2. Mellifluous (2)

5 0 0
                                    

***

Karena sejujurnya, aku tidak pernah baik-baik saja, semua orang hanya melihat apa yang ingin mereka lihat.

***

~Hoamm

Aku menguap sebagai tanda bahwa aku benar-benar menikmati tidur siangku. Dengan cekatan tanganku langsung mengambil handphone.


Gila, paman sudah menelepon 50x, sebaiknya aku telepon balik saja.

"Halo, paman?"

"Nona Luna, apakah terjadi sesuatu? Kenapa tidak mengangkat telepon?"

"Ah maaf paman, tadi aku ketiduran"

"Bagaimanapun situasinya, lain kali nona harus mengangkat teleponku, mengerti nona?"

"Wah sekarang paman semakin protektif ya."

"Bukan begitu nona, aku harus menjaga nona dengan lebih baik karena waktunya sudah dekat, aku tidak ingin kejadian 10 tahun lalu terjadi lagi, dan bukankah nona sudah menunggu lama?"

"Ya, aku mengerti paman, terima kasih atas perhatian paman, bagaimanapun, aku tidak akan kehilangan kesempatan lagi."

"Apa nona sudah bertemu dengan anakku? Aku menyuruhnya menjaga dan tinggal di dekat nona."

"Anak Paman? Maksud paman David? Bukankah dia ada di luar negeri?"

"Harusnya dia sudah sampai di rumah nona hari ini."

Jadi pria aneh itu anak paman, dasar tidak sopan, harusnya dia bilang dari awal.

"Sepertinya aku sudah bertemu dengannya."

"Baiklah kalau begitu, kamu juga harus menjaga dirimu sendiri."

"Iya iya baiklah paman, hpku sudah mau mati, kalau begitu teleponnya aku tutup ya, dah"

Duh bodoh sekali, harusnya aku meminta nomor hp David, karena dia anak paman, sekarang aku jadi mengkhawatirkannya. Tapi, dia pasti akan kembali lagi ke sini kan?.


Aku segera keluar dari kamar dan melihat jam dinding di dapur. Yah kamarku sangat minimalis, hanya ada kasur, lemari pakaian, meja belajar dan kursi. Kaca? Tidak, aku tidak butuh kaca, tanpa melihat kaca aku sudah tahu bagaimana penampilanku. Mungkin ini lebih tepat jika disebut dengan "takut", aku takut melihat diriku sendiri. Aku benci bahwa aku terlihat baik-baik saja tanpa keluargaku, karena sejujurnya, aku tidak pernah baik-baik saja, semua orang hanya melihat apa yang ingin mereka lihat.


***


Aku duduk di samping jendela, sambil meminum secangkir cokelat hangat dan menatap indahnya langit malam. Sudah dua hari sejak aku mengusir David dan ia belum terlihat lagi sejak hari itu. Sebenarnya aku sedikit merasa bersalah karena mengusirnya, padahal dia ke sini untuk menjagaku. Aku terus memikirkannya hingga suara ketukan pintu mengagetkanku.

Tok tok tok

Aku segera membuka pintu setelah mengetahui bahwa orang yang mengetuk pintuku adalah David, dan mulai meluapkan emosiku padanya.

"Hei kenapa tidak bilang kalau kamu anak paman? Harusnya bilang dari awal dong."

"Emangnya kamu nanya? Enggak kan? Ya wajar dong kalo aku gak kasih tahu."

"Jadi aku yang salah?"

"Ya iyalah."

"HEI!"

Apa aku berbicara terlalu keras, sepertinya dia terkejut.

"Bisa minggir nggak? Aku mau masuk."


Seperti prajurit yang mengikuti perintah komandannya, aku mempersilahkannya masuk tanpa bertanya.


"Dan satu lagi, jangan panggil aku hei hei, aku juga punya nama, panggil aku Raka."

"Hei David, sejak kapan kamu ganti nama? Mau menipuku?"

"Hah? Oh sudah sekitar 3 tahun aku mengganti nama, nama David terlalu asing untukku. Sekarang namaku Candra Raksaka, panggil aja Raka."

"Dasar, harusnya kamu tidak mengganti nama pemberian paman, nama yang diberikan oleh orang tuamu itu sangat berharga."

"Lalu kamu sendiri bagaimana nona Luna? kenapa mengganti namamu menjadi Bulan?"

"Bukankah Luna dan Bulan sama saja, Luna juga Bulan dalam bahasa Romania."

"Yah yah baiklah nona, kamu memang sangat pandai berbicara."

"Karena itu, mulai sekarang perhatikan ucapanmu, kamu tidak akan menang dariku."

Sepertinya dia sudah menyerah. Benar, kamu tidak akan menang dalam hal ucapan jika bertanding denganku.

"Dimana kamarku nona Luna?"

"Tidak perlu memanggilku dengan sebutan nona saat tidak ada paman. Panggil Luna saja. Kamarmu tepat di sebelah kamarku."

"Baiklah, aku akan langsung tidur, jadi jangan menungguku, aku tidak akan keluar sampai besok pagi. Selamat malam, nikmati malam anda Nona Luna, maksudku LUNA.

Apa dia sedang mengejekku saat menekankan kata LUNA?

"Jangan kepedean, aku tidak akan menunggumu, selamat malam."


Aku kembali duduk di dekat jendela dan menghabiskan coklat hangatku. Ternyata berdebat dengannya juga bisa menghabiskan energiku. Sepertinya hari-hariku di sini akan terasa lebih panjang, karena manusia menyebalkan itu.


Cklek

Aku terkejut karena tiba-tiba, David, bukan, Raka keluar dari kamarnya dan meneriakkan namaku.


"LUNA, di mana pasta gigmu? Aku pinjam ya"

"Ah sial, aku kaget tahu."

"Apa sih? Gitu aja kaget, lemah banget."

"Cari sendiri sana, jangan mengganggu waktu santaiku."

"Wah dasar, kamu akan cepat tua kalau marah terus."


Ia segera mencari pasta gigi itu di lemari dapur, dan bergegas masuk ke kamarnya setelah menemukan apa yang ia cari. Sepertinya aku juga akan terkena tekanan darah tinggi hanya karena mendengar suara pria menyebalkan itu. Padahal saat kami masih kecil, suaranya sangat lembut seperti malaikat, sekarang malah terdengar seperti ibl... Ah bahkan memikirkannya saja membuatku sakit kepala, sebaiknya aku segera tidur, karena besok aku akan memerlukan lebih banyak energi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 19, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kembali ke BulanWhere stories live. Discover now