Bagian 3 : -Sesal-

6.4K 913 125
                                    


"Sialan!" gerutu Gita menatap kesal pada gaunnya yang rusak oleh noda anggur seraya melangkahkan kakinya melewati pintu masuk apartemen mewah bergaya coastal atau gaya dekorasi yang natural ala rumah tepi pantai.

"Ya ampun! Lo diguyur siapa lagi?" sapa Mila, sahabatnya, begitu ia memasuki ruang tengah yang didominasi warna terang bernuansa netral yang sejuk. Perabotannya yang berwarna putih dan krem dengan aksesoris menggunakan unsur kayu dan laut, berhasil menciptakan suasana ruangan bersantai ini sangat nyaman.

"Biasa. Cowok brengsek!"

Gita berjalan menghampiri Mila yang duduk santai di atas sofa mewah berwarna putih dengan hiasan bantal bercorak garis biru putih bertebaran di atasnya. Ia lantas membuka gaunnya dalam sekali hentak, lalu dengan kesal melemparkan benda itu ke seberang ruangan.

"Lo masih nerima kerjaan pelakor di luar pengacara?" tanya Mila menatap ngeri pada gaun putih bernoda sepeti daerah yang teronggok di sudut ruangan. Sebelah tangannya yang memegang diet soda kalengan, terulur ke arah Gita.

"Pelakor?" Gita mengempaskan tubuhnya yang hanya terbalut baju dalam ke atas sofa, lalu mengambil soda di tangan Mila dan meneguknya.

"Iya. Iya. Maksud gue penggoda laki orang atas permintaan ceweknya," decak Mila malas.

"Habis bayarannya lumayan," jawab Gita seraya memandang tertarik pada jubah seksi berwarna burgundy yang dikenakan Mila.

"Kayaknya gue tahu berapa bayarannya. Gue kan orang pertama yang sewa jasa lo," ujar Mila datar.

"Yep." Gita terkekeh. "Benar sekali."

Mila adalah sahabatnya sejak SMA. Sekitar tiga tahun lalu Mila meminta Gita untuk menggoda calon suaminya hanya sebulan sebelum pernikahan dilaksanakan. Alhasil pernikahan itu gagal digelar karena ternyata calon suaminya, yang merupakan seorang politisi, adalah satu dari sekian banyak pria tak bertanggungjawab yang terpesona wanita yang bukan pasangannya.

Belakangan alasannya menikahi Mila terkuak. Status Mila yang merupakan anak seorang multijutawan yang merangkap sebagai pejabat tinggi negara menjadi rebutan politisi muda untuk menaikkan karier politiknya.

Akibat kejadian itu, Gita dan Mila sempat bertengkar hebat. Sampai akhirnya Mila meminta maaf dan mengajak Gita untuk tinggal bersama di apartemen mewah ―yang diberikan orang tuanya sebagai bentuk dukungan karena gagal menikah― dengan alasan apartemen itu terlalu besar jika harus dihuni seorang diri.

"Akibat gagal nikah kemaren-kemaren, gue jadi insecure terus. Terutama tiap kali bawa gebetan gue ke depan lo." Mila merebut kembali kaleng soda dari tangan Gita dan menyesapnya.

Kali ini Gita tergelak tak percaya. "Insecure? Gue nggak tahu kalo psikiater bisa ngerasain juga."

Mila berdecih. "Harap dicatat Bu Gita, gue psikolog! Bukan psikiater!"

"Sama aja."

"Bedalah. Kalo psikiater itu cabang ilmu kedokteran. Kita harus jadi dokter dulu baru ambil spesialis kedokteran jiwa. Kalau psikolog itu ilmu sosial. Jadi, gue cuman kuliah lalu ikut program profesi buat belajar praktik," jelas Mila tampak bosan karena harus menjelaskan hal yang sama berkali-kali padanya.

"Tapi kenapa kerja lo di rumah sakit?" tanya Gita heran.

"Gue psikolog klinis yang bekerja sama langsung dengan psikiater. Gue cuman menyelidiki penyebab psikologi dari sisi non-medis. Gampangnya, psikolog untuk konsultasi, psikiater untuk pengobatan."

"Oh? Terus kenapa psikolog bisa insecure? Nggak bisa gitu, terapi diri sendiri?"

"Gue juga manusia biasa kali," jawab Mila gemas.

Miraculous Man (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang