Bagian 23🌺

3.7K 199 14
                                    

Khalid mengayunkan langkahnya cepat menyusuri koridor rumah sakit. Setelah tiba di depan pintu kamar Aira, ia menghela napas sejenak lalu mendorong gagang pintu. Netranya langsung tertuju pada sosok wanita yang tengah bersandar. Wajah lemahnya tak memudarkan keanggunan wanita itu. Di dalam sudah ada ummi serta abahnya juga ibu dan ayah mertuanya. Mereka menyambut Khalid dengan wajah bahagia.

Perlahan Khalid menghampiri, mereka yang paham situasi undur diri keluar memberikan waktu berdua untuk suami istri itu.

"Mas..."Aira mendongakan kepala dengan suara yang masih lemah, tanpa kata Khalid langsung merengkuh wanita itu dengan lembut dalam pelukannya lalu menghujaninya dengan kecupan di ubun-ubun yang tertutup hijab.

"Aku tahu kamu pasti bangun". Ucapnya lirih. Aira merasakan tubuh lelaki itu bergetar. Dengan pelan Aira melonggarkan dekapan sang suami lalu menatap wajah itu, wajah yang dirindukannya.

"Maaf". Aira menajamkan pendengarannya. Benarkah suaminya itu meminta maaf, bahkan terdengar sangat tulus dan matanya menyiratkan...penyesalan?.

"Terimakasih, sudah bangun" ucap lelaki itu dengan senyum disertai tatapan syahdunya. Aira tertegun menatap mata yang selalu menenggelamkan dirinya itu, yang membuatnya merasakan jatuh cinta dan sakit secara bersamaan.

Namun sekelebat bayangan saat Wawan mengatakan Khalid tak mencintainya terlintas begitu saja. Sontak ia membuang tatapannya.

"Kenapa, kamu butuh sesuatu? Atau ada yang sakit?".

Aira bergeming, baru saja Khalid ingin mengutarakan sesuatu seorang dokter masuk di ikuti satu orang perawat. Otomatis mengganggu  keintiman yang baru saja tercipta.

"Bu Aira kami periksa dulu ya" ucap sang dokter. Khalid menyingkir dari pembaringan Aira. Sedangkan sang perawat mengganti infus lalu memasang yang baru. Usai memeriksa dan menanyai beberapa hal mereka beranjak keluar. Namun sebelum keluar Aira masih menanyai mereka.

"Dokter, kapan aku bisa bertemu bayiku?" tanya Aira penuh harap. Sang dokter tersenyum.

"Besok kalau sudah lebih kuat, Bu Aira sudah bisa bertemu dengan bayinya. Sekarang istrahat yang cukup, makanannya di makanan supaya ASInya keluar" tutur sang dokter. Aira sontak memegang dadanya. Mengalihkan wajahnya dari perhatian Khalid.

Aira sudah tahu jenis kelamin serta nama bayinya pemberian dari sang suami. Ibunyalah yang menceritakan pasca siuman. Ibunya juga menceritakan kekhawatiran Khalid saat dirinya tak sadarkan diri beberapa hari. Kesetiaan sang suami yang menjaganya satiap saat serta kebahagiaan yang terpancar di wajah lelaki itu kala menengok putri mereka.

Hati Aira kembali menghangat mendengar cerita sang ibu. Ia memang merasakan suaminya itu berbeda setelah ia bangun dari tidur panjang. Apakah karena efek statusnya yang sudah menjadi ayah? Ah, Aira pusing sendiri menduga-duga.

* * *

Aira belum bisa banyak bergerak, meskipun sudah beberapa alat medis yang sudah di lepas dari tubuhnya. Termasuk kateter, ia sudah bisa ke kamar mandi tentunya harus di bantu.

Seorang suster meletakan sang bayi di sisi Aira, dengan tubuh Aira yang menyamping ke arah bayi. Satu lengannya menopang kepala si bayi kemudian mulai menyusui putri kecilnya itu.

Setelah membantu, suster pun keluar karena di dalam sudah ada Khalid dan umminya.

Sesapan pertama, Aira merasa ngilu sampai-sampai ia meringis kesakitan. Namun itu tak sebanding dengan rasa bahagianya. Rasa sakit itu hilang kala menyentuh jemari kecil nan mungil, mengusap pipi yang masih merah dengan ibu jarinya. Bening-bening kristal menghiasi mata indahnya, rasa haru memeluk hati terdalamnya.

(Tidak) Salah Khitbah ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora