03

397 87 11
                                    

Dua orang lelaki tengah berdiri di atap sebuah menara yang menghadap danau. Memperhatikan seorang gadis yang tengah terduduk dengan tenang. Leia, gadis itu tak menyadari jika sedari tadi ia menjadi pusat perhatian dua orang yang memperhatikannya dari kejauhan.

"Apa sudah ada kabar soal Ares?"

Tanya salah seorang berkulit pucat dengan bibirnya yang merah darah. Seseorang yang mendapatkan pertanyaan hanya dapat menggeleng pelan.

"Tidak Jay. Sepertinya ia tak tertarik dengan rencana kita."

"Juno, kau harus bisa meyakinkannya jika begitu. Kita tak punya banyak waktu sebelum bulan biru kembali muncul. Gadis itu, tak boleh lebih kuat dari ini."

"Kau akan mengincarnya?"

"Ya. Aku harus membinasakannya terlebih dahulu. Untuk memancing amarah sang dewa karena kematian anaknya."

"Ares tak akan membiarkan itu terjadi."

"Maka yang perlu kau lakukan adalah membuatnya tak menyadari rencana kita. Jika ia tak ingin bergabung, kita hanya perlu memastikan ia tak menghambat rencana kita."

"Mengapa kau tidak langsung menargetkan Andrew? Aku rasa itu akan lebih efektif."

"Aku benci mengakui ini. Tapi kekuatannya tak bisa aku tandingi. Setidaknya aku harus memancingnya terlebih dulu."

"Dengan membunuh Leia? Bagaimana bisa itu akan mempengaruhinya?"

"Tidak ada seorang ayah yang bisa berpikir jernih jika anaknya terbunuh."

Sahut Jay menyunggingkan senyumnya. Pria itu pun berlalu meninggalkan Juno yang masih terdiam menatap Leia yang kini bangkit dari duduknya.

Disisi lain, Leia menatap menelisik. Pandangannya lurus ke depan, seolah menyadari jika sedari tadi ia diperhatikan.

 Pandangannya lurus ke depan, seolah menyadari jika sedari tadi ia diperhatikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Siapa.."

Gumam Leia nyaris tak terdengar.

"Kau lengah nona."

Suara yang sangat ia hafal membuat gadis itu sontak berbalik. Dilihatnya Ares tengah menyandarkan diri di pohon dan menatap dingin pada Leia.

"Apa yang kau lakukan disini?"

Ujar Leia dengan nada ketus. Gadis bermata hijau itu memberi tatapan curiga pada Ares yang membuat pria itu berdecak kesal.

"Aku hanya ingin mengingatkanmu untuk lebih berhati-hati pada kaum hybrid."

"Apa kau sedang berpura-pura khawatir padaku sekarang?"

"Apa?"

"Mereka kaummu. Saat ini kau bertindak seolah tak memihak mereka. Apa kau berusaha membuatku percaya padamu dan saat aku lengah kau akan membunuhku?"

Ares mengangkat sebelah alisnya dan tak lama ia memutar bola matanya jengah.

"Leia dengan segala kecurigaannya. Lima tahun berlalu dan pikiranmu masih selalu picik. Selalu menaruh curiga padaku."

"Jika kau jadi aku, apakah kau masih bisa berbaik sangka pada musuhmu?"

"Ya ya kau benar. Tentu aku tak akan percaya dengan begitu mudahnya."

"Jadi apa rencanamu?"

"Apa?"

Tanya Ares dengan raut wajah bingung. Leia melangkah mendekat, menggerakkan tubuhnya menyentuh dada pria itu. Sementara Ares hanya terdiam menerima perlakuan sang dewi.

"Apa kau akan mengkhianatiku Ares? Kau akan bergabung dengan kaummu dan melanggar perjanjian nenek moyang kita?"

Ares terdiam, menatap lekat surai kehijauan gadis dihadapannya. Tatapan mata yang mampu menghanyutkannya. Ares menyentuh tangan Leia yang menyentuh dadanya, perlahan menurunkannya.

"Aku tidak sebodoh itu untuk mencari gara-gara dengan kaummu. Sudah kukatakan bukan? Para dewa dan peri menjadi sangat menyeramkan saat mereka murka."

"Kau bertindak seolah takut pada mereka. Nyatanya kau hanya mengejek kaum kami dengan kalimat sarkasmu."

"Kau benar. Tak ada alasan bagiku untuk takut dengan kaummu. Aku abadi Leia, tak ada yang bisa membinasakan aku bahkan diriku sendiri."

Ucap pria itu menyombongkan diri. Ia berjalan mendahului Leia dan hendak kembali ke tempatnya namun tiupan angin yang cukup kencang menghentikan langkahnya. Pria itu tau jika ia baru saja memancing emosi sang dewi penjaga hutan Aionios.

Ares berbalik, menatap Leia yang kini memandang sinis ke arahnya. Gadis itu melangkah mendekat seiring dengan memelannya hembusan angin di sekitar mereka. Seulas senyum manis terlukis di wajah cantiknya.

"Abadi? Kau selalu membanggakan kelebihanmu itu. Tapi dibalik kekuatanmu itu, aku tau kau begitu kesepian Ares."

Ucap Leia membuat Ares terdiam dan menatap tak suka padanya. Entah mengapa perkataan gadis itu tak bisa ia bantah. Senyuman di wajah Leia semakin merekah tat kala ia menyadari perubahan ekspresi Ares.

"Kau begitu menggemaskan saat merajuk seperti ini. Ayolah, umurmu sudah 400 tahun. Bagaimana bisa kau tersinggung mendengar ucapan gadis cilik di hadapanmu ini? Maafkan kesalahanku dalam berucap, kakek Ares Tiway."

Leia menjauhkan tubuhnya dari Ares yang kini wajahnya memerah menahan amarah. Gadis itu mati-matian menahan agar tak tertawa kini.

"Kembalilah ke tempatmu. Ini sudah malam, pria paruh baya tak boleh terkena angin malam."

Ujar Leia untuk terakhir kali sebelum akhirnya menghilang menjadi bias cahaya. Meninggalkan Ares dengan emosinya yang siap untuk meledak.

"Gadis itu benar-benar!"

Seru Ares yang merasa semakin kesal karena ditinggalkan begitu saja.

~~~

Another Cast :

Jay

Juno

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juno

Juno

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Eternity [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang