24. Break

1.4K 146 15
                                    

Vanno POV

Tur konser babak baru di mulai. Untuk yang pertama kalinya aku mabuk sebelum tampil, mabuk memang tidak bagus tapi ini lebih baik daripada aku harus memikirkan Widuri di sela-sela konserku.

Fikry datang sambil berdecak sebal, pria itu merebut botol yang ada di tanganku dan berkata, "Udah Van, ntar lo muntah di panggung"

Aku tidak merebut kembali botol itu.

"Lo kacau banget akhir-akhir ini" kata Memet, "Ga dapet jatah dari pacar lo?" tanyanya, bergurau.

Aku mendengus, mengingat wanita itu membuat emosiku bertumbuh berkali-kali lipat, "Tuh perek udah pergi!" sahutku dengan kasar. Mereka semua terkesiap. Ya, ini pertama kalinya aku berkata buruk tentang Widuri, alkohol mengendalikan kewarasanku.

Dua minggu berlalu dan aku tidak tahu apakah Widuri benar-benar pergi atau tidak. Aku sama sekali tidak menghubunginya, mengirimkan pesan, apalagu berkunjung ke rumahnya untuk sekedar memastikan di mana keberadaan kekasihku itu setelah pertengkaran kami dua minggu yang lalu.

Aku tahu aku memang ceroboh, aku sangat bodoh karena melupakan hari pentingnya, hari di mana dia sangat membutuhkan dukunganku sama besarnya seperti dia mendukungku dulu. Namun aku tidak ada di sana untuknya, aku lupa, dan malah bersenang-senang merayakan peluncuran video klip baruku bersama tim di bar. Telaha kuakui kesalahanku, namun Widuri masih belum memaafkanku.

Apa lagi yang harus aku lakukan?

Kita sudah dewasa, hubungan ini bukan lagi hubungan yang dijalin oleh dua orang anak remaja. Sebagai kekasihku, Widuri seharusnya mengerti dan tidak memperpanjang masalah yang sepele ini. Namun dia malah pergi ke Belanda untuk melarikan diri.

Ya, aku ingat betul pergi ke Belanda dan magang di firma hukum yng ada di sana adalah keinginan Widuri sejak lama, tapi aku pikir dia tidak lagi menginginkan semua itu setelah aku melamarnya. Dia tidak bisa meninggalkan aku begitu saja seperti sampah, lagi pula untuk apa dia pergi jauh-jauh ke Belanda sementara ujung-ujungnya dia juga akan berada di rumah kami sepanjang hari? Mengurus aku dan anak-anak kami?

Bukannya aku mendeskriminasikan Widuri sebagai wanita, aku paham betul wanita sama pantasnya dengan pria untuk mewujudkan mimpi yang mereka punya. Hanya saja jangan terlalu berlebihan, Widuri seharusnya berpikir aku membutuhkan dia untuk ada di sini, bersamaku.

Aku pikir pergi ke Belanda untuk mengejar impian hanyalah akal-akalannya saja. Alasan yang sebenarnya adalah dia mau meninggalkanku, dia muak dengan serentetan jadwalku yang padat dan dia muak dengan semua omong kosong ini. Aneh, dia adalah wanita yang selalu mendukungku dulu, dia ada untuk menyemangatiku namun sekarang dia tidak lagi melakukannya.

Ke mana perginya Widuri yang dulu?Apa dia tidak lagi mencintaiku sehingga berubah begitu saja?

Ah, memikirkannya saja membuat aku kesal setengah mati. Wanita memang selalu penuh dengan omong kosong, pura-pura merasa tersakiti padahal kenyataannya ingin ditinggal pergi. Mereka licik, selalu menempatkan pria pada kesalahan lalu setelah hubungan berakhir hanya pria yang akan tenggelam di dalam penyesalan.

Young Blood tidak sempat bertanya lebih lanjut mengenai hubunganku dengan Widuri yang memburuk karena Bang Ghali sudah masuk ke dalam ruangan kami dan meminta kami agar segera bersiap-siap.

"Vanno, kamu mabuk?" tanya Bang Ghali. Aku mengangguk malas tanpa mau menatapnya, pria itu menghembuskan nafas jengah, "Jangan buat masalah di atas panggung, oke?"

"Hm....." gumamku.

"Ayo siap-siap, cuci muka kamu biar lebih segar!"

Aku mengerang malas, "Gue minta waktu lima menit, kepala gue masih puyeng"  kataku. Meskipun kesal Bang Ghali hanya diam dan menuruti keinginanku, dia keluar dari ruangan bersama Memet dan Fikry sementara Reno masih bertahan di sini.

"Lo baik-baik aja?" tanya Reno.

Aku mengangguk, "Ya"

"Mau cerita?"

Aku menatap Reno dalam beberapa detik, mungkin bercerita dapat mengurangi kekacauanku saat ini, "Widuri pergi" ucapku.

Kedua alis Reno bertaut bingung, "Pergi ke mana?" tanyanya.

"Belanda" jawabku.

"Lo berdua lagi ada masalah?"

Aku mendesah gusar, "Ya," jawabku, "Gue ga dateng pas sidang tesisnya, gue udah minta maaf tapi dia...." rahangku mengeras mengingat betapa gigihnya Widuri untuk pergi, aku tidak bisa bercerita lebih banyak lagi.

"Lo yakin dia udah pergi?" tanya Reno.

Aku mengangkat kedua bahuku secara bersamaan, "Terakhir kali kita ketemu, dia udah siap buat ke bandara" kataku.

Reno menghembuskan nafas pelan, merasa prihatin melibat situasi buruk yang aku alami bersama kekasihku, "Jadi kalian udah putus?" tanyanya.

Aku menggeleng, "Widuri bilang dia butuh waktu untuk sendirian sampai magangnya di Belanda beres"

"Dia minta break" sahut Reno. Aku mengangguk membenarkan dan Reno kembali melanjutkan, "Van, mungkin Widi emang lagi butuh waktu buat dirinya sendiri, selama ini dia sibuk ngurusin kita terus lo, gue percaya dia pasti bakal balik"

Aku mengusap wajahku dengan kasar, "Apa gue salah, No?" tanyaku, "Gue benar-benar lupa soal sidang tesisnya, bukannya gue sengaja lo tahu sendiri 'kan jadwal kita semakin padet akhir-akhir ini"

Reno tersenyum kecil kemudian menggangguk paham, "Lo ga salah Van, ini memang resiko kita. Widi butuh waktu tapi lo ga punya waktu sekarang biarin cewek lo pergi gue pikir break memang keputusan yang terbaik untuk saat ini, kita lagi sibuk-sibuknya"

Aku menghembuskan nafas pelan dan menyerap apa yang Reno kataka. Yah dia memang benar, Widuri butuh waktu tapi aku tidak punya waktu sehingga ia memutuskan untuk pergi dan memiliki waktunya untuk mengurus dirinya sendiri. Selama ini dia sibuk memikirkan kami, keberhasilan Young Blood, dan kini tiba saatnya dia mewujudkan impiannya. Dia tidak egois, dia hanya peduli kepada dirinya.

Oh, aku mulai merasa bersalah kepada gadisku.

"Mending lo hubungi Widi minta maaf dan bicara baik-baik, biarin dia pergi ke Belanda dengan tenang"

Aku mengangguk setuju, "ya, gue bakal hubungi dia nanti" kataku.

Reno menepuk pundakku lalu mengeluarkan sesuatu dari sakunya, itu adalah sebuah pelastik kecil berisi sedikit bubuk yang membuat dahiku berkerut dalam.

"Lo mau?" tanyanya. Sial, itu sabu!

"Sejak kapan lo makai barang gituan?!" pekikku.

Dengan santainya Reno menjawab, "Sejak balik dari Kuala Lumpur. Gue pakainya ga berlebihan kok, buat nambah energi aja lo gausah khawatir"

Aku tidak tahu harus berkata apa, bibirku terkatup rapat saat melihat Reno menghisap bubuk-bubuk putih itu di hadapanku. Matanya terpejam lalu dia mendongakkan kepalanya menikmati bagaimana sensasi yang ia rasakan. Saat mata Reno kembali terbuka, mata itu terlihat jernih, ada semangat baru di sana dan aku hanya bisa terduduk diam di tempatku.

Reno bangkit dari duduknya, ia menepuk bahuku sekali lagi sambil berkata, "Buruan cuci muka lo, konsernya mau dimulai" lalu dia pergi meninggalkan aku di ruangan ini seorang diri.

Aku mengusap wajahku dengan kasar. Aku tidak dapat berkata-kata, mengetahui bahwa Reno terlibat dengan barang haram itu membuat aku menjadi terkejut setengah mati, aku bahkan tidak sanggup melemparkan bubuk-bubuk putih itu saat ia hendak menghisapnya. Sial, siapa yang memberikan barang haram itu kepada Reno?!

Aku memutuskan untuk mengurus Reno nanti, konser sudah mau dimulai dan lebih baik aku segera mencuci wajahku sebelum Bang Ghali kembali ke ruangan ini. Setelah mencuci wajah, aku menyempatkan diri untuk mengirimkan pesan kepada Widuri, sebuh pesan berisi permintaan maaf dan aku harap aku mendapatkan balasan setelah konser selesai.

Semoga Widuri belum pergi ke Amsterdam karena aku benar-benar ingin memeluknya sekaligus meminta maaf secara langsung sebelum kami istirahat dari hubungan ini.

TBC —

Vote+comment for next!

Pulang (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang