Serangan

9 2 3
                                    

"Akhirnya mereka hilang juga." Hac turun dari sapu terbangnya. Dengan satu mantra sapu kayu dengan ikatan jerami di ujungnya menghilang.

Ryu melakukan hal serupa. "Harusnya dari tadi kita menggunakan sapu ini."

"Kau gila, ya. Bagaimana kalau manusia melihat kita. Kau mau hukuman kita lebih berat?" maki Hac.

"Memangnya mereka masih peduli pada hal seperti itu di keadaan sekarang. Aku bahkan ragu ada manusia yang selamat." Ryu berjalan masuk ke dalam pepohonan di dekat pantai tempat mereka mendarat. Hac mendengus kesal dan mengikuti di belakangnya.

"Kau pikir ada yang tinggal di pulai terpencil ini?"

"Paling beberapa rusa dan babi hutan." Hac menghela napas. "Aku jadi kangen naga bakar di sana."

"Lebih baik kau memikirkan cara kabur selama-lamanya dari mereka," ujar Ryu dengan nada menyindir.

"Kau juga seharusnya—"

Mendadak muncul petir dari depan mereka. Kedua wanita itu melompat hingga terjatuh di semak-semak. Petir biru itu masih melompat hingga meledak di pasir putih.

Mata Hac membulat melihat serangan tiba-tiba itu. "Tidak bisakah mereka membiarkanku sendiri."

Tak sampai di situ, sebuah angin kencang menerjang pulau itu. Daun-daun yang menempel di pepohonan terlepas dan terbang mengikuti hembusan angin. Pasir halus di pantai berterbangan membuat kabut tipis di sekitar mereka.

Hace menggenggam pohon di dekatnya erat. Ia merapalkan mantra dan mumcullah perisai kasat mata yang melingkupinya. Sementara Ryu yang sudah membuat tamengnya sendari tadi berdiri tegak di dekatnya. Wanita berkulit putih itu memunculkan tas ramuannya.

"Syaoran, jangan menyerang mereka!"

Dari kejauhan terlihat sosok perempuan berambut pendek dan laki-laki berambut coklat tua berdiri beberapa meter di depan mereka. Ryu dan Hac yang melihat sosok penyihir lain selain mereka mengambil posisi siaga. Ryu bahkan sudah siap melemparkan ramuannya.

"Apa mereka anggota organisasi?" tanya Ryu.

Hac menajamkan penglihatannya. Mencoba merasai aura yang keluar dari dua remaja yang tampak sebaya itu. "Entahlah. Mereka terlihat masih muda dan tidak memakai jubah. Dan lagi pakaian mereka sedikit …"

"Aneh," sambung Ryu.

"Teganya kau menyebut pakaian mereka aneh."

Sebuah suara tiba-tiba muncul dari belakang. Ryu dan Hac menoleh ke belakang. Kedua wanita itu terkejut saat melihat sosok pria berambut putih melayang dengan sayap putihnya. Di sampingnya singa emas dengan sayap putih dan satu gadis berambut hitam di punggungnya. Gadis itu memegang sebuah kamera video yang menyala.

"Padahal itu salah kostum terbaik yang pernah kubuat."

"Kostum?" Ryu membalikkan badannya dan menatap tidak percaya pakaian yang dikenakan dua remaja itu.

Bagaimana tidak? Gadis berambut pendek itu mengenakan dress kuning selutut dengan corak bunga berwarna putihm. Sebuah permata merah dan renda jingga tersusun apik di pinggangnya. Belum lagi sepatu kuning dengan tali jingga yang menutupi setengah betisnya dan mahkota bunga menghiasi kepalanya. Membuatnya terlihat seperti seorang cosplayer daripada penyihir.

Laki-laki di sampingnya juga tak kalah mencengangkan dengan seragam hijau dengan garis-garis kuning dan jingga, serta aksen kanji di topinya.

"Sudah kuduga pakaian ini sedikit …," keluhan lelaki itu terpotong saat gadis berambut hitam itu menatapnya tajam dengan manik hitamnya. Gadis di sebelahnya tersenyum kikuk.

"Mungkinkah mereka orang suruhan organisasi?" bisik Ryu.

"Entahlah, tapi lebih baik kita pergi dari pulau ini."

Kedua wanita itu memunculkan sapu terbangnya. Mereka sudah terangkat beberapa meter dari tanah saat sebuah angin menjeratnya. Angin itu seakan berbentuk tali yang menjerat sapu terbang mereka. Membuat kedua wanita yang sudah menjauh beberapa meter dari orang asing itu terjungkal dari kendaraan mereka.

"Maaf. Kami tidak berniat untuk—"

Belum selesai gadis itu bicara, Ryu melempar botol berisi cairan ungu itu ke arah mereka. Begitu botol kecil itu pecah, sebuaj asap muncul di antara mereka. Namun kedua makhluk bersayap yang bersama mereka dengan cepat melenyapkan gas itu dengan kepakan sayap.

"Sepertinya kita memang harus menggunakan kekerasan." Lelaki itu mengeluarkan kertas dan menempelkannya pada pedangnya. Sebuah api muncul dari kertas itu dan dengan cepat menyambar ke arah mereka.

Beruntung sapu terbang mereka segera terbang ke depan pemiliknya. Benda kayu itu berputar cepat seperti baling-baling dan melenyapkan semburan api merah itu. Tapi meskipun si jago merah telah musnah, tapi dampaknya pada pepohonan di pulau tak berpenghuni itu tetap membekas. Asap bekas bakarannya bahkan menutupi pandangan kedua wanita itu.

Tiba-tiba dari balik asap tebal muncul tali air yang dengan cepat menyambar mereka. Tali yang diluar dugaan begitu kuat itu mengikat kedua wanita berjubah hitam koyak itu erat. Setiap mulut mereka mencoba mengucapkan matra, tali biru trasparan itu mengeratkan ikatannya, membuat mereka mengerang kesakitan.

Kedua remaja itu berlari ke arah target mereka. Diikuti kedua makhluk bersayap itu. Ryu masih berusaha melepaskan diri dengan menggerakkan tubuhnya asal. Berharap salah satu ramuannya terjatuh dan dapat membantunya kabur. Sementara Hac hanya berdiam diri. Pasrah akan segala kemungkinan buruk yang akan menimpanya nanti.

"Maaf, kami tidak punya pilihan. Tapi kami beneran tidak berniat menyakiti kalian. Kami kesini untuk menolong kalian."

"Hah?"

----

Cerita ini genrenya kok jadi geser ke fanfic ya?😅😅
Mungkin lama-lama cerita ini akan pindah ke horor.

Tema : cerita dengan setting di pulau terpencil.

DWC2020 : 30 Days to DeathWhere stories live. Discover now