Part 44

700 58 11
                                    

Sore harinya di rumah Aisyah.

"Lo gak bisa marahin Ari gitu aja dong Syah,"protes Cipa kali ini.

Yah Cipa memang berada di rumah Aisyah saat ini tepatnya di teras rumah itu.

"Dia yang gak harusnya ikut campur masalah gue Cip!terus pake nyuruh eyang nya buat keluarin orang dengan seenaknya lagi, mentang-mentang cucu nya ck,"sinis Aisyah menatap lurus kedepannya.

Cipa yang berusaha untuk tetap tenang kini menghembuskan nafasnya dengan pelan.
"Jujur, gue awalnya emang sama kek lo, gue gak setuju buat Steffi dikeluarin, tapi Ari bener. Dia yang berani berbuat ya berarti harus berani bertanggung jawab. Steffi udah kelewatan Syah, dia hampir mau ngebunuh lo. Ngerti gak sih,"geram Cipa.

"Gue ngerti tapi gak harus dikeluarin juga kan?justru dia yang gak ngerti keadaan orang bukan gue,"balas Aisyah tak mau kalah geramnya saat ini.

"Syahh bukan itu maksud-,"

"Udah Cip, jangan mentang-mentang lo sayang sama dia terus lo jadi kek gini ya,"potong Aisyah.

Cipa pun mengerutkan keningnya.
"Loh ini gak ada kaitannya sama,"

Aisyah pun beranjak berdiri dari kursi yang ada di teras itu.
"Udah udah, gue gak mau denger apapun tentang dia, lo mending pulang aja Cip gue sibuk,"usir Aisyah dengan pelan.

Kemudian Cipa beranjak berdiri juga.
"Syah dengerin gue dulu,"

"Gak, sorry sorry."Tolak Aisyah lalu dengan cepat ia masuk ke rumahnya.

Brakk

Aisyah pun menutup pintu rumahnya dengan kuat.

"Keras kepala banget sih lo Syah,"gumam Cipa pelan sembari melihat pintu rumah itu.

~~~

Kamar Ari

"Gue gak ngerti sama jalan pikirannya dia,"ujar Ajil yang tengah meletakkan ponselnya di meja belajar kamar Ari itu.

"Ribet emang cewek mah,"celetuk Arnold gang juga tengah mengambil cemilan nastar itu.

Ari yang terlihat masih memainkan gitar kesayangannya pun langsung terhenti dan menaruh gitarnya itu disampingnya.
"Yah dia terlalu baik, tapi sayangnya dia terlalu baik sama orang yang salah,"

Ajil pun kemudian mengambil nastar itu juga.
"Terus gimana jadinya tadi bos?"tanya Ajil.

Ari pun menghembuskan nafasnya dengan kasar.
"Dia marah sama gue, dibilangnya gue sok lah karena cucu pemilik sekolah. Ngomong-ngomong dia tau dari mana sih kalo gue cucu pemilik sekolah?lo berdua ya?"tuduh Ari menatap intens Ajil dan Arnold secara bergantian.

"Nggak,"jawab Ajil cepat.

"Bukan kita bos yailah,"tambah Arnold.

Ari hanya mendengus ketika mendengar jawaban dari dua temannya yang memasang tampang muka melas disana.

"Terus-terus gimana kelanjutannya bos?"kepo Ajil.

"Yah sampai dia bilang benci sama gue,"ujar Ari dengan menyenderkan tubuhnya pada sofa yang berada di kamar itu sembari melihat keatas.

Ajil pun menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Gila, terus lo diem aja?"

Ari kembali melihat Ajil sekarang.
"Emang gue harus ngapain?ngelawan?atau ngabisin dia?ck gak mungkin, mending gue nyakitin diri gue sendiri daripada harus main fisik sama cewek,"jelas Ari.

"Terlebih dia orang yang disayang mana bisa woahh,"ledek Ajil dengan kembali mengambil nastar itu.

Sontak Ari mengambil bantal disekitarnya dan melemparkannya pada Ajil.
"Sialan,"umpat Ari dengan tersenyum sekilas.

Bendahara VS Ketua Kelas✓Where stories live. Discover now