𝗧𝗿𝗮𝗴𝗲𝗱𝗶 𝗠𝗮𝗸𝗲𝘁 𝗣𝗲𝗿𝗮𝗴𝗮

92 13 4
                                    

Sudah dua malam Kevin bermalam di apartemen Gemalia untuk menyelesaikan maket peraga project tugas akhir mereka bersama-sama. kedua tangan mereka sudah kotor dipenuhi bekas cat dan lem yang sudah tercampur dan mengering di tangan mereka. Siang itu, keduanya tertidur dalam posisi tertelungkup setelah malam sebelumnya lembur mengerjakan maket masing-masing dengan bantuan entah berapa gelas kopi yang mereka pesan di salah satu gerai kopi ternama yang membuka kios di lantai bawah apartemen tempat Gema tinggal itu.

Kedua maket itu jauh dari kata selesai. Wajah Gema juga belepotan cat akrilik yang dipakainya untuk mewarnai maket itu. saking nyenyaknya kedua insan ini tidur, mereka pun tidak sadar Jeje masuk ke dalam rumah dengan kunci serep miliknya karena tak ada yang menggubris. Jeje hanya menggelengkan kepalanya saat melihat betapa letihnya Kevin dan Gema. Ia melihat betapa besarnya usaha Kevin dan Gema untuk mendapatkan pengakuan dari kedua orang tua mereka.

"You guys have done extremely well," bisik Jeje sembari membelai rambut adiknya.

Pemilik nama Julian Jacob itu lantas melangkahkan kakinya ke dalam dapur kecil yang tertata rapi walau pemiliknya tengah dalam kondisi yang tak terlalu memerhatikan kerapihan. Jeje lantas meletakkan tas belanja ramah-lingkungannya dan menata isi nya ke dalam kulkas berukuran sedang yang melekat pada rangka lemari kayu berpelitur cokelat muda itu.

Harusnya papa sama mama sadar, Adek udah ngelakuin semuanya mati-matian. pikir Jeje sembari merapihkan semua belanjaan yang ada di dalam kantung-kantung kain itu.

setelah selesai menata isi kulkas dan lemari dapur, Jeje memasak tiga piring nasi goreng telur sederhana dan segera membangunkan Kevin dan Gema. Alih-Alih bangun, kedua anak muda itu malah mengerang kesakitan sambil meringkuk di lantai dan memegangi perut mereka. yang reflek dilakukan jeje adalah menekan nomor Naufal, Sergio dan Tristan di ponselnya, nyari bala bantuan supaya kalau keduanya perlu dibawa ke rumah sakit mereka ga perlu panik.

𝚌𝚊𝚕𝚕𝚒𝚗𝚐 𝚃𝚛𝚒𝚜𝚝𝚊𝚗 𝙻𝚊𝚣𝚞𝚊𝚛𝚍𝚒, 𝚂𝚎𝚛𝚐𝚒𝚘 𝙰𝚋𝚛𝚊𝚑𝚊𝚖, & 𝙽𝚊𝚞𝚏𝚊𝚕 𝙺𝚒𝚊𝚗𝚍𝚛𝚊

"Ya, Je," suara Sergio dari seberang terdengar.

"Gio, ini gue harus gimana?" Jeje berusaha tenang walaupun sebenernya pemuda ini takut setengah mati melihat apa yang terjadi di hadapannya.

"Ada apa memangnya?" Sergio, Naufal dan Tristan kompak bertanya.

"Ini, tadi gue kan ke apart buat ngecek Kevin sama Gema. waktu gua masuk, dua-duanya masih tidur. tapi waktu mau gua bangunin buat makan siang, dua-duanya bukannya bangun malah meringkuk kesakitan," Jelas Jeje.

"Astaga, gue kesana sekarang, ya. gue udah lepas jaga kok," Sergio, yang baru saja selesai jam jaga langsung berlari ke parkiran menuju ke mobilnya.

"Gue kesana, Bang Je, " Naufal juga langsung menutup pembicaraan sambil meraih kunci motornya.

"Gue langsung jalan deh, Je. ada butuh apa nggak?" tanya Tristan sebelum menutup pembicaraan.

"Ga usah, Tan. kesini aja. bantuin gue ngurus Kevin sama Gema," Jeje berujar sembari membelai rambut Kevin dan Gema bergantian, berusaha menenangkan keduanya yang masih setengah mengaduh sembari ngelindur.

Telepon singkat itu diakhiri. Tak lama setelah percakapan berakhir, Sergio tiba di apartemen dengan napas yang tersengal, lantaran harus naik melalui tangga darurat dari lantai 5 karena elevatornya ngadat. Ia membawa kotak perangkat gawat-darurat yang dipinjamnya dari rumah sakit tempat dirinya menjalani Ko-As.

"Mama, maafin Gema," tutur Gema yang tengah ngelindur. nggak ada yang tahu apa yang jadi bunga tidurnya saat itu. tapi gumaman itu membuat Jeje menitikkan airmatanya.

𝙂𝙚𝙢𝙖 | 𝙠. 𝙮𝙝. [𝙏𝙧𝙞𝙨𝙩𝙖𝙣 𝙇𝙖𝙯𝙪𝙖𝙧𝙙𝙞]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz