08

92 13 18
                                    

Juli 20xx




OkaJima

Okamoto baru saja merebahkan dirinya di sofa saat telinganya mendengar seseorang membunyikan bel rumah. Matanya melirik jam dinding di atas meja televisi. Belum jam makan siang. Bel rumah Yabu hanya akan berbunyi saat Yabu mendelivery-kan makanan untuknya. Lalu siapa yang membunyikan bel rumah?

Sekali lagi, bel rumah kembali berbunyi.

“iya, sebentar.”

Dengan sedikit berlari Okamoto membuka pintu untuk sang tamu. Seorang pemuda berperawakan kutilang darat tengah berdiri sambil menenteng beberapa kantong plastk.

“Boleh aku masuk?”

“Tentu saja.”

Okamoto membuka pintu lebih lebar mempersilahkan sang tamu yang ternyata adalah Nakajima untuk masuk. Mereka berjalan beriringan lalu duduk di sofa.

“Sedang apa kau di sini?” Okamoto yang pertama kali bersuara.

“Membawakanmu makan siang, tentu saja.” Dagu Nakajima menunjuk bungkus plastik yang dia bawa.

“Ini belum jam makan siang, apa kau tidak ada pekerjaan di kantor?”

“Yabu-san meng-cancel semua jadwal meeting hari ini.”

“Oh, begitu.”

“Kau tahu, Keith. . . “ Nakajima mendekatkan posisi duduknya pada Okamoto. “Sejak Chii sakit, suasana kantor tidak seperti dulu. Memang Yabu-san masih terlihat seperti biasanya, tapi bagi orang-orang yang sudah mengenal Yabu-san, Yabu-san terlihat sedang menutupi kesedihannya. Yabu-san menekan habis perasaannya agar tidak mempengaruhi pekerjaan. Tapi bagi kami pegawainya, melihat Yabu-san seperti itu sangat menyakitkan.”

“Di sini juga begitu, semua terasa berbeda.”

Mata Okamoto menerawang ke atas. Dia jadi ingat kejadian malam itu.

Flashback on

Malam itu Okamoto tidak bisa tidur. Perasaannya gelisah, dia sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Hal itu membuatnya berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air. Mungkin dengan minum segelas air bisa menenangkan dirinya.

Tapi itu tidak benar.

Saat dirinya akan kembali ke kamarnya, matanya melihat Yabu menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Dia mencoba bertanya apa yang Yabu butuhkan, dan Yabu mengatakan dia akan menyiapkan mobil untuk ke rumah sakit.

Rumah sakit? Siapa yang sakit?

Selama Yabu menyiapkan mobilnya, dia berpesan pada Okamoto agar tidak membangunkan Takaki karena Arioka sedang hamil. Okamoto terus mengikuti Yabu sampai pria itu masuk mobilnya. Saat pandangannya beralih ke pintu rumah, Okamoto melihat Yamada keluar dengan menggendong Chinen. Tanpa disuruh, tangannya segera membuka pintu belakang mobil untuk memudahkan Yamada masuk.

“Yabu-san baik-baik saja? Yabu-san belum istirahat kan?” Okamoto bertanya khawatir karena Yabu masih memakai kemeja kerjanya.

“Aku baik.” Yabu menjawab sambil mengaitkan sitbelt-nya. “Bawa selalu ponselmu.” Pesan terakhir Yabu sebelum mobilnya tancap gas menerobos gelapnya malam.

Semua berubah sejak saat itu.

Yabu selalu melewatkan sarapannya untuk menjaga Chinen di rumah sakit. Hanya ada Takaki dan Arioka di meja makan setiap pagi. Pria itu bahkan membawa semua pekerjaanya ke rumah sakit. Yabu tidak akan ke kantor kecuali memang ada keperluan mendesak. Jika diharuskan dia pergi, maka Yabu akan meminta Yaotome atau Okamoto yang menjaga Chinen.

Love is YouWhere stories live. Discover now