. tujuh

611 172 27
                                    

Selamat pagi, calon pacar!

adalah pesan pertama Nara untuk Langit. Pagi ini Nara bersemangat seperti biasa. Sudah seperti bunga matahari yang mekar dan siap ngikutin cahaya matahari kemana-mana.

Pakai makeup yang menurut dia gak begitu berat, sarapan tak dilewat dan nurut ikut mobil Papa. Pengaruh Langit Arkana sebesar itu buat Nara.

Gadis itu belum cerita ke Lea maupun Tama soal Langit. Dia gak peduli Langit dapat nomornya dari siapa. Yang pasti Nara bahagia.

Yang ngebuat bahagia muncul di lobi, ngebuat si wanita otomatis mengikutinya. Pemuda itu menghela nafas ketika Narasi Senja ngehalangin jalannya.

"Kok pesanku gak dibalas?"

Si Langit micingin matanya. Gak ada niatan buat jawab karena suasana hatinya berbanding terbalik dengan gadis di depannya.

"Langit, sebenernya gue gak peduli. Tapi gue basa basi. Lo dapet nomor gue dari siapa?"

"Kepo."

"Langit!!"

Langit tiba-tiba balikin badan dan ninggalin Nara seketika. Ngebuat si gadis merengek dan lagi-lagi harus lari buat ngejar si Samudera.

Atensi Nara benar-benar sepenuhnya pada Langit. Dia lupa kalau ada kelas saat itu juga. Gravitasi Langit terlalu kuat buat Nara. Si bungsu udah gak paham lagi kenapa tiba-tiba dia seantusias ini sama Langit.

"Ngit, lo mau kemana sih?!"

Langit berbalik menghadapkan dirinya pada Nara. Mendekat kemudian menatap mata Nara tajam. Yang ditatap tiba-tiba diam, mundur perlahan kemudian menipiskan bibirnya gugup.

"Menjauh dari lo. Asli, gue pengen banget lo pergi."

Nara mengerjapkan matanya, beberapa detik menatap mata Langit yang berbeda dari biasanya. Sorot matanya bisa dibaca, kalau Langit memang sedang tidak becanda.

"Tapi lo udah tau, gue bakal tetep ngejar lo."

"Nar, lo bego apa gimana sih? Gue udah nolak lo beberapa kali. Bahkan gue udah nyakitin lo, barangkali. Kenapa masih mau ngejar gue? Apa yang lo harapin dari gue sih?"

"Sekarang gue tanya, lo telfon gue kenapa?"

Langit menghela. "Disuruh Kak Surya."

"Lo becanda."

"Enggak. Sejak kapan gue suka becanda?"

"Gatau. Gue gapercaya."

Langit diam gitu aja. Menutup mata dan menarik nafas sedalam-dalamnya. Nyoba ngontrol emosi yang udah gak stabil sejak tadi. Kalau aja Nara bukan perempuan, udah pasti kalimat kasar lainnya bakal keluar dari mulut Langit.

"Udah cukup. Berhenti ngejar gue. Dan buat telfon gue yang semalam, itu untuk yang pertama dan terakhir."

Detik selanjutnya ninggalin Nara yang masih kebingungan. Mau ngejar tapi kayanya Langit beneran mau ngehindar. Dunia Nara rasanya runtuh begitu si pemuda pergi dengan perasaan kacaunya.

Demi apapun Nara sakit hati, harapan dia bahwa Langit mau buka hati buat dia pupus gitu aja. Ditambah dengan kalimat gue pengen lo pergi bikin Nara jatuh seketika.

Nara udah siap dengan resiko ngejar Langit, tapi tetap aja rasanya kata mundur nyuruh dia buat ikutin perintahnya.

Nara gelengin kepalanya. Janji dia ke Tama buat gak kalah terlintas dipikirannya. Nara sadar, sejatuh, seruntuh apapun, dia udah janji sama dirinya buat gak nyerah dan kalah dengan mudah.

for : langitWhere stories live. Discover now