Sucks [3]

40.6K 409 11
                                    

Hayooo, vote dulu!


Hari ini hari Senin. Gue dan Tera berjalan bersisihan menuju lapangan. Intruksi guru BK udah menggema lewat mic yang sedaritadi dipegangnya.

"Nat, udah apa jangan cemberut mulu. Gue minta maaf lagi deh nih."

"Lo gak salah buat apa minta maaf." Perkataan gue tadi berbanding terbalik dengan ekspresi muka yang sekarang gue tampilin.

"Ya makanya senyum dong, capek gue liat muka kusem lo."

Gue menatapnya melotot. Menunjuk-nunjuk ke arah mukanya dengan topi sekolah yang ada di genggaman.

"Kan-kan ... sekarang ngatain gue kusem. Nasib orang jelek emang," ujar gue mendramatisir.

"Tapi kalo senyum lo cakep kok."

Gue menatapnya jijik. Mengerling karena geli.

"Geli anjir."

Kebiasaan. Gak bisa dipuji dikit. Udah keburu geli duluan.

Gue tersentak karena topi gue ditarik paksa. Siapa lagi kalo bukan Ragel.

"Pinjem dulu ya, gue gak bawa topi," ujarnya sambil melambai-lambaikan tangan. Langkahnya langsung dipercepat dan ngacir kabur gitu aja.

"RAGEL!!"

Teriakan menggema gue terdengar di penjuru koridor. Beberapa orang menatap gue dengan bingung. Gue mencak-mencak di tempat mengabaikan tatapan orang-orang. Merengek ke Tera.

"Ra, gimana nih ... ntar gue disuruh lari keliling lapangan," ujar gue melas.

Tera menepuk bahu gue pelan. Seolah menyemangati nasib buruk yang kian muncul di pagi ini.

Gue mencari Ragel di kerumunan murid yang udah rapih berbaris. Mendapati orang tersebut sedang berdiri tegak membelakangi gue. Sekali lompatan, gue bisa menggapai topi yang daritadi nyangkut di kepalanya. Perbedaan tinggi badan kita itu yang membuat gue kaya bocah, lompat-lompat gak jelas.

Saat topi udah ada di pelukan gue, Ragel tersadar. Dia membalikkan badannya lalu menarik topinya kembali. Gue pun gak mau kalah mengambil topinya tersebut dari tangan Ragel. Alhasil, sekarang kita jadi tontonan karena asik tarik-tarikan.

"RAGEL, TOPI GUE!"

"Ya udah gue pinjem dolooo," ujarnya masih mencoba menggapai topi abu-abu yang gue jauhkan tersebut.

"Heh! Kalian ngapain si asik sendiri?" ujar Pak Wisnu menatap dengan gak bersahabat. Gue dan Ragel tersentak karena dirinya yang udah ada di hadapan dengan tangan disedekap di dada. Pak Wisnu pasti bakal marah besar kalo ketertibannya diganggu.

"Ini Pak, topi saya diambil seenaknya," ujar gue mengadu.

"Enak aja, ini punya gue. Dia Pak, yang ngambil punya saya," ujar Ragel menunjuk-nunjuk. Ketika lengah, Ragel mengambil topinya dari gue.

"Ngapain berebutan, sini-sini saya sita!" titah Pak Wisnu mengambil alih.

"Terus saya upacara gimana, Pak?"

"Ya udah kalian berdua ke barisan depan, ayok!" perintahnya tanpa beban. Gue melotot kaget. Gue gak salah apa-apa disuruh masuk barisan murid gak taat peraturan? Ragel gila. Mau gak mau gue mengikuti Pak Wisnu di belakang Ragel.

"Gara-gara lo nih, Gel."

"Gak asik lo." Ragel mensejajarkan langkahnya.

"Gak asik matamu! Di sini gue yang dirugiin," cicit gue dengan nada tajam.

"Berisik sih lo segala teriak-teriak."

Sebelum membuka mulut, Pak Wisnu memberi perintah untuk berdiri di samping tiang bendera. Karena tubuh gue yang pendek, gue baris paling depan di antara murid-murid lain. Kisaran 7-8 orang diantaranya.

LoseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang