𝗠𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗕𝗲𝗿𝘁𝗮𝗯𝘂𝗿 𝗕𝗶𝗻𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶 𝗝𝗮𝗸𝗮𝗿𝘁𝗮

184 16 3
                                    

𝗚𝗲𝗺𝗮𝗹𝗶𝗮

Ini sudah hari ke sekian sistem PSBB diberlakukan di Jakarta. Aku sudah melakukan bimbingan online kesekian dengan dosen dan tidak ada sedikitpun kemajuan dalam proses pengerjaan tugas akhir kuliahku. Papa dan mama sudah mengejarku dengan seribu pertanyaan yang diakhiri dengan 'Kapan Lulus?' dan 'Sudah dapat kerjaan belum?'.

Karena sudah penat dengan kata 'Di Rumah Aja', aku memutuskan untuk pergi ke tempat Kak Jeje tinggal. di sana ramai, tapi cowok semua. Tapi semuanya tak mengejarku dengan pertanyaan yang sama itu. Aku jadi bisa mengerjakan santai dengan ritmeku. apalagi, di sana ada sobat sejawatku, sesama mahasiswa tingkat akhir; Anggara, Kevin, Naufal dan Arjuna. setidaknya, aku nggak merasa aku sendirian.

"Gem! Gem!" suara khas Kak Jeje membangunkanku dari lamunan. "Kok nggak fokus sih?"

saat itu, aku tengah berada di rumah kos-kosan tempat Kak Jeje tinggal. Aku Gemalia Callista, adik perempuan semata wayangnya Julian Jacob. Saat ini, aku, yang hanya terpaut setahun lebih muda dari kak Je, tengah menyelesaikan tugas akhirku di Fakultas Desain Komunikasi Visual. Dan hari ini aku datang ke kos-kosan Kak Jeje untuk mencari pencerahan.

"Eh, kenapa, Kak Je?" tanyaku sembari sedikit gelagapan karena tertangkap melamun ditengah 'bimbingan' singkat menyelesaikan skripsiku yang tak kunjung menemukan titik terang.

"Tuh kan, kamu capek ya?" Kak Jeje memandang kearahku dengan pandangan khawatir.

Aku terdiam sejenak. Aku nggak bisa bilang aku nggak capek menghadapi semua ini. Aku nggak bisa cerita ke Papa dan Mama. Aku cuma bisa menundukkan kepalaku dan tanpa sadar, air mataku meleleh begitu saja.

"Gem," Kak Jeje merengkuh tubuhku yang gemetar karena menahan tangis kedalam pelukannya. "Kalau capek istirahat aja dulu. Papa sama mama bukan tujuan akhir dari perjuanganmu," Ungkapnya sambil membelai punggungku.

"Bang Je, Chacha kenapa?" Kali ini terdengar suara Kevin semakin mendekat ke arah kami.

Kak Jeje hanya menggelengkan kepalanya dua kali dan kemudian membuka mulutnya, "Kita ke rooftop yuk, Vin. nanti setelah Gema sedikit tenang. Gue mau ngomong sama kalian. vin, bikinin milo anget buat gema sekalian juga ya," Kak Jeje berujar.

"Siap, Bang," Kevin kembali menutup pintu kamar Kak Jeje dan beranjak ke dapur. Aku bisa mendengar langkahnya.

"Gem, tenangin dulu dirimu ya. Kak jeje nggak suka Gema sedih kaya gini," Kak Jeje menghapus airmata yang tersisa di pipiku. "Sekarang, kalau Gema capek, kita ke rooftop aja, gitaran sama Kevin, ngobrol-ngobrol sambil nikmatin angin malem. Nanti Kak Je anterin balik ke apart habis itu."

Aku mengangguk dan membersihkan wajahku dengan tisu basah yang diberikan Kak Jeje.

----

Kak Jeje masih di bawah sementara Kevin dan aku sudah mapan di rooftop. Kevin malah sudah menyiapkan semacam api unggun mini dari drum minyak bekas yang ada di situ, kayu seadanya dan satu pak marshmallow dan biskuit krekers yang katanya mau dipakainya untuk membuat smores biar bisa dimakan bareng Milo hangat buatannya.

"Vin, gue capek," Aku mengeluh sembari menyandarkan kepalaku di bahu Kevin.

"Kenapa capek, Cha?" Kevin bertanya sembari menggerak-gerakkan marshmallownya di atas api unggun mini buatannya. oh pasti binggung ya? Kevin memang memanggilku dengan panggilan 'Chacha' dari nama belakangku.

"Papa sama mama nyinyirin gue soal skripsi. nyinyirin gue soal jurusan yang gue pilih. mereka selalu nanya ke gue, 'Dek, kenapa sih kamu ga nurut papa aja, ambil ekonomi?'. Gue lelah digituin setiap pulang ke rumah," Keluhku sembari menatap ke langit, tanpa mengangkat kepalaku dari bahu Kevin.

𝙂𝙚𝙢𝙖 | 𝙠. 𝙮𝙝. [𝙏𝙧𝙞𝙨𝙩𝙖𝙣 𝙇𝙖𝙯𝙪𝙖𝙧𝙙𝙞]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن