𝗨𝘀𝗮𝗵𝗮 𝗧𝗮𝗻𝗽𝗮 𝗣𝗲𝗻𝗴𝗮𝗸𝘂𝗮𝗻

74 11 4
                                    

Kevin dan Gema sudah masuk ke ruang rawat inap. Kini, Saka mengajak Jeje keluar dari ruang rawat inap sementara Anggara, Arjuna, Naufal dan Tristan menjaga Kevin dan Gema di kamar rawat inap. 

"Lu udah hubungin bokap-nyokap?" tanya Sakala pada wira yang dari tadi duduk di sampingnya itu.

"Nggak, bang. ngapain? kasian adek kalo dia harus ngadepin omelan papa sama mama," Tukas Jeje beralasan.

"Jangan gitu, Je. Biar gimana pun, lu masih punya bokap-nyokap, Je?" Sakala berujar. 

Saka dan Jeje kini duduk di bangku tunggu di depan kamar tempat Kevin dan Gema dirawat inap. Di dalam, Tristan dan Naufal ditemani Anggara dan Arjuna yang baru saja tiba. 

"Tapi gue ga tega kalau harus liat papa dan mama marah ke Adek, Bang. dia nggak salah. Adek udah berusaha sebaik mungkin. tapi selalu nggak ada pengakuan dari orang tua. dan dia ga sedikitpun menyalahkan gue ketika papa dan mama ngebanding-bandingin dia dengan gue," Jeje menundukkan kepalanya. 

Ternyata Jeje yang selama ini dewasa dan selalu jadi tempat curhat Kevin pun bisa jadi tak berdaya seperti ini. 

"Sekarang semua terserah lu, Je," Sakala menepuk bahu Jeje. 

Jeje dengan enggan menekan nomor ponsel ayahnya dan memberi kabar bahwa adiknya itu tengah dirawat di rumah sakit. Tak berapa lama setelah telewicara itu berakhir, kedua orang tua Jeje tiba di rumah sakit. Raut wajah mereka tak menunjukkan kekhawatiran. yang ada malah amarah yang mewarnai wajah Papa dan Mama. 

Kedua pasutri paruh baya yang baru saja tiba itu langsung melangkah masuk ke kamar rawat dan menutup tirai tempat Gema terbaring. Puan bersurai kecokelatan itu terduduk lemah di ranjangnya, ditemani Tristan. Jeje mengejar kedua orang tuanya dan segera berdiri di samping ranjang Gema bersama Tristan.

"Gemalia, kamu tuh kenapa sih cuma bisa buang-buang uang papa dan mama?" Mama meluapkan amarahnya.

"Maafin Gema, ma," Gema menatap ibundanya sembari menahan tangisnya.

"Kamu tuh bisanya cuma ngerepotin Julian, papa dan mama," Timpal papa dengan tatapan dingin. 

Gema hanya bisa menunduk, Ia berusaha meremas selimut yang menutupi setengah tubuhnya untuk membendung air matanya. Tapi, itu semua gagal, air matanya semakin deras mengalir membasahi selimut.

"Ngapain kamu nangis?" Mama meninggikan volume suaranya. "Harusnya dari awal, mama nggak izinkan kamu masuk jurusan ini."

"Kamu nggak bisa apa, kayak Julian? bikin papa sama bangga gitu, kuliahnya cepet..." Papa mulai berfilosofi. Hal ini membuat Jeje semakin geram dan tak dapat lagi menahan amarahnya.

Tanpa aba-aba, Tristan yang berdiri di samping Jeje langsung memeluk dan menutup telinga Gema rapat-rapat supaya tak terdengar oleh gadis itu apa yang akan terjadi setelahnya.

"PAPA, MAMA, I'M TIRED OF ALL OF THESE. 𝘑𝘜𝘓𝘐𝘈𝘕 𝘊𝘈𝘗𝘌𝘒 𝘋𝘌𝘕𝘎𝘌𝘙 𝘗𝘈𝘗𝘈 𝘋𝘈𝘕 𝘔𝘈𝘔𝘈 𝘔𝘌𝘔𝘉𝘈𝘕𝘋𝘐𝘕𝘎𝘒𝘈𝘕 𝘑𝘜𝘓𝘐𝘈𝘕 𝘋𝘈𝘕 𝘎𝘌𝘔𝘈𝘓𝘐𝘈. 𝘒𝘈𝘔𝘐 𝘉𝘌𝘙𝘋𝘜𝘈 𝘗𝘜𝘕𝘠𝘈 𝘉𝘈𝘒𝘈𝘛 𝘠𝘈𝘕𝘎 𝘉𝘌𝘙𝘛𝘖𝘓𝘈𝘒 𝘉𝘌𝘓𝘈𝘒𝘈𝘕𝘎. 𝘑𝘜𝘓𝘐𝘈𝘕 𝘎𝘈 𝘛𝘌𝘎𝘈 𝘓𝘐𝘏𝘈𝘛 𝘈𝘋𝘐𝘒 𝘒𝘌𝘚𝘈𝘠𝘈𝘕𝘎𝘈𝘕 𝘑𝘜𝘓𝘐𝘈𝘕 𝘚𝘌𝘓𝘈𝘓𝘜 𝘔𝘌𝘔𝘌𝘙𝘈𝘚 𝘒𝘌𝘙𝘐𝘕𝘎𝘈𝘛, 𝘈𝘐𝘙𝘔𝘈𝘛𝘈 𝘋𝘈𝘕 𝘋𝘈𝘙𝘈𝘏𝘕𝘠𝘈 𝘏𝘈𝘕𝘠𝘈 𝘜𝘕𝘛𝘜𝘒 𝘋𝘐𝘊𝘌𝘙𝘊𝘈 𝘚𝘈𝘔𝘈 𝘗𝘈𝘗𝘈 𝘋𝘈𝘕 𝘔𝘈𝘔𝘈," Jeje setengah meninggikan suaranya, bahunya bergetar. Air mata membasahi pipinya. peduli setan soal kata orang Boys don't cry. hatinya terlalu sakit melihat adiknya diperlakukan nggak adil oleh kedua orang tuanya.  

𝙂𝙚𝙢𝙖 | 𝙠. 𝙮𝙝. [𝙏𝙧𝙞𝙨𝙩𝙖𝙣 𝙇𝙖𝙯𝙪𝙖𝙧𝙙𝙞]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang