Bagian 21

697 95 12
                                    

Hinata memalingkan wajah dengan kasar saat Kiba hendak mengecupnya kembali. Hati Kiba terasa tercubit karena hal itu, rasanya sakit dan kecewa. Seakan tertampar kuat oleh kenyataan bahwa Hinata tidak menginginkannya. ia pun menyadari jika hal ini murni karena hanya napsunya semata.

Penolakan Hinata cukup menyadarkannya bahwa sampai kapanpun wanita itu tidak akan menjadi miliknya. Bayangan tentang perjuangannya selama ini terasa hanya sia-sia. Ia mencoba menyadarkan sepernuhnya bahwa cinta Hinata baginya hanyalah semu. Terasa sulit tergapai dan tak akan bisa tergapai. Ia sadar akan hal itu, tak akan lagi ia mengikuti ego yang mungkin nanti akan menyiksa batinnya sendiri.

"Pergilah, dia yang selama ini kau cinta ... jangan hiraukan aku, tinggalkan aku disini." Dengan tatapan sendu itu ia layangkan. Lirihnya ucapannya seakan menjelaskan betapa sakit hati dan perasaannya saat ini.

Dengan perlahan Kiba menjauh dan membalik tubuhnya membelakangi Hinata. Sungguh karena ini ia harus menahan malu karena telah berbuat hina seperti tadi. Entah apa yang akan ia lakukan jika harus bertemu dengan Hinata di kemudian hari. Merasa menjadi pria yang paling menjijikan, itulah yang ia rasakan saat ini.

"Maaf atas apa yang sudah ku lakakukan. Pergilah Hinata, temui dia ... bahagialah dengannya" ucapnya sendu.

Kiba melangkah keluar rumah dan memasuki mobilnya. Melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, namun di seberang jalan ia memilih untuk berhenti. Memarkirkan kendaraannya yang mesinnya belum di matikan. Tak dapat ia tahan air matanya mulai jatuh. Ia menangis tersedu, sungguh sakit semua ini. Entah kutukan apa yang telah di takdirkan untuk kisah cintanya yang menyedihkan ini.

****

Alkohol adalah pilihan yang tepat untuk menemani malamnya yang sepi, mungkin itu lah yang ada di pikiran pria bermarga Uzumaki ini. Ia telah menghabiskan berbotol-botol sake hanya untuk menghilangkan kegundahannya. Telah terlihat, pria itu mabuk dengan pandangan sayu.

Di apartemen pribadinya, ia sendiri di temani sunyi. Kejadian di depan kafe saat itu membuatnya kehilangan akal. Pasalnya ia baru mengetahui bahwa ada pria lain yang menginginkan gadisnya, walau belum ia pastikan bahwa Hiantapun demikian, namun sudah di pastikan rasa cemburu telah membakar hatinya.

Suasana hatinya kian menjadi buruk kala menghubungin Hinata namun tak mendapat jawaban, berkali-kali ia melakukan hal yang sama, namun hasil yang samapun ia dapatkan. "Hinata..." gumamnya sendu.

Memikirkan semua kejadian itu membuat kepalanya bertambah pusing. Dengan posisi duduk di lantai dan bersender di kaki-kaki sofa ia memjamkan matanya, mendongak ke atas seraya membayangkan wajah cantik Hinata. Lamunanya tak lama utuh saat mendengar suara bel berbunyi, entah siapa yang ingin bertamu di malam-malam begini. Yang jelas, orang itu telah merusak waktu senggangnya menikmati wajah cantik Hinata di khayalnya.

Dengan langkah gontai, Naruto mendekati pintu apartemennya. Dengan rasa malas ia membuka knop pintu. Dan saat itu pula ia tak percaya karena yang ia lihat adalah orang yang tak ia harapkan untuk menemuinya.

"Shion, untuk apa kau kesini?"

"Kenapa? Kau tak suka? Aku kesini karena kesepian, kau tahu ... suamiku jarang pulang dan lebih memilih tidur di lain tempat" Shion menuturkan semua keluh kesahnya. Saat itu pula wanita itu menerobos masuk dan menyenggol tubuh lemas Naruto.

"Tentu aku masih ingat alamat apartemenmu, ternyata tidak banyak berubah" Shion mengedarkan pandangan ke seluruh sisi ruangan.

Seketika kepala Naruto menjadi pening. Ia tak kuasa menahan efek mabuknya. Ia pun tak menghiraukan Shion lagi, tak lama matanya terpejam dengan masih berdiri mempertahankan kesadarannya.

Naruhina : The Cry Of The SunWhere stories live. Discover now