2. KELUHAN

10 1 0
                                    

Bagian2!

------------------

Setelah M&V bersih-bersih, keduanya terlihat lemah mentalnya. Munti, merasa bersalah setelah melakukan semuanya pada Vivi. Dia berpikir bahwa apa yang dia lakukan itu terlalu keras. Dan bagaimana sekarang? Sepertinya Munti harus menghirup udara segar dulu agar tubuhnya relax, walaupun rasa bersalahnya masih tersimpan, namun setidaknya udara segar di malam hari bisa memperbaiki mentalnya.

Begitu juga dengan Vivi, dia telah menangis dari sejak tadi. Hatinya juga sedikit terobati, dan sekarang dia sedang berada di taman belakang. Karena hanya di situlah tempat yang nyaman bagi Vivi. Setiap kesepian karena kondisi hidup yang mengharuskannya sendiri, maka taman belakang dapat menjadi tempat yang bisa mengobati.

"Vi," sapa Munti yang tiba tiba datang membawa dua gelas coklat panas.

Vivi pun menjadi kaget, namun tidak lagi, saat ini dia tidak ingin bicara. Apalagi dengan Munti yang dari tadi kasar padanya.

Tanpa rasa ragu, Munti duduk di samping kiri Vivi.

"Nih coklat panas kesukaan lo, tenang aja Pak Tanto ga akan marah kok, lagian gulanya juga gula diet. Kata Pak Tanto, coklat bisa menambah mood seseorang. Jadi lo ambil sekarang dan minum. Dan setelah minum lo bisa kan senyum?", ucap Munti berbohong. Pak Tanto tidak ada bicara sepeti itu, namun Munti hanya berusaha untuk menenangkan Vivi.

"Masih ga mau bicara? Minum gih, nanti kalo dingin namanya bukan coklat panas."

Vivi masih saja tidak bicara, seperti tidak ada orang saja yang duduk di sampingnya.

"Gue tau lo marah. Lo pasti kesal sama gue yang bentak-bentak lo gitu. Tapi kalo gue ga melakukan itu semua, apa lo akan berpikir se keras ini? Enam tahun kita berjuang, dan lo baru memikirkannya sekarang?"

Vivi membuang mukanya.

"Vi, kalo ada orang yang ngomong sama kamu, seharusnya jangan buang muka gitu dong?...", ucap Munti dengan pelan dan lembut.

"Gue ga tau harus ngomong apa.."

"Itu lo abis ngomong kan? Gini aja, lo bisa ceritain apa pun itu sama gue. Atau lo bisa meluapkan semuanya, lo bilang aja, lo mau mencaci maki gue? Caci maki aja gue ga apa Vi. Tapi please jangan diam terus."

"Harus?"

"Vi, lo ga boleh gini terus. Gue merasa bersalah terus sama lo, ya udah gue minta maaf ya Vi? Maaf ya? Maaf ya kalo gue udah kasar dan ngebentak lo terus.."

Akhirnya Vivi berani menatap Munti dan berkata, "Lo.. Bisa jaga jarak ga? Masih bisa kan dengar cerita gue dari ujung kursi itu?"

"Iya iya.. Cerita cerita.."

"Dari umur gue 14 tahun, gue emang udah ikut kompetisi olahraga bulu tangkis. Tapi itu gue lakukan cuma untuk menjalankan hobby aja, bukan pekerjaan. Dan saat itu mungkin bapak terlalu terobsesi sama gue, karena gue selalu menang. Entah itu juara antar sekolah, kecamatan, kabupaten, atau provinsi, gue selalu menang. Dan lo tau kenapa? Karena gue senang menganggap itu hanyalah hobby, Gue ga ada niatan untuk menjadi atlet yang tetap."

"Terus dalam artian kata lo terpaksa?"

"Hm.."

"Jutek amat sih?"

"Kenapa? Tadi lo juga ngebentak gue, sampai mental gue drop setengah mati."

"Iya maaf.. Terus apa kelanjutannya?"

"Dan saat dengar bapak akan mendaftarkan aku ke club ini, pas itu gue benar benar shock. Gue merasa bapak ga ngerti sama perasaan gue. Terus setelah itu, bapak mulai bicara sama gue. Dia bilang, 'skill kamu harus di latih lagi dan lagi', dan saat itu dia suruh gue untuk ikut masuk club. Gue menolak, tapi bapak tetap kekeh dan mengharuskan gue supaya ikuti kompetisi masuk club. Dan saat itu gue tertekan karena di suruh menang, supaya bisa masuk ke club ini."

Du hast das Ende der veröffentlichten Teile erreicht.

⏰ Letzte Aktualisierung: Mar 27, 2021 ⏰

Füge diese Geschichte zu deiner Bibliothek hinzu, um über neue Kapitel informiert zu werden!

TENTANG M&VWo Geschichten leben. Entdecke jetzt