Rumor Tentang Pasien

886 107 3
                                    

"Lo mau pindah? Kemana tadi?" Tanya Seungwoo.

"Turki. Gue berangkat bulan depan. Jadi kita masih bisa lah ngadain party sekali gitu." Balas Hana.

Bahu Seungwoo melorot. Seolah gak ikhlas menerima kenyataan kalau Hana akan segera tinggal jauh dari Seoul.

"Han."

Hana hanya mengulas senyum sambil membereskan beberapa barangnya ke dalam kotak besar.

Perempuan itu sudah sepakat dengan suaminya, setelah menikah dan masuk usia dua bulan, dia akan ikut kemanapun Jungkook nanti memilih tempat menetap.

Dan Turki, negara dua benua itu, jadi pilihan suaminya.

Seungwoo yang menyempatkan diri mengunjungi ruang kerja Hana saat istirahat siang hari itu, hanya menghela nafas pelan, melihat perempuan yang sudah sepuluh tahun lebih dia kenal, akan pergi jauh. Sangat jauh.

"Jangan bengong, Woo. Bantuin lah."

Tanpa mengiyakan perintah Hana, dengan cekatan Seungwoo membereskan satu sudut ruangan, dalam diam.

Sementara pikirannya sibuk, membayangkan bagaimana selanjutnya kalo ga ada Hana di sini. Sudah cukup dia terima kenyataan kalo dia ga bisa bareng Hana, sekarang dia diuji lagi.

"Seungyoun udah tau?" Tanya Seungwoo disela kegiatan beberesnya.

"Belum sempet ngabarin. Dia baru balik Seoul nanti sore. Oh, kalo kita sekalian kita makan malam bareng gimana? Ketemuan di rumah lo gitu."

Seungwoo pasrah. Apapun keputusan Hana, dia harus tetep support kan? Mungkin memang ini jalan yang dibuat takdir supaya dia bisa lebih bijak menghadapi masalah perasaannya.

Seungwoo mengangguk, sebagai jawaban permintaan Hana.

Tok tok

"Kak Hana. Ini aku, Arin."

"Oh, hai, Rin. Masuk masuk."

Hana mempersilakan tamunya untuk masuk lalu duduk bersama di satu-satunya sofa panjang di ruangannya.

Seungwoo yang masih fokus dengan urusan memindahkan barang, masih belum ngeh juga akan kehadiran tamu Hana.

"Seungwoo." Panggil Hana agak kencang.

"Hm?"

Seungwoo menoleh, mengalihkan perhatiannya kepada dua wanita yang kini duduk bersebelahan, tidak jauh dari tempatnya.

Keningnya sedikit mengerut.

"Kenalin. Ini Arin. Choi Arin. Dia yang gantiin posisi gue di yayasan sosial rumah sakit nanti."

***


"Permisi, ibu. Selamat malam," sapa Seungwoo saat baru memasuki sebuah ruang rawat inap VIP.

"Oh, dokter Seungwoo. Ya ampun, maaf saya ketiduran," balas perempuan paruh baya yang tampak anggun dan berwibawa.

Seungwoo mengangguk singkat dengan senyum lebar di wajahnya.

Melihat ibu dari pasiennya sampai ketiduran menunggu anaknya yang tengah terbujur di atas ranjang, terlelap, membuat Seungwoo merasa tidak nyaman telah membangunkan istirahat singkatnya.

Seungwoo memeriksa cairan infus yang ada di sisi ranjang, memperbaiki laju injeksi, lalu memeriksa kondisi kaki pasien yang berbalut gips.

"Kondisi Rian hari ini gimana, sus?" Tanya Seungwoo kepada perawat yang menemani visit-nya malam ini.

"Tanda vitalnya stabil, dok. Tadi sore tekanan darah sedikit menurun, tapi sudah ditangani oleh dokter Seungsik." Terang si perawat sambil menunjukkan beberapa angka hasil pemeriksaan kepada Seungwoo.

Seungwoo memeriksa beberapa kali untuk memastikan kondisi final pasiennya yang masih remaja ini.

"Ibu, saya masih perlu memantau perkembangan tulangnya hingga beberapa hari ke depan. Saya mohon maaf karena harus menunggu lama, hasil rontgen terakhir, pen yang dipasang masih sangat rentan dan belum melekat dengan baik. Jadi, kami perlu waktu cukup lama untuk memastikan kondisinya normal."

Sang ibu mengangguk cepat. Gak ada yang beliau hiraukan selain kesehatan anaknya. Yang terpenting sekarang adalah memberikan yang terbaik supaya anaknya itu lekas sembuh.

"Saya percayakan semua prosedur penyembuhan anak saya ke dokter Seungwoo. Apapun saya akan jalani, yang penting anak saya bisa sembuh, dok."

Seungwoo menipiskan bibirnya seraya tersenyum.

"Kalo begitu saya permisi bu."


Seungwoo berpamitan, diikuti perawat di belakangnya. Mereka berdua mengakhiri sesi visit malam itu dengan cukup singkat.

Tidak lama setelah pasien bernama Rian ini masuk rumah sakit dua hari yang lalu, ada rumor yang kurang sedap menggemparkan seisi rumah sakit. Bahkan rumornya menjalar sampai ke luar lingkungan RS.

Seungwoo pun terpaksa harus menerima pasiennya ini karena diminta secara khusus oleh kepala rumah sakit, Prof Joni. Beliau bilang ini adalah pasien yang sangat penting.

"Anak jaman sekarang kenapa nekat-nekat ya, dok." Gumam si perawat ketika mereka tengah menyusuri kesunyian lorong bangsal VIP menuju lift.

"Kenapa sus?" Sahut Seungwoo cepat.

Si perawat menunjukkan sebuah artikel dari iPad ke arah Seungwoo.

Diduga Putra Menteri Pertahanan Kritis Setelah Lompat dari Gedung Apartemennya Di Lantai Sepuluh.

"Astaga," lirih Seungwoo setengah tidak percaya.

"Ternyata gara-gara ini kenapa biodata pasien, rekam medisnya, semuanya aneh, dok."

"Saya baru sadar, sus."


Selama ini Seungwoo hanya sebatas tahu kalau pasiennya itu adalah anak salah satu pejabat negara.

Tapi dia sendiri gak tau detailnya karena prof Joni, senior sekaligus kepala rumah sakit, yang memberinya amanah menjadi dokter penanggungjawab pasien, mengatakan kalau pasiennya kali ini harus benar-benar dijaga kerahasiaannya dari publik.

Seungwoo menyisir rambutnya ke belakang. Seumur hidup melayani pasien VIP, baru kali ini dia merasa ada lebih banyak rasa cemas dari biasanya.

"Oh. Ada dokter Arin. Malam, dok." Sapa si perawat yang menyadari ada dokter lain yang baru saja memasuki ruang VIP.

Pandangan Seungwoo mengitari sekitar saat mendengar sapaan si perawat hingga akhirnya terpusat pada satu titik objek.

"Dokter Arin?"





Introducing

Professor Joni

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

Professor Joni

Chief hospital
Professor at Cardiologist specialist

jangan lupa klik bintang
kalo kamu suka cerita ini :)

to be continued

After | Han Seungwoo ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora