Chapter 1 - Jakarta, After A Long Time

128 3 0
                                    

Meski hari masih pagi, suasana Bandara Internasional Adisujipto sudah dipadati oleh calon penumpang pesawat yang berada di ruang tunggu. Salah satunya adalah Cisa. Ia akan berangkat ke Jakarta untuk menemui sepupunya. Walau Ayahnya sempat ragu, namun menurut Cisa ini adalah keputusan yang tepat. Sudah 4 tahun ia tidak bertemu sepupunya, dan ingin mengganti suasana dengan berlibur ke Jakarta. 

Begitu pengumuman pesawat akan berangkat ke Jakarta berbunyi, Cisa segera berdiri, menyeret kopernya dan masuk ke dalam antrian. Sesampainya di pesawat, ia menemukan tempat duduknya yang berada di dekat jendela. Agar tidak bosan selama 1 jam penerbangan, Cisa mengeluarkan iPod untuk mendengar lagu sambil membaca novel.

Setibanya di Bandara Soekarno Hatta, Cisa memeriksa notifikasi pesan masuk di HP-nya. Ada WhatsApp dari Tante Meira, ibu sepupunya. Cisa segera membacanya.

Tante Meira: Ci, udah sampai Jakarta? Maaf Tante ngga bisa jemput, Tante lagi di Bandung. Kamu minta jemput sama Mas Eddy ya? Tante kirim contact nya ke kamu. Kalau ga di angkat, Tante udah share location apartemennya barusan. Kamarnya di lantai 21, huruf CH.

Cisa tersenyum saat ia mendapat kiriman nomor sepupunya, Eddy. Ia segera men-save nomornya dan berniat menghubunginya. Tapi, niat itu ia urungkan karena ingin memberi surprise. Setelah menyimpan nomor Eddy, Cisa memesan mobil lewat aplikasi Grab, dan menuju titik jemput. Hanya menunggu 5 menit, mobil yang dipesan sudah datang.

"Siang, Mbak. Tujuannya di daerah Kebon Kacang, ya?" tanya supir.

"Iya, Mas",

Supir tersebut tersenyum dan segera menjalankan mobil. Lagu Jakarta Jakarta dari Kunto Aji yang mengalun dari radio menemani perjalanan Cisa. Suasana jalan di Jakarta hari ini tidak terlalu macet. Menurut layar peta navigasi mobil, perjalanan dari Bandara menuju apartemen memakan waktu 1 jam. Cisa sendiri tidak keberatan, karena ia bisa menikmati pemandangan Jakarta, walau kebanyakan hanya gedung-gedung pencakar langit yang terlihat, setidaknya suasananya berbeda dari Yogya.

Karena asyik melihat pemandangan, 1 jam perjalanan menjadi tidak terasa. Mobil yang ditumpangi Cisa akhirnya sampai di apartemen tujuan. Setibanya di lobby apartemen tersebut, Cisa merasa takjub karena suasananya ramai dan kelihatan mewah. Setelah bertanya pada resepsionis, Cisa mendapat kartu akses lift dan ke kamar Eddy karena dia tidak menjawab telpon. Mungkin Kak Eddy masih tidur, pikir Cisa dalam hati. 

Cisa masuk ke dalam lift dan menekan tombol lantai 21. Gedung apartemen itu sangat tinggi karena punya 39 lantai, dan punya fasilitas sky garden lantai 37, di lantai 10 ada kolam renang, mini market, gym serta tempat laundry, dan meeting room di lantai paling atas. Cisa sendiri merasa lantai 21 sudah tinggi sekali.

Begitu sampai di lantai tujuan, Cisa keluar dari lift dan mencari kamar 21 CH. Lorong di lantai itu sangat sepi, membuatnya agak takut dan mempercepat langkahnya.

"Ah, ini kamarnya", gumam Cisa setelah menemukan tulisan 21 CH terukir di pintu.

Ia mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban. Saat ia mengetuk untuk kedua kalinya, tetap hening. Apa Kak Eddy masih tidur? Tapi udah jam 10, batin Cisa dalam hati. Ia mengambil HP dan menelepon sepupunya. Saat menunggu, Cisa mendengar suara ringtone dibalik pintu kamar. Sadar kalau Eddy tidak mengangkat, Cisa mengakhiri panggilan. 

Sepertinya kebebasan tinggal sendiri melahirkan kemalasan yang tak berguna, setidaknya itu yang dipikirkan Cisa. Coba kalau di rumah jam 10 pagi belum bangun atau sholat subuh kesiangan, Ayah pasti ngamuk berat.

Merasa kesal, Cisa mulai mengetuk pintu lagi dengan keras. Tapi, pintu tetap tak dibuka. Cisa menarik napas panjang lalu menghembuskannya pelan-pelan. Kesabarannya sudah sampai di ubun-ubun.

Love DrunkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang