01.Watanabe Yoshinori

3.4K 365 27
                                    

Marganya aku tukar mian:)


"Jangan menangis"

Kenapa ia menulis kata seperti ini, seolah kata kata itu berubah menjadi pedang dan menusuk hulu hati ku

"Seenaknya kau bilang jangan menangis, kau pikir dengan kau seperti ini, semunya akan membaik"

Aku benar benar bodoh sebagi sekorang kakak, kenapa malam itu aku tidak membelanya dan menanyakanya apa kau baik baik saja dan mungkin ini semua tidak akan terjadi.

"Kau sangat nakal, ruto yaa..., jangan buat ibu selalu marah pada mu, apa kau tidak bosan selalu di marahi"

Selalu kesalahan itu ia ulang lagi, dan cacian itu ia dapat lagi.

Tetapi ia hanya diam, seolah hanya angin yang lalu baginya.

"Tidak hyung, percuma aku selalu salah"

Ia selalu melontarkan kata itu ketika aku mencoba untuk menasehatinya, ohhh sungguh terbuat dari apa kah hatinya, sehingga ia tidak mau mendengar siapa pun.

"Kau rasakan akibatnya sendiri, aku tidak peduli lagi pada mu, kau sangat batu urus saja hidup mu sendiri"

Apakah kata itu yang membuatnya begitu tersudut dan memilih jalan yang salah.

Sungguh aku tidak ingin mengingat kejadian pagi itu, tetapi tidak bisa, kejadian itu selalu terulang di benakku.

"Haruto bangun, apa kau tidak ingat sekolah"

Pagi itu aku terus mengulang kata itu demi membangunkan haruto, tetapi bersekon sekon berlalu tidak ada jawaban.

Seperti biasa ia tidak pernah mengunci pintu kamarnya, aku membuka dengan perlahan, kamarnya begitu berantakan dan gelap, aku beralih ke jendela kamar alih alih untuk membangunkannya karna sinar matahari yang masuk, tetapi bukan itu yang ku dapat.

Adik ku haruto sekarang terbaring di sudut ruangan dengan darah yang berserakan di sekitarnya.

Aku perlahan menghampirinya, mencoba berfikir jernih, ini hanya tiupan, haruto hanya bermain main.

Tidak

Manik mataku mulai jatuh ketika melihat keadaan sang adik yang tak baik baik saja, darah di tangan itu selalu keluar seenaknya, wajah tampan adik ku sudah berubah pucat sekarang, adik ku hanya menutup mata dan menundukkan kepala lesu di sudut ruangan dengan tubuh yang di sandarkan ke dinding.

Dengan segera aku mengambil selimut dan menutupi tubuh adik ku, aku berlari keluar dan berteriak kepada semua orang apa yang terjadi barusan.

Aku tidak ingin mengingat itu semua, tetapi memori itu terus terulang seperti CD yang berputar di kepala ku.

Pagi itu seolah berlalu sangat cepat, aku kira haruto bisa di tolong, tetapi semua orang bilang ia sudah pergi dan keluarga ku memilih untuk memakam kan haruto dengan segera, saat pemakaman aku hanya melamun saat tubuh adik ku di masukkan kedalam tanah.

Aku menatap sudut ruangan yang masih penuh dengan bekas darah adik ku, tempat itu yang menjadi tempat adik ku memilih mengakhiri hidupnya, begitu menyuramkan untuk di pandang.

Polisi bilang darah itu tidak boleh di bersihkan sampai introgasi selesai, tetapi polisi tidak bisa melarang ku.

Dengan brutal aku berlari ke sudut kamar adikku dan membersihkannya dengan baju ku, darah ini harus hilang segera.

"Yoshi"

Seseorang datang dan menarikku, tetapi aku terus meronta dan terus mencoba membersihkan darah adik ku.

"Jangan seperti ini, aku mohon" ucap jeongwoo teman dekat haruto.

Aku tetap dalam pendirian, aku terus meronta berusaha membersihakan darah adik ku, sudut itu benar benar terlihat suram.

"Ayo lah hyung, haruto akan menangis melihat ini"

Aku tidak percaya hal itu adik ku sekarang sudah tenang di sana, ia tidak akan melihat ini semua.

"Aku harus menghapusnya, darah itu begitu menyedihkan, darah itu harus segera di bersihkan"

Aku benar benar menangis saat ini, jeongwoo melepaskan ku perlahan, tidak ada yang dapat ia lakukan ia hanya ikut menangis.

"Biarkan aku membersihkannya!" ucap ku terus mengusap darah sang adik dengan lengan baju, sungguh ini benar benar tidak membantu.

"Ibu kau membunuh adik ku" gumamku terus sepanjang aku yang terus mengusap darah yang mulai kering di lantai kamar itu.

Bukan durhaka pada ibu, tetapi memang itu adanya, karna ucapan sang ibu yang membuat adikku seperti ini.

Tiba tiba jeongwoo ikut membantuku dengan megusapnya dengan kain basah.

"Dengan lengan baju saja, darah ini tidak akan hilang sampai tahun depan pun" ucap jeongwoo tersenyum dalam menangis ke arah ku.

Aku juga ikut tersenyum dengan air mata yang menggelinang di mata ku.

Betapa beruntungnya haruto mempunyai seorang teman seperti jeongwoo, ia sangat baik dan lucu, kenapa haruto malah tega meninggalkan temannya ini.

"Haruto sudah tidak ada"

"Aku tau"

"Kau jangan menangis oke"

"Tidak aku tidak akan menangis"

Ia bilang seperti itu, tetapi tidak dengan matanya, matanya terus mengeluarkan air mata dan isakan itu selalu terdengar sepanjang kami yang sibuk membersihkan darah adik ku.

"Kau menangis"

"Kau juga"

Kami selaing tertawa dalam kesedihan seperti orang gila.

Kini seorang adik yang selalu bertengkar dengan ku, yang selalu di marahi oleh ibu, yang selalu membanggakan ketampanannya itu tidak ada lagi.

Padahal aku masih ingin melihat senyumnya, tapi kemarin adalah kali terhirku melihatnya tersenyum sangat lebar pada ku, aku tidak akan pernah melihat senyum itu lagi.

Tetapi aku belajar satu hal, aku harus menghargai perasaan seseorang, apakah ia baik atau terluka ketika aku melontarkan sebuah kata.

Aku harus menghargai waktu, belum tentu hari esok lebih indah dari hari kemarin.

Harini lakukan lah hari ini jangan menunggu esok, sebelum menyesal di kemudian.

"Haruto! Maafkan orang bodoh ini."

-
-
-
-
-
-

Tbc

Be Sorry - Haruto[✓]Where stories live. Discover now