1. Welcome to Irvine, California

380 62 50
                                    

Si pemuda berdarah Jepang mengerjap. Dia baru saja sampai di Irvine, California. Salah satu negara bagian Amerika. Perjalanannya melelahkan. Tentu saja. Dia berangkat dari Jepang, melintasi benua dan samudra hingga akhirnya bisa sampai di negara ini.

Jalanan cukup padat. Berbeda dari kampung halamannya di Miyagi yang terkesan lebih tenang. Irvine memang tidak sepadat New York atau kota lain di California, tapi setidaknya, kota ini cukup nyaman. Udara saat dia tiba tidak ekstrim. Hangat dan nyaman.

Tapi sayangnya, di tengah manusia yang berjalan, sepertinya tidak ada yang ia kenal. Ah, lagipula dia memang datang seorang diri ke tempat asing ini. Saat hendak menarik tali ransel, pemuda itu sedikit mengernyit. Telinganya menangkap bahasa familiar di tengah bahasa asing yang terdengar.

Bahasa Jepang.

"Iie, tabesamasu. Hai.. Hn? Oji san ga?"

Matanya sedikit berbinar. Entah kenapa... Mendengar percakapan bahasa Jepang saat pertama kali menginjakkan kaki di negara lain membuatnya terharu. Senang sekali. Si pemuda berdiri tak jauh dari seorang gadis berperawakan mungil khas asia. Wajahnya berbeda dari kebanyakan. Wajah asianya jelas sekali. Apalagi postur tubuhnya yang mungil... Errr... Seperti tenggelam di antara lautan manusia tinggi.

"Sumimasen, Onee san." Itu adalah kali pertama seorang Iwaizumi Hajime memberanikan diri mengajak bicara seorang gadis tanpa ragu.

Oh entahlah, mungkin efek dari berada sangat jauh dari tempat tinggal, Iwaizumi jadi memiliki keberanian semacam itu. Biasanya kan dia terlalu malas berurusan dengan anak gadis. (Sebenarnya sih ya, Iwaizumi malas saja saat dia bicara dengan perempuan, dan para perempuan itu langsung memasang wajah ingin menangis saat melihatnya)

Si gadis mengerjap. Dia menatap sosok asing di hadapannya untuk sesaat. Mengamati, sebelum akhirnya tersenyum ramah. Tidak ada ekspresi ketakutan atau mau menangis di wajahnya. Secara tidak terduga dia tersenyum ramah.

"Ah, mezurashii... Nihon jin kah..." Dia bicara, nyaris seperti bergumam. "Ada yang bisa kubantu, onii san?"

Iwaizumi mengerjap. Tapi, meski begitu, dia berusaha keras memasang wajah ramah. Sebisanya. Meski kalau dilihat Oikawa, mungkin ekspresi wajah Iwaizumi saat ini bisa dikategorikan macam kanebo kering. Kaku sekali.

"Maaf, sepertinya aku terlalu senang mendengar seseorang bicara bahasa Jepang, jadi--"

Si gadis tertawa ringan. Tawanya terdengar hangat. Dia mengangguk pelan. Rambutnya yang diikat kuncir kuda ikut bergoyang saat dia mengangguk.

Iwaizumi meringis sembari tanpa sadar menggaruk belakang kepala. Tidak tahu harus memberikan respons apa? Ayolah. Sejak zaman SMA, dia lebih banyak berinteraksi dengan anak laki-laki. Bahkan fakultas tempat kuliahnya saja dipenuhi laki-laki. Kalaupun ada perempuan... Err... Mereka bahkan terlalu sangar untuk dikategorikan sebagai perempuan pada umumnya.

"Wakaru... Aku mengerti bagaimana rasanya..." Suaranya terdengar menyenangkan. Sungguh. Gadis itu seolah memiliki refleks untuk tersenyum ramah. "Ah, gomenasai, apa kau sudah menemukan tempat tinggal?"

Mungkin faktor karena tinggal di negara asing yang tidak punya teman satu tanah air membuat si gadis merasa bertemu kerabat saat berjumpa dengan orang yang berkebangsaan sama dengannya.

Si pemuda mengangguk. Gerakannya terkesan agak canggung. Seriusan. Kapan lagi sih seorang Iwaizumi terlihat canggung? Dia kan terlalu sering memasang wajah datar, eh lebih banyak wajah galak dan sangar sih.

Tapi ya, begitu-begitu, Iwaizumi itu selalu dihormati oleh anak laki-laki. Dia adalah definisi keren sesungguhnya. Berbeda dengan teman masa kecilnya yang punya banyak fans perempuan.

"Baguslah kalau begitu." Dia berkedip. "Di daerah mana? Mungkin aku bisa mengantarmu." Gadis ini bicara karena murni ingin menolong. Tidak ada bau-bau penipuan atau kedok yang ia tunjukkan.

Lalu, Iwaizumi menyebutkan daerah di mana dia sudah menyewa sebuah flat secara daring. Tempat di mana dia kana tinggal nantinya.

"Eh, kebetulan sekali. Aku tinggal di sana. Kalau begitu, ikuti aku. Aku membawa mobil."

"Etto--"

"Jangan sungkan. Itu tidak merepotkan. Aku  juga mau pulang. Ayo."

Kalau sudah begini, Iwaizumi bisa apa?

"Jaa, arigatou gozaimasu. Maaf merepotkan."

Mereka berjalan ke arah sebuah mobil diparkir. Gadis mungil itu begitu lincah saat dia membuka pintu mobil, meletakkan belanjaannya di kursi belakang, dan diikuti si pemuda yang menyimpan ransel cukup besar bawaannya.

Mereka membicarakan hal-hal ringan selama perjalanan. Si gadis menanyakan kabar mengenai Jepang, dan Iwaizumi membalasnya dengan sungguh-sungguh. Meski sebenarnya dia tidak suka banyak bicara. Tapi, entah bagaimana dia bisa bicara banyak hal bahkan kadang dibuat tertawa oleh gadis asing yang baru dikenalnya.

Hanya butuh sekitar lima belas menit untuk sampai ke tempat yang mereka tuju. Iwaizumi meminta turun di jalan utama. Dia bilang bisa menyelesaikan sisanya. Lagipula, menurut peta yang ia punya, tempat flat nya berada tidak jauh dari sana.

Lalu, kedua orang itu berpisah begitu saja.

Iya. Iwaizumi bahkan tidak sempat menanyakan nama gadis penolongnya itu.

Sungguhan. Rasanya mereka terlalu asyik bicara soal banyak hal remeh sampai lupa saling memperkenalkan diri.

.

.

.

Satu hal yang Iwaizumi lupa.

Iwaizumi Hajime paling buruk dalam menentukan arah. Sungguhan. Dia itu payah sekali.

.

.

.

Umm, halo?

Ini fanfic Haikyuu kedua saya setelah sebelumnya Kita Shinsuke debut 😂. Saya seneng liat Iwaizumi. Ah apalagi pas dia ketemu Ushiwaka. Aduh. Dia beda banget sama Oikawa. Dewasa. Keren deh. Moga di sini kalian bisa nemuin sesuatu yang baru dari Iwaizumi. Apalagi pas di chap terakhirnya Haikyuu! Aduh! Dia jadi pelatih gaes! Temen seangkatannya pemain nasional, dia justru jadi pelatihnya. Kan keren. Hahahah.

Ps : Nama si OC belum debut. Mungkin ada di part besok.

Nb : jangan berharap dapet update cepat ya. Ini murni baru ditulis dan baru ada satu chap di draftnya. Ahahaha.

Regards

Ken Auliya

August.05.2020


KamaWhere stories live. Discover now