menyakitimu jika tetap hidup bersamamu sambil memeluk fakta ini."

"Tapi kau juga terluka, Soo. Kita abaikan saja semua ini, hmm?"

"Aku... Aku tidak —Aku akan mengemas barang - barangku dari apartemen malam ini juga."

Itu adalah ucapan terakhir gadis tinggi tersebut sebelum berlari menuju mobil dengan punggung tangan menutupi mulut.

Dan lagi,

Irene jatuh. Rasa perih yang menyerang lutut kala permukaan kulit menggesek tanah berkerikil tak sebanding dengan suara retakan hati nan hanya bisa telinga Irene sendiri dengar.

Joy hancur.

Hanya dengan itu, Irene tak tahu lagi caranya bernafas.

⋐𝐇𝐨𝐌⋑

Regards
- C

Half of Mine ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang