3. Man

5.9K 838 27
                                    

Happy week day,
Tetep semangat cari rupiah yaa💪🤗
Selamat membaca,

With love,
@sailenndra

Pukul tujuh pagi, Radian menginjakkan kakinya di rumah besar dengan pintu tinggi warna cokelat kayu. Rumah yang tidak asing namun menguarkan ketidaknyamanan untuknya. Langkahnya terasa berat seiring mendekati ruang makan. Di meja kayu panjang duduk tiga orang yang menikmati sarapan. Di ujung meja, lelaki paruh baya dengan setelan jas hitam meneguk teh.

Radian berdiri di tengah ruang makan tidak mendekat. Kembali menimang apakah sekarang saat yang tepat untuk bicara. Masih dengan kekalutan pikiran, sebuah suara menginterupsinya.

"Rad"

Ketika mendongakkan kepalanya, Radian melihat tiga orang di meja makan menatap lurus padanya.

"Kenapa wajah kamu?" tanya seorang wanita dengan setelan cokelat tua. Mengernyit bingung dengan wajah anak tirinya yang penuh lebam. Dari ekor matanya Radian melihat pria paruh baya yang menyandang status sebagai ayahnya mendengus pelan sembari menjauhkan peralatan makan.

Radian berjalan mendekat ketika pria tersebut beranjak pergi.

"Ada yang ingin kubicarakan," tutur Radian akhirnya.

Pria dengan rambut yang sebagian sudah memutih tersebut menatap datar padanya.

"Masih ingat pulang?" tanya pria tersebut sembari tersenyum sarkas.

"Kau pikir bisa pulang pergi semaumu. Bertingkah sesukamu," lanjutnya dengan suara tajam meski nada suaranya masih rendah.

Pria tersebut lantas mengambil tas kerjanya dan beranjak meninggalkan meja makan.

Radian menatap punggung ayahnya yang perlahan menjauh.

"Aku menghamili seseorang."

Kalimat yang keluar dari bibirnya serta merta menghentikan suara langkah ayahnya. Ruangan besar itu senyap tanpa ada yang bicara pun bergerak.

"Keluar!"

Radian tahu teriakan itu tidak ditujukan untuk dirinya. Melainkan untuk ibu tiri dan Radeka yang masih duduk terpaku di meja makan. Hingga kemudian derap langkah terdengar sebelum perlahan menghilang. Lelaki paruh baya di depannya berjalan mendekat. Melepas jas hitam dan menggulung kemeja putih lengan panjangnya. Mendekat dengan kemarahan yang tidak lagi disembunyikan.

Radian tidak mundur selangkah pun dari tempatnya berdiri. Ini bukan kali pertama dia berada di posisi yang sama. Rasa takut tidak lagi ada dalam dirinya. Terlebih kali ini dia tahu persis kesalahannya tidak bisa dimaafkan.

Tubuh Radian terhuyung ke belakang saat satu pukulan keras menerpa wajahnya.

"Cih... berada di pelatihan bertahun-tahun tidak ada gunanya untukmu. Kau memang tidak pantas disana!"

"Buk!! Buk!! Buk!!"

Pukulan bertubi-tubi dilayangkan tidak hanya di wajah namun juga perutnya. Darah segar kembali mengalir dari sudut bibirnya yang sobek.

"Setelah berubah jadi pengecut kau menjadi ba***gan busuk!"

Teriakan dan sumpah serapah dari ayahnya mengiringi pukulan bertubi-tubi lelaki itu. Radian tidak sekalipun membela diri.

...

Dua jam berlalu sejak Radian duduk di kursi tunggu lorong rumah sakit. Kamar rawat berpintu putih di depannya tertutup rapat. Lalu lalang orang-orang sudah berkurang mengingat sekarang sudah hampir tengah malam.

Rad & FaiWhere stories live. Discover now