ʀᴇᴅ ᴠᴇʟᴠᴇᴛ

782 149 53
                                    

"Kamu sehat nggak sih?!"

[F/N] menatap marah, mendapati kue yang susah-susah ia buat berakhir hancur diatas lantai.

Tsukishima menatap datar, hatinya bergemuruh ingin segera meminta maaf. Namun mulutnya tak mendukung. Ekspresinya apa lagi, cowok tinggi itu malah melemparkan tatapan remeh.

"Jadi ngeselin itu ada batesnya tau!"

[F/N] membuat kue itu, semalaman suntuk, niatnya mau diberikan kepada Kageyama. Hitung-hitung pertanda selamat atas kemenangannya melawan Seijoh, juga penyemangat untuk pertandingan melawan Shiratorizawa besok hari.

Namun- Tsukishima sengaja menyenggolnya. Bahkan kakinya menginjak separuh loyang kue red velvet yang [F/N] buat.

"Tch."

[F/N] menatap tajam, kesal bukan kepalang. Dirinya menunggu sang adik kelas mengatakan sesuatu. Kalau tidak, gadis itu bersumpah akan memukulnya tepat pada wajah.

"...."

"...."

"Nggak kelihatan enak juga kuenya. Kakak pikir Kageyama bakal nerima? Kakak pikir Kageyama bakal balik suka? Selama ini dia kasian doang. Kak [F/N] kelihatan stress semenjak nggak dateng lagi ke gym. Nggak lebih. Kageyama cuma kasian. Gak usah ngarep."

"Ngomong apa sih kamu?"

"Tch." Tsukishima mengepalkan rahang. Marah akan diri sendiri karena perkataan dan pemikiran tak berakhir sejalan. "Kakak suka kan sama Kageyama? Dari awal dia udah nyadar. Makannya ngenotis. Ngebaik-baikin. Dia gak mau Kakak sedih aja gegara terlalu ngarep. Tapi akhirnya malah tetep ngarep."

"Anjing lo."

[F/N] pergi dengan satu hentakan kuat dari kaki.

Disisi lain, Tsukishima menatap sendu. Tangannya bergerak meninju pintu gymnasium yang terbuat dari aluminium. Sontak suaranya keras, memancing pertanyaan dari dalam gedung.

Cowok itu mengatakan hal yang sebenarnya ia rasakan.

Sejak awal, Tsukishima sudah suka pada [F/N]. Cewek yang lebih tua darinya itu punya pesona yang tak terlihat namun bisa dirasa.

Tsukishima suka pada cara gadis itu tertawa. Nyaring seperti tak peduli akan hal lain. Juga saat [F/N] memberikan saran-saran yang sangat berguna. Sisi dewasanya benar-benar membuat Tsukishima jatuh cinta.

Pada akhirnya, Tsukishima menghadapi kenyataan bahwa gadis yang ia suka malah jatuh pada teman satu timnya. Orang yang Tsukishima benci sekaligus kagumi. Manusia yang melebihi dirinya baik dalam bakat maupun dalam konsistensi. Kageyama Tobio.

Sekali lagi, pada akhirnya, satu-satunya orang yang ngarep adalah Tsukishima Kei.

Hari-hari meratapi diri sendirinya dimulai tepat setelah saat ini. Perasaannya ikut hancur dengan kue yang [F/N] buat untuk Kageyama dan malah ia injak dengan hinanya.

《》

"Tipe cowok?" Nishinoya menatap aneh saat Kageyama melemparkan pertanyaan, "Kenapa nanya ke aku?"

Cowok itu menggeram pelan, "Kalau aku nanya ke Kak Tanaka nanti ketahuan."

"HAH?"

"...."

"KAMU SUKA SAMA-"

"K-K-KAK NOYA! Jangan keras-keras!"

Nishinoya melemparkan tatapan menggoda, sedetik kemudian rautnya berubah serius. Menyadari ekspresi Kageyama yang terlihat sangat bingung.

"Hm, tipe cowok ya?" Libero Karasuno itu mengusap dagu, "Setahuku sih,
mantan-mantannya terdahulu itu Kakak Kelas semua."

"Oh?"

"Yang terakhir temen sekelas Kak Daichi," jawab Nishinoya mantap. "Katanya putus juga gegara cowoknya bosen. Bego banget kan?!"

"B-bosen?"

"Iya. Aku denger sih, hubungan mereka emang mulus banget. Nggak kelihatan pernah ada masalah. [F/N] super pengertian, selalu ngasih waktu kalau cowoknya lagi emosi. Jadi gak pernah berantem."

"Jadi mereka putus karena...."

"Karena cowoknya tolol."

"Eh? Ada apa?"

Suara bising diluar gedung membawa atensi para pemain yang tengah berlatih. Netra biru Kageyama melayang ke arah pintu masuk, mendapati Tsukishima yang tengah berdiri bergeming. Cowok tinggi itu menunduk, menatap seloyang kue red velvet yang separuhnya telah rata dengan tanah.

》《

Aku sebenarnya emosi banget. Pengin nonjok Tsukishima kalau aja nggak inget omongan Kak [F/N] soal kelahi itu kayak bocah. Iya, aku denger semuanya. Aku denger Kak [F/N] sebenernya suka sama aku. 

Aku nggak tahu harus bertindak gimana. Karena- jujur. Perasaan ini baru buatku. Aku nggak pernah ngerasain hal ini sebelumnya. Aku bingung. Seumur hidup hal yang sering mengganggu aktivitasku hanya voli. Aku kurang tidur karena banyak latihan, aku nggak fokus di kelas karena kecapekan.

Lalu sekarang, ada Kak [F/N]. Kakak kelas yang kuanggap keren semenjak kali pertama bertemu. Sifatnya sedikit banyak mirip Kak Tanaka, sama-sama penyayang. Tapi mungkin Kak [F/N] lebih suka berkata daripada bertindak.

Mendengar mantan Kak [F/N] yang kebanyakan Kakak kelas juga membuatku berpikir dua kali. Terlebih aku sering mendapati Kak [F/N] terlihat sangat dekat dengan Kak Sugawara. Juga saat ada masalah dengan Bu Maiko, aku tahu Pak Takeda mengelus punggungnya saat Kak [F/N] menangis kembali ketika menceritakan apa yang sudah terjadi.

Dengan semua sifat keren dan kemampuan adaptasi yang luar biasa itu Kak [F/N] emang cocoknya dapet pasangan yang lebih tua sih. Secara rata-rata yang lebih muda suka kekanakan. Kayak aku. Dan, iya. Tipe cowok Kakak emang jauh dari aku deh kayaknya.

Aku ngerti kalau Kak [F/N] bakal ngehindarin aku setelah ini. Setelah ucapan Tsukishima sialan yang bahkan membuang seloyang kue buatannya khusus buatku ke lantai. Aku ngerti.

Yang aku nggak ngerti- aku harus berbuat apa setelah ini? Aku bingung. Bingung banget. Kak [F/N] tipe orang yang harus diajak ngobrol supaya bisa ngerti, sementara aku natap mata dia aja butuh beberapa saat dulu baru berani.

Lalu kudengar Kak [F/N] tengah mengejar beasiswa untuk kuliah di Tokyo. Lumayan jauh dari sini. Temanku bilang hubungan jarak jauh tak pernah berhasil.

Aku cuma pengin Kak [F/N] tahu, semua perbuatanku selama ini nggak didasari rasa kasihan kayak yang Tsukishima bilang. Aku bener-bener ngerasa lebih baik aja saat ngeliat Kakak bahagia. Ketawa keras-keras sambil mukul benda apapun yang ada di sekitar. Aku selalu ngerasa lega. Aku seneng.

Tapi mungkin Kak [F/N] nggak akan tahu setelah ini, nggak akan pernah. Aku nggak punya keberanian buat menyatakan semuanya. Nggak adil ya? Kakak selalu ngasih saran setiap kali aku butuh bantuan. Aku selalu berusaha bikin kakak senyum setiap kali ada kejadian buruk nimpa Kakak. Tapi kayaknya kita belum ditakdirkan bersama.

Aku benci banget sama perasaan ini. Rasanya sama kayak pas Kakek meninggal. Kuat banget. Dan aku nggak tahu harus ngelakuin apa karena emang nggak ada yang bisa aku lakuin. Udah seharusnya kayak gitu, kalau kata Kak Miwa. Aku sayang banget sama Kakek. Kakek yang ngenalin aku ke voli sampai bisa di titik ini. Sampai sekarang aku masih suka kangen, rasanya pengin ketemu lagi walau cuma sekali. Pengin bilang makasih banget.

Padahal aku baru kenal Kak [F/N], tapi kenapa saat aku mau ngejauhin rasa sakitnya sampai sebegininya ya?

Sebaiknya emang sudahi sampai disini aja. Sebelum makin jauh. Aku sadar usahaku untuk mendekatinya nggak bisa disebut usaha sama sekali. Aku tahu itu.

effort. | tobio Where stories live. Discover now