1

3.5K 317 38
                                    

Aku menaruh perasaan pada mu, tidak tau dengan mu. Aku berbicara sendiri pada diriku untuk tidak terlalu mencintai dirimu yang jauh sempurna dibanding dengan diriku. Tidak tau mengapa, rasanya sulit untuk mengutarakan nya. Dan aku sadar, jika aku berhasil mengutarakan nya. Kau. Diriku akan menyakitimu.



Aku menaruh perasaan padanya. Begitu sulit mengutarakan rasa ini, begitu kecil nyali ku.
Sampai akhirnya, aku baru mengetahui sesuatu.


Membuka mata saat sinar matahari menerobos masuk lewat jendela yang tak tertutup gorden. Mengerjapkan mata beberapa kali. Dirasa nyawa nya sudah terkumpul, lelaki manis itu mengambil gelas berisikan air yang sudah disiapkan. Meminumnya hingga tandas.

Turun dari kasur empuk nya dan berjalan ke arah cermin di sudut kamar. Menelisik pantulan dirinya di cermin tersebut. Tersenyum miris.

"Aku sangat jelek."

Kembali kata itu ia lontarkan. Setiap hari, setiap saat melihat cermin. Mengatakan dirinya sangat buruk. Seolah tidak ada bagus nya dalam dirinya itu.

Memang, bagian mana yang bagus dalam dirinya? Seorang penyakitan macam dirinya sudah pasti tidak ada yang bagus. Wajah pucat, rambut rontok, tubuh kurus.

Tapi ia selalu bersyukur. Tuhan masih memberikan nya kehidupan. Walau tidak sempurna tapi ia masih bisa menerima nya.

Dengan langkah pelan, membawa tubuh nya ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Selang beberapa menit ia keluar dengan wajah yang sedikit agak segar. Walau masih pucat tapi setidaknya tidak sepucat sebelumnya.

Waktu nya sarapan. Ia menuruni anak tangga dengan pelan. Tidak bisa cepat seperti dulu kala saat ia masih sehat. Menatap punggung sang ibu yang sedang membuatkan kopi untuk sang ayah.

Ia memilih duduk di dekat ayahnya. Dengan cepat ayahnya menaruh ponsel dan mengelus rambut Chenle.

"Selamat pagi, Lele."

"Pagi dad."

Sang ayah tersenyum sambil mengelus pipi tirus anak nya. Merasakan halus saat menyentuh kulit wajah putranya. Walau pucat, terlihat warna merah pada pipi sang anak samar.

Chenle sangat manis. Sang ayah susah memalingkan pandangan nya dari sang anak. Dia begitu sangat memuji wajah Chenle yang memang terlihat mirip dengan sang istri. Dia tak pernah menyangka akan memiliki anak semanis dan semenggemaskan Chenle.

Sang ibu meletakkan kopi di hadapan sang suami dan meletakkan susu di hadapan anak manis nya. Mengecup puncak kepala anaknya lalu mengelus nya. Dia sangat menyayangi Chenle.

Mereka memakan sarapan dengan tenang. Walau sesekali sang ayah bertingkah konyol demi menerbitkan tawa dari mulut sang anak. Dia sangat suka saat mendengar suara melengking dari anak nya.

Waktu berjalan hingga tiba saatnya sang ayah pergi bekerja. Meninggalkan istri dan anaknya di rumah sementara. Dengan sayang ayah nya mencium bibir ibunya lalu mengusap kepala nya. Dengan ibu yang bergantian melakukan hal itu dan mencium tangan sang ayah.

Chenle hanya menatap mereka. Tidak ingin menganggu. Setelahnya sang ayah mengecup pipi nya dan mengusap kepala nya dengan lembut. Chenle tersenyum dan mengecup pipi sang ayah.

Melambai saat ayahnya memasuki mobil dan mulai menjauhi rumah. Ibu mengusap punggung nya lalu Chenle beserta sang ibu masuk ke dalam rumah.

Chenle kembali ke kamar. Ibunya kembali ke dapur untuk membersihkan meja.

Dengan lunglai Chenle menduduki tubuhnya pada sofa yang menghadap ke jendela. Dirinya selalu melakukan itu setiap hari. Hanya memandang jendela atau bermain piano untuk menghibur dirinya.

"Aku bosan."

Bangun dari duduk nya. Chenle kembali menuruni anak tangga guna menghampiri sang ibu yang tengah duduk di sofa. Sang ibu yang melihat kehadiran anaknya menyuruh untuk mendekat.

"Ada apa le?"

Chenle menggeleng. Ikut menonton tv bersama sang ibu. Layar itu menampilkan siswa SMA yang tengah mempersiapkan ujian. Chenle ingin merasakan itu lagi. Tapi tak bisa.

Menatap putra satu-satunya dengan sendu. Lalu mengganti chanel menjadi kartun anak-anak. Chenle mendengus saat sedang asik menonton tapi diganti menjadi kartun anak-anak. Ia kan bukan anak-anak.

Sang ibu tertawa melihat raut kesal anaknya. Dengan sayang, dia mengecup pipi tirus itu. Chenle ingin meminta izin sebenarnya. Tapi ia takut jika sang ibu tidak mengizinkan nya keluar. Tapi belum tentu, maka dengan tekad yang kuat ia menoleh pada ibunya.

"Mom, boleh aku bermain?"

"Apa Lele bosan?"

Anggukanlah yang wanita cantik itu dapatkan. Dia juga ingin anaknya bermain layaknya anak lain. Pergi berkumpul dengan teman nya. Namun keadaan tak memungkinkan. Senyum manis terbit di bibir nya. Wanita itu mengangguk. Chenle dengan semangat membulatkan matanya. Apa ini mimpi? Oh, tidak. Pipi nya sakit saat ia cubit.

"Tapi harus ditemani paman, oke?"

Tanpa pikir panjang Chenle menganggukan kepala nya ribut. Ia sangat senang. Bisa bermain walau tidak seperti dulu. Ia hanya ingin keluar rumah, entah itu ke taman atau ke mall.

Dipeluknya tubuh sang ibu. Bergumam kata terimakasih berkali-kali. Sungguh ia sangat bahagia sekarang. Wanita itu pun membalas pelukan dan mengusap kepala sang anak lembut.











Tbc

Untuk setiap chapter, sengaja dibuat pendek ya.

Dan up sehari 2 kali

Tak Tersampaikan [jichen] ENDWhere stories live. Discover now